PENGENALAN HAMA
TANAMAN HORTIKULTURA
(Laporan Praktikum Pengendalian Hama Tanaman)
Oleh
Indah Dewi Saputri
1414121109
Kelompok 7
LABORATORIUM
ILMU HAMA TANAMAN
JURUSAN
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2016
I.
PEMBAHASAN
1.1
Thrips
sp
Panjang thrips sekitar
1-2 mm, badanya berwarna hitam, kadang ada titik merah atau garis merah, datar
dan langsing. Sementara itu warna thrips yang masih muda ada yang pucat
keputihan, kekuningan atau jernih, serta kulit mengkilap jingga atau merah.
Bagian mulut thrips digunakan untuk menusuk dan mengisap. Thrips mengisap
cairan dari permukaan daun sehingga akan terjadi bercak yang
berwarna putih, seperti perak. Berupa
bintik hitam pada tepi mahkota bunga dan merusak bentuk bunga. Serangan pada daun menyebabkan jaringan daun bagian
bawah habis dan yang tersisa hanya jaringan daun bagian atas yang berwarna
putih terang(Tarumingkeng,1994).
Pengendalian hama ini dilakukan
dengan:
a. Kultur
teknis, bagian tunas yang terserang dipotong, kemudian dibakar atau ditimbun
dalam tanah.
b. Kimiawi,
penggunaan insektisida secara efektif, sesuai anjuran dan bijaksana.
Hama thrips sangat mudah untuk ditemukan di
areal pertanaman. Bentuk tubuhnya langsing dengan panjang sekitar 1-2 mm,
berwarna hitam dengan bintik-bintik atau garis merah. Telur thrips berbentuk
oval. Telur menetas menjadi nimfa, tidak bisa terbang dan hanya
meloncat-loncat. Thrips muda (nimfa) biasanya berwarna agak keputihan,
kekuningan, hingga kemerahan. Serangga dewasa (imago) berwarna kuning pucat,
coklat atau hitam. Thrips akan berubah warna menjadi lebih gelap pada suhu
rendah. serangga betina memiliki dua pasang sayap kecil dan terdapat rambut
berumbai di bagian samping tubuhnya,
sedangkan serangga jantannya tidak bersayap. Thrips
memiliki mulut asimetris yang berfungsi untuk menusuk dan menghisap tanaman,
terutama pada bagian daun muda, kuncup atau tunas, bunga, dan buah muda.
Masing-masing tanaman memiliki ketahanan yang berbeda terhadap spesies thrips,
tergantung pada ketebalan epidermisnya (Borror,1996).
Gejala yang ditimbulkan oleh hama ini adalah sebagai berikut :
- Dampak langsung serangan : Gejala awal pada permukaan bawah daun berwarna keperak – perakan mengkilat, dan pada serangan lanjut daun akan berwarna coklat, hingga proses metabolisme akan terganggu. Selanjutnya pada daun akan menjadi keriting dan keriput . Pada serangan berat, daun, pucuk serta tunas menggulung ke dalam dan timbul benjolan seperti tumor dan pertumbuhan tanamanterhambat, kerdil bahkan pucuk mati. Serangan pada buah menimbulkan bercak – bercak kecoklatan pada pangkal buah, sehingga kualitas buah sangat menurun.
Gejala yang ditimbulkan oleh hama ini adalah sebagai berikut :
- Dampak langsung serangan : Gejala awal pada permukaan bawah daun berwarna keperak – perakan mengkilat, dan pada serangan lanjut daun akan berwarna coklat, hingga proses metabolisme akan terganggu. Selanjutnya pada daun akan menjadi keriting dan keriput . Pada serangan berat, daun, pucuk serta tunas menggulung ke dalam dan timbul benjolan seperti tumor dan pertumbuhan tanamanterhambat, kerdil bahkan pucuk mati. Serangan pada buah menimbulkan bercak – bercak kecoklatan pada pangkal buah, sehingga kualitas buah sangat menurun.
Dampak secara tidak langsung : Trips merupakan vektor penyakit virus mosaik
dan virus keriting. Gejala serangan awal timbul akibat hama menghisap cairan
permukaan bawah daun dan atau bunga ditandai oleh bercak – bercak keperakan
mengkilat, daun akan menjadi keriting atau keriput. Jika serangan terjadi pada
awal pertanaman maka akan terjadi gejala fatal berupa penyakit kerdil
(dwarfing) dan pada akhirnya layu dan kemudian akan mati (Pracaya,2008).
Cara
pengendalian yang dilakukan untuk mengendalikan hama ini adalah :
- Secara kultur
teknis, dengan mempraktekkan penyiapan bedengan bermulsa plastik hitam perak,
mengatur pergiliran (rotasi) tanaman yang bukan sefamili, dan mengatur waktu
tanam yang baik (tepat).
- Secara biologi (hayati) dengan memanfaatkan musuh – musuh alami hama thrips, yaitu kumbang Coccinellidae, tungau predator, kepik Anthocoridae, dan kumbang Staphulinidae.
- Memasang perangkap perekat hama, misalnya dengan menggunakan Insect Adhesif Trap Paper (IATP) berwarna kuning.
- Monitoring hama untuk menentukan Ambang Kendali. Sebagai indikator, pada saat ditemukan 10 nimfa/ daun atau kerusakan tanaman mencapai 15 %, perlu dilakukan penyemprotan insektisida.
- Secara kimawi, dengan penyemprotan insektisida secara selektif, misalnya Mesurol 50 WP, Pegasusu 500 SC atau Perfekthion 400 EC, Agrimec 18 EC, Confidor 200 SL, Curacron 500EC, , pada waktu sore hari (Pracaya,2008).
- Secara biologi (hayati) dengan memanfaatkan musuh – musuh alami hama thrips, yaitu kumbang Coccinellidae, tungau predator, kepik Anthocoridae, dan kumbang Staphulinidae.
- Memasang perangkap perekat hama, misalnya dengan menggunakan Insect Adhesif Trap Paper (IATP) berwarna kuning.
- Monitoring hama untuk menentukan Ambang Kendali. Sebagai indikator, pada saat ditemukan 10 nimfa/ daun atau kerusakan tanaman mencapai 15 %, perlu dilakukan penyemprotan insektisida.
- Secara kimawi, dengan penyemprotan insektisida secara selektif, misalnya Mesurol 50 WP, Pegasusu 500 SC atau Perfekthion 400 EC, Agrimec 18 EC, Confidor 200 SL, Curacron 500EC, , pada waktu sore hari (Pracaya,2008).
1.2
Ulat Bawang (Spodoptera exigua)
Betina pada ulat grayak memiliki ukuran
panjang badan 20 - 25 mm, berumur 5 - 10 hari. Ulat grayak betina dapat bertelur
sampai dengan 1.500 butir. Telur
tersebut diletakkan secara berkelompok pada permukaan bawah daun atau
rerumputan rata-rata 100 butir, ditutupi sisik yang berwarna kelabu. Larva yang baru muncul sangat
aktif bergerak sambil makan dengan cara meraut bagian hijau daun pada ujung
daun dan beristirahat pada tepi daun muda yang digulung sehingga tidak udah
ditemukan Selain makan
daun, ulat grayak juga memotong pangkal batang tanaman muda dan tangkai malai.
Kerusakan berat biasanya terjadi setelah periode kering yang cukup lama yang
diikuti dengan hujan besar (Rahmawati, 2012).
Pengendalian Ulat
Grayak (Spodoptera sp.) dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Pengendalian secara kultur teknis
Beberapa upaya teknis untuk mengurangi
serangan ulat grayak adalah melakukan sanitasi lahan, pengolahan tanah (pencangkulan
dan penggaruan), dan penggiliran tanaman.
b. Pengendalian secara mekanis
Pengendalian ini dapat dilakukan dengan
penangkapan secara manual, terutama terhadap larva.
c. Pengendalian secara biologi
Pengendalian ini dapat dilakukan dengan
memanfaatkan musuh alami dari ulat grayak. Terdapat beberapa musuh alami ulat grayak baik dari jenis predator, parasitoid, maupun
patogen.
d. Pengendalian secara kimiawi
Ulat grayak tergolong jenis ulat yang mudah resisten terhadap suatu jenis bahan aktif pestisida. Oleh karena itu, penggiliran bahan aktif pestisida setiap kali penyemprotan merupakan kunci keberhasilan pengendalian Spodoptera sp..Penggantian bahan aktif dapat memutus resistensi ulat grayak terhadap pestisida(Rahmawati, 2012).
Ulat grayak tergolong jenis ulat yang mudah resisten terhadap suatu jenis bahan aktif pestisida. Oleh karena itu, penggiliran bahan aktif pestisida setiap kali penyemprotan merupakan kunci keberhasilan pengendalian Spodoptera sp..Penggantian bahan aktif dapat memutus resistensi ulat grayak terhadap pestisida(Rahmawati, 2012).
1.3
Kutu Putih Pada Pepaya(Paracoccus marginatus)
Kutu putih pepaya (Paracoccus marginatus) adalah hama polifag dan paling
banyak menimbulkan kerusakan pada tanaman pepaya. Selain pada tanaman pepaya,
hama ini menimbulkan kerusakan berat pada tanaman kamboja, kembang sepatu, dan
ubi kayu (Walker et al. 2003). Secara umum,
tumbuhan inang P. marginatus meliputi anggota
famili Acanthaceae, Annonaceae, Apocynaceae, Arecaceae, Caricaceae,
Convolvulaceae, Euphorbiaceae, Fabaceae, Lauraceae,
Malpighiaceae, Malvaceae, Poaceae, Polygonaceae, Rubiaceae, Rutaceae,
Solanaceae, Sterculiaceae, dan Verbenaceae.
Populasi kutu putih
pepaya apabila tidak dikendalikan dan ditekan dapat menyebabkan hasil panen
menurun hingga 58%. Keberadaan populasi kutu putih pepaya dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu faktor abiotik dan biotik, seperti temperatur,
kelembapan, kesuburan pertumbuhan
tanaman dan ukuran tanaman.
Hama kutu putih biasanya bergerombol sampai puluhan ribu ekor. Mereka merusak
dengan cara mengisap cairan. Semua bagian tanaman bisa diserangnya dari buah
sampai pucuk. Serangan pada pucuk menyebabkan daun kerdil dan keriput seperti
terbakar. Hama ini juga menghasilkan embun madu yang kemudian ditumbuhi
cendawan jelaga sehingga tanaman yang diserang akan berwarna hitam
(Amarasekare, 2008).
Pengendalian
1. Eradikasi/pemusnahan bagian yang terserang dan ditimbun/dikubur.
2. Sanitasi lingkungan/pengelolaan
pertanaman secara terpadu.
3. Tidak
menanam tanaman inang disekitarnya
4. Penyemprotan insektisida ber bahan MIPC fipronil, atau sesuai dengan anjuran
(Amarasekare, 2002).
Klasifikasi kutu ini
yaitu:
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class :Insecta
Ordo : Hemiptera
Family :Pseudococcidae
Genus :Paracoccus
Species :Paracoccus
marginatus
(Pracaya, 2007).
Kutu putih pepaya Paracoccus
marginatus merupakan hama baru yang menjadi masalah penting pada
pertanaman pepaya di Indonesia. Serangga ini diketahui keberadaan-nya
pertama kali pada bulan Mei 2008 pada tanaman pepaya di Kebun Raya Bogor, Jawa
Barat (Rauf 2008 dalam Pramayudi et al, 2012). Paracoccus.
marginatus termasuk jenis kutu-kutuan yang seluruh tubuhnya diselimuti
oleh lapisan lilin berwarna putih. Tubuhnya berbentuk oval dengan embelan
seperti rambut-rambut berwarna putih dengan ukuran yang pendek. Hama ini
terdiri dari jantan dan betina, dan memiliki beberapa fase perkembangan yaitu
fase telur, pradewasa (nimfa), dan imago. Telur P. marginatus berbentuk
bulat berwarna kuning kehijauan dan ditutupi oleh massa seperti kapas dan akan
menetas dalam waktu 10 hari setelah diletakkan Hama kutu putih biasanya
bergerombol sampai puluhan ribu ekor. Mereka merusak dengan cara mengisap
cairan. Gejala yang ditimbukan akibat serangan hama ini yakni daun kerdil
dan keriput seperti terbakar. Hama ini juga menghasilkan embun madu yang
kemudian ditumbuhi cendawan jelaga sehingga tanaman yang diserang akan berwarna
hitam.
Pengedalian kutu ini
dapat dilakukan dengan cara eradikasi/pemusnahan bagian yang terserang dan ditimbun/dikubur,
sanitasi lingkungan/pengelolaan pertanaman secara terpadu, tidak menanam
tanaman inang disekitarnya, dan penyemprotan insektisida berbahan MIPC
fipronil, atau sesuai dengan anjuran (Pracaya, 2007).
1.4
Kutu Putih Tanaman Nanas (Dysmicoccus brevipes)
Dysmicoccus brevipes adalah kutu putih yang berbentuk oval, berwarna agak
kehijau- hijauan, abu-abu atau kekuning-kuningan. Kutu ini mempunyai tipe
alat mulut menusuk menghisap. Serangga ini disebut kutu putih karena seluruh
tubuhnya ditutupi oleh lilin yang dikeluarkan oleh trilocular
pore pada kutikula melalui proses sekresi. Lilin-lilin ini merupakan
salah satu ciri morfologi untuk mengidentifikasi spesies imago betina. Imago
betina tidak aktif bergerak dan berkembang setelah melalui proses ganti kulit (moulting).Kutu
putih atau Dysmicoccus brevipes ini memiliki badan yang lunak,
berbentuk bulat memanjang, dan segmen tubuhnya jelas. Kutu ini mempunyai bagian
mulut yang berkembang menjadi stilet, tungkainya berkembang sempurna dan dalam
waktu satu tahun kutu putih ini dapat menghasilkan 6-7 generasi.
Beberapa spesies anggota famili Pseudococcidae ini
merupakan hama penting pada tanaman pangan, tanaman hias, maupun buah – buahan.
Hama ini menyerang dengan menusukkan stiletnya lalu menghisap cairan dalam
pembuluh tersebut. Tubuhnya berukuran sangat kecil dapat bersembunyi di bagian
pangkal daun, di kaliks, diantara pelepah daun dan batang, makhota bunga, serta
mampu bersembunyi di lekukan bagian tanaman yang terserang.
Dysmicocus brevipes berwarna merah muda dan lebih dikenal dengan sebutan mealybugnanas.
Serangga ini melewati tiga tahap larva sebelum menjadi dewasa. Imago betina D.
brevipesberkembangbiak secara partenogenesis yaitu dapat melahirkan nimfa
tanpa dibuahi jantan terlebih dahulu. Betina dewasa dapat menghasilkan
keturunan sekitar 234-1000crawler. Siklus hidup betina dewasa bervariasi
dari 31-80 hari, rata-rata sekitar 56 hari. Bentuk biseksual kutu putih
terdapat di Brasil dan Malaysia. Spesies ini tidak bertelur, sebaliknya ovovivipar yang
berarti hidup muda sebagai larva. Imago jantan dapat hidup selama
1-3 hari, sedangkan imago betina dapat hidup lebih lama sekitar 17- 49 hari.
Larva yang lebih dikenal dengan sebutan “crawler”
adalah tahap utama penyebaran spesies kutu putih. Larva mempunyai rambut
panjang yang membantu penyebarannya melalui angin. Larva tetap berlindung di
bawah tubuh imago dewasa sebelum diselubungi oleh lapisan lilin. Tahap larva
berlangsung selama 10-26 hari untuk instar pertama, 6-22 hari untuk instar
kedua dan 7-24 hari untuk instar ketiga. Periode larva total bervariasi dari
26-55 hari, dan rata-rata sekitar 34 hari. Kutu putih jantan memiliki dua
instar nimfa dengan masa perkembangan 9.9 dan 5.8 hari. Stadia prapupa dan pupa
masing-masing memerlukan waktu 2.5 dan 3.7 hari. Perkembangan dari instar
pertama sampai dewasa baik jantan maupun betina memerlukan waktu 24 hari.
Populasi kutu putih pada suatu lokasi pertanaman
sangat dipengaruhi oleh kondisi keanekaragaman inang, kondisi habitat dan
musim . Selain itu populasi kutu putih pada tanaman berbeda tergantung bagian
tanaman yang diserang dan suhu udara. Kelimpahan populasi dan penyebaran hama
pada tanaman sangat penting untuk dipelajari untuk mengungkapkan berbagai hal
tentang ekologinya. Hal ini diperlukan dalam upaya pencegahan perkembangan yang
lebih luas dan pengembangan upaya pengendaliannya.
Distribusi :
Penyebaran hama ini dilaporkan meluas di berbagai
negara seperti: Fiji, Jamaica, Australia, Afrika, Mexico, Micronesia, Taiwan
dan Asia Tenggara. D. brevipesberasal dari daerah tropik Amerika
dan menyebar luas ke seluruh wilayah zoogeografi, terutama daerah tropik dan
subtropik. D. brevipes merupakan kutu putih yang umum hidup di
Amerika Tengah dan Amerika Utara. Kutu putih jenis ini terdapat juga di Eropa,
Asia, Afrika, Hemisphere bagian barat, Oceania dan Australia. Hama ini pernah
menimbulkan masalah serius di beberapa negara di Asia Tenggara seperti
Malaysia, Filipina dan Thailand. Hama ini juga terdapat di pulau Jawa. Kutu
putih ini dilaporkan telah menyebar ke beberapa daerah di Indonesia seperti:
Bogor dan Subang (Jawa Barat), Simalungun (Sumatera Utara), Blitar (Jawa
Timur). Penyebaran kutu putih sangat mudah tersebar melalui bibit hasil
perbanyakan tanaman secara vegetatif yaitu: mahkota, tunas. Kutu putih dapat
disebarkan oleh angin, melalui media pembawa seperti bibit, orang dan terbawa
burung.
Gejala
Serangan :
Penyebaran kutu Dysmicoccus dapat
disebabkan oleh angin, bibit, manusia, serangga lain dan burung. Keberadaan
kutu yang cukup tinggi dan bersifat polipag mempunyai potensi menyebar yang
sangat cepat. Sifat biologisnya merusak tanaman dengan cara menusuk menghisap
cairan tanaman serta mengeluarkan racun, mengakibatkan terjadinya khlorosis,
kerdil, malformasi daun, daun muda dan buah rontok, banyak menghasilkan eksudat
berupa embun madu sampai menimbulkan kematian tanaman. Kutu putih ini memiliki
potensi merugikan secara ekonomis yang cukup tinggi.
Pengendalian :
- Cara Kultur Teknis
- Membajak tanah
- Mengurangi kepadatan buah
- Pembungkusan buah
- Membakar sisa tanaman
- Membersihkan Gulma
- Cara Biologi atau Hayati
- Menggunakan musuh alami seperti parasitoid dan
predator. Beberapa parasitoid antara lain Aenasius cariocus,A.
colombiensis, Anagyrus ananatisGahan,Euryhopauus propinquusKerrich, Hambletonia
pseudoccinadan Ptomastidae abnormis. Predator yang digunakan
untuk mengendalikan kutu putih yaituCryptolaemus
montrouzieriMulsant, Scymnus(Pullus) unicatusSicard
dan Scymnus pictus.
- Cara Kimiawi
- Mencegah semut dengan memberi kapur anti semut
- Menyemprot dengan insektisida dan fungisida yang
efektif dan terdaftar (Lestari, 2014).
1.5
Hama Ulat Pada Umbi Kentang (Phtorimaea operculella)
Gejala serangan
Gejala
serangan pada daun adalah jaringan epidermis daun yang melipat engan
warna merah kecoklatan atau bening transparan membentuk gulungan – gulungan.
Kalau lipatan ini dibuka, ada jalinan benang dan terdapat larva idalamnya.
Gulungan daun ini sering juga ditemukan pada bagian pucuk (titik tumbuh).
Apabila tidak dikendalikan, intensitas kerusakan dapat
mencapai hampir 100% terutama pada musim kemarau. Gejala serangan
pada umbi adalah adanya sekelompok kotoran berwarna putih kotor sampai merah
tua pada kulit umbi. Bila umbi di belah kelihatan larva dan lubang korok
(saluran) yang dibuat oleh larva sewaktu memakan daging umbi. Kerusakan berat
sering terjadi pada umbi kentang untuk bibit yang disimpan di dalam gudang
selama 3 – 5 bulan .
Inang Lainnya
Tomat,
datura, bit, terung, dan tembakau
Morfologi/Bioekologi
Serangga
dewasa berupa ngengat kecil yang berwarna coklat kelabu, ngengat aktif pada
malam hari. Pada siang hari ngengat bersembunyi di bawah helaian
daun
atau pada rak – rak penyimpanan umbi di gudang kentang. Seekor ngengat betina
mampu menghasilkan telur sebanyak + 98 butir. Lama stadia telur berkisar antara
10 – 16 hari. Telur berukuran kecil agak lonjong, berwarna putih
kekuningan
dan biasanya diletakkan pada permukaan bawah daun, pada batang atau di atas
umbi yang tersembul di permukaan tanah. Digudang penyimpanan,
telur
hampir selalu di letakkan di atas umbi. Lama stadia telur 5 – 11 hari.
Larva
berwarna putih kelabu dengan kepala coklat tua. Permukaan atas (dorsal)
memiliki bayangan hijau terang atau merah muda. Larva memakan permukaan
atas
daun dan cabang atau melipat daun dan hidup dibawah epidermis daun. Larva juga
melubangi umbi di kebun dan di gudang kentang. Lama hidup 21 – 35 hari. Panjang
larva sekitar 1 cm . Pupa (kepompong) terdapat dalam kokon yang
tertutup
butiran tanah berwarna kecoklatan. Di gudang pupa menempel pada bagian luar
umbi (biasanya disekitar mata tunas) atau pada rak – rak penyimpanan kentang.
Lamanya daur hidup 4 – 6 minggu .
Pencaran
Di
dunia hama ini telah masuk di benua Eropa, Asia, Afrika, Amerika Selatan,
Amerika Utara dan Oceania. Di Indonesia hama ini di laporkan terdapat diseluruh
wilayah seperti di pulau Sumatera, Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan, Sulawesi,
Maluku, dan Irian Jaya.
Pengendalian
a. Kultur Teknis
- Penggunaan
varietas tahan seperti varietas Granola, Cipanas, dan Desiree
- Pemilihan
umbi bibit yang sehat dan bebas dari serangan P. operculella.
- Pembuatan
guludan setinggi 40 cm untuk menutupi umbi kentang yang terbuka di permukaan
tanah akan menghindari peletakan telur pada umbi oleh ngengat. Telur ngengat
yang terbawa umbi menyebabkan hama ini berkembang di gudang.
- Menggunakan
mulsa jerami atau mulsa plastic hitam perak di guludan sehingga dapat menghalau
serangan P. operculella dimana mulsa plastic dapat menghalangi
imago P. operculella mencapai tanah pada saat akan menjadi pupa.
b. Fisik/Mekanik
- Pemasangan
feromonoid seks dilapangan sebanyak 40 buah perangkap/ha, dan jika dalam gudang
penyimpanan 2 buah perangkap/10 m2.
- Daun
yang terserang penggerek umbi dipetik, dikumpulkan dalam kantung plastik
kemudian dimusnahkan (dikubur atau dibakar bersama plastiknya). Ulat pemakan
daun dikumpulkan dan dimusnahkan.
c. Biologi
Pemanfaatan musuh alami seperti parasitoid Pristomerus
sp., Apanteles sp., Temelucha sp., predatorCopidosoma sp.,
dan patogen serangga Erynia aphitis
d. Kimia
- Jika
populasi larva P. operculella telah mencapai ambang kendali
(25 ngengat / trap pada MH, 100 ngengat / trap pada MK atau 20 larva / 10
tanaman contoh), tanaman kentang disemprot dengan insektisida kimia sintetik
(Siswanto, 2013).
II.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa:
1. Tanaman hortikultura memiliki banyak hama
dengan tipe mulut haustelata maupun mandibulata.
2. Serangan hama dapat ditanggulangi dengan
pengendalian, baik secara mekanis, kultur teknis, hayati, maupun kimiawi.
DAFTAR PUSTAKA
Amarasekare,
K.G., C.M. Mannion, L.S. Osborne, and N.D. Epsky. 2008.
Life History of Paracoccus marginatus (Hemiptera:
Psudococcidae) on four host plant spesies
under Laboratory Condition.
Environ Entomol. 37(3): 630- 635.Awmack C.S. &
S.R. Leather,. 2002. Host Plant Quality and Fecundity in
Herbivoro Insect. Annu Reu Entomol, 47: 817-844.
Borror,
D. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Yogyakarta, UGM Press.
Lestari, T. 2014. Hama Kutu Putih Dysmicoccus brevipes (Cockerell).
POPT Ahli Pertama pada Balai Karantina Pertanian Kelas II. Gorontalo
Pracaya.
2007. Hama dan Peyakit
Tanaman. Penebar Swadaya: Jakarta
Pracaya.2008.Hama
dan penyakit Tanaman. Jakarta : Penebar Swadaya.
Rahmawati, R. 2012. Cepat &
Tepat Berantas Hama & Penyakit Tanaman. Penerbit Pustaka Baru Press.
Yogyakarta
Siswanto. 2013. Penggerek Umbi Kentang. http://pengenalanhama.blogspot.co.id/2013/08/penggerek-umbi-kentang-phthorimaea.html. Diakses pada tanggal 13 April 2016.
Tarumingkeng, R.C. 1994. Dinamika Populasi
Kajian Ekologi Kuantitatif. Pustaka Sinar Harapan dan Universitas Kristen
Krida Wacana. Jakarta. http://bbpadi.litbang.pertanian.go.id/index.php/berita/info-teknologi/content/104-pengendalian-hama-tikus-terpadu. Diakses pada tanggal 13 April 2016
0 comments:
Post a Comment