Thursday, April 21, 2016

PENGENALAN HAMA TANAMAN HORTIKULTURA

PENGENALAN HAMA TANAMAN HORTIKULTURA
(Laporan Praktikum Pengendalian Hama Tanaman)






Oleh

Indah Dewi Saputri
1414121109
Kelompok 7














LABORATORIUM ILMU HAMA TANAMAN
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016





I.                   PEMBAHASAN


1.1         Thrips sp
Panjang thrips sekitar 1-2 mm, badanya berwarna hitam, kadang ada titik merah atau garis merah, datar dan langsing. Sementara itu warna thrips yang masih muda ada yang pucat keputihan, kekuningan atau jernih, serta kulit mengkilap jingga atau merah. Bagian mulut thrips digunakan untuk menusuk dan mengisap. Thrips mengisap cairan dari permukaan daun sehingga akan terjadi  bercak yang berwarna putih, seperti perakBerupa bintik hitam pada tepi mahkota bunga dan merusak bentuk bungaSerangan pada daun menyebabkan jaringan daun bagian bawah habis dan yang tersisa hanya jaringan daun bagian atas yang berwarna putih terang(Tarumingkeng,1994).

Pengendalian hama ini dilakukan dengan:
a.       Kultur teknis, bagian tunas yang terserang dipotong, kemudian dibakar atau ditimbun dalam tanah.
b.      Kimiawi, penggunaan insektisida secara efektif, sesuai anjuran dan bijaksana.

Hama thrips sangat mudah untuk ditemukan di areal pertanaman. Bentuk tubuhnya langsing dengan panjang sekitar 1-2 mm, berwarna hitam dengan bintik-bintik atau garis merah. Telur thrips berbentuk oval. Telur menetas menjadi nimfa, tidak bisa terbang dan hanya meloncat-loncat. Thrips muda (nimfa) biasanya berwarna agak keputihan, kekuningan, hingga kemerahan. Serangga dewasa (imago) berwarna kuning pucat, coklat atau hitam. Thrips akan berubah warna menjadi lebih gelap pada suhu rendah. serangga betina memiliki dua pasang sayap kecil dan terdapat rambut berumbai di bagian samping tubuhnya,

sedangkan serangga jantannya tidak bersayap. Thrips memiliki mulut asimetris yang berfungsi untuk menusuk dan menghisap tanaman, terutama pada bagian daun muda, kuncup atau tunas, bunga, dan buah muda. Masing-masing tanaman memiliki ketahanan yang berbeda terhadap spesies thrips, tergantung pada ketebalan epidermisnya (Borror,1996).

Gejala yang ditimbulkan oleh hama ini adalah sebagai berikut :
Dampak langsung serangan : Gejala awal pada permukaan bawah daun berwarna keperak – perakan mengkilat, dan pada serangan lanjut daun akan berwarna coklat, hingga proses metabolisme akan terganggu. Selanjutnya pada daun akan menjadi keriting dan keriput . Pada serangan berat, daun, pucuk serta tunas menggulung ke dalam dan timbul benjolan seperti tumor dan pertumbuhan tanamanterhambat, kerdil bahkan pucuk mati. Serangan pada buah menimbulkan bercak – bercak kecoklatan pada pangkal buah, sehingga kualitas buah sangat menurun.

Dampak secara tidak langsung : Trips merupakan vektor penyakit virus mosaik dan virus keriting. Gejala serangan awal timbul akibat hama menghisap cairan permukaan bawah daun dan atau bunga ditandai oleh bercak – bercak keperakan mengkilat, daun akan menjadi keriting atau keriput. Jika serangan terjadi pada awal pertanaman maka akan terjadi gejala fatal berupa penyakit kerdil (dwarfing) dan pada akhirnya layu dan kemudian akan mati (Pracaya,2008).

Cara pengendalian yang dilakukan untuk mengendalikan hama ini adalah :
- Secara kultur teknis, dengan mempraktekkan penyiapan bedengan bermulsa plastik hitam perak, mengatur pergiliran (rotasi) tanaman yang bukan sefamili, dan mengatur waktu tanam yang baik (tepat).
- Secara biologi (hayati) dengan memanfaatkan musuh – musuh alami hama thrips, yaitu kumbang Coccinellidae, tungau predator, kepik Anthocoridae, dan kumbang Staphulinidae.
Memasang perangkap perekat hama, misalnya dengan menggunakan Insect Adhesif Trap Paper (IATP) berwarna kuning.
- Monitoring hama untuk menentukan Ambang Kendali. Sebagai indikator, pada saat ditemukan 10 nimfa/ daun atau kerusakan tanaman mencapai 15 %, perlu dilakukan penyemprotan insektisida.
 Secara kimawi, dengan penyemprotan insektisida secara selektif, misalnya Mesurol 50 WP, Pegasusu 500 SC atau Perfekthion 400 EC, Agrimec 18 EC, Confidor 200 SL, Curacron 500EC, , pada waktu sore hari (Pracaya,2008).

1.2         Ulat Bawang (Spodoptera exigua)
Betina pada ulat grayak memiliki ukuran panjang badan 20 - 25 mm, berumur 5 - 10 hari.  Ulat grayak betina dapat bertelur sampai dengan 1.500 butir.  Telur tersebut diletakkan secara berkelompok pada permukaan bawah daun atau rerumputan rata-rata 100 butir, ditutupi sisik yang berwarna kelabu.  Larva yang baru muncul sangat aktif bergerak sambil makan dengan cara meraut bagian hijau daun pada ujung daun dan beristirahat pada tepi daun muda yang digulung sehingga tidak udah ditemukan  Selain makan daun, ulat grayak juga memotong pangkal batang tanaman muda dan tangkai malai. Kerusakan berat biasanya terjadi setelah periode kering yang cukup lama yang diikuti dengan hujan besar (Rahmawati, 2012).

Pengendalian Ulat Grayak (Spodoptera sp.) dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a.         Pengendalian secara kultur teknis

            Beberapa upaya teknis untuk mengurangi serangan ulat grayak adalah melakukan sanitasi lahan,                     pengolahan tanah (pencangkulan dan penggaruan), dan penggiliran tanaman.
b.        Pengendalian secara mekanis
           Pengendalian ini dapat dilakukan dengan penangkapan secara manual, terutama terhadap larva.   
c.         Pengendalian secara biologi
           Pengendalian ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami dari ulat grayak.  Terdapat                     beberapa musuh alami ulat grayak baik dari jenis predator, parasitoid, maupun patogen.
d.        Pengendalian secara kimiawi
Ulat grayak tergolong jenis ulat yang mudah resisten terhadap suatu jenis bahan aktif                     pestisida.  Oleh karena itu, penggiliran bahan aktif pestisida setiap kali penyemprotan merupakan       kunci keberhasilan pengendalian Spodoptera sp..Penggantian bahan aktif dapat memutus resistensi     ulat grayak terhadap pestisida(Rahmawati, 2012).

1.3         Kutu Putih Pada Pepaya(Paracoccus marginatus)
Kutu putih pepaya (Paracoccus marginatus) adalah hama polifag dan paling banyak menimbulkan kerusakan pada tanaman pepaya. Selain pada tanaman pepaya, hama ini menimbulkan kerusakan berat pada tanaman kamboja, kembang sepatu, dan ubi kayu (Walker et al. 2003). Secara umum, tumbuhan inang P. marginatus meliputi anggota famili Acanthaceae, Annonaceae, Apocynaceae, Arecaceae, Caricaceae, Convolvulaceae,  Euphorbiaceae,  Fabaceae,  Lauraceae,  Malpighiaceae, Malvaceae, Poaceae, Polygonaceae, Rubiaceae, Rutaceae, Solanaceae, Sterculiaceae, dan Verbenaceae.

Populasi kutu putih pepaya apabila tidak dikendalikan dan ditekan dapat menyebabkan hasil panen menurun hingga 58%. Keberadaan populasi kutu putih pepaya dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor abiotik dan biotik, seperti temperatur, kelembapan, kesuburan pertumbuhan  tanaman  dan ukuran  tanaman. Hama kutu putih biasanya bergerombol sampai puluhan ribu ekor. Mereka merusak dengan cara mengisap cairan. Semua bagian tanaman bisa diserangnya dari buah sampai pucuk. Serangan pada pucuk menyebabkan daun kerdil dan keriput seperti terbakar. Hama ini juga menghasilkan embun madu yang kemudian ditumbuhi cendawan jelaga sehingga tanaman yang diserang akan berwarna hitam (Amarasekare, 2008).

   Pengendalian 
    1. Eradikasi/pemusnahan bagian yang terserang dan ditimbun/dikubur.
    2. Sanitasi lingkungan/pengelolaan pertanaman secara terpadu.
    3. Tidak menanam tanaman inang  disekitarnya
    4. Penyemprotan  insektisida  ber bahan  MIPC fipronil, atau sesuai dengan anjuran (Amarasekare, 2002).

Klasifikasi kutu ini yaitu:
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Class :Insecta
Ordo : Hemiptera
Family :Pseudococcidae
Genus :Paracoccus
Species :Paracoccus marginatus
(Pracaya, 2007).

Kutu putih pepaya Paracoccus marginatus merupakan hama baru yang menjadi masalah penting pada pertanaman pepaya di Indonesia.  Serangga ini diketahui keberadaan-nya pertama kali pada bulan Mei 2008 pada tanaman pepaya di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat (Rauf 2008 dalam Pramayudi et al, 2012). Paracoccus. marginatus termasuk jenis kutu-kutuan yang seluruh tubuhnya diselimuti oleh lapisan lilin berwarna putih.  Tubuhnya berbentuk oval dengan embelan seperti rambut-rambut berwarna putih dengan ukuran yang pendek.  Hama ini terdiri dari jantan dan betina, dan memiliki beberapa fase perkembangan yaitu fase telur, pradewasa (nimfa), dan imago.  Telur P. marginatus berbentuk bulat berwarna kuning kehijauan dan ditutupi oleh massa seperti kapas dan akan menetas dalam waktu 10 hari setelah diletakkan  Hama kutu putih biasanya bergerombol sampai puluhan ribu ekor. Mereka merusak dengan cara mengisap cairan.  Gejala yang ditimbukan akibat serangan hama ini yakni daun kerdil dan keriput seperti terbakar.  Hama ini juga menghasilkan embun madu yang kemudian ditumbuhi cendawan jelaga sehingga tanaman yang diserang akan berwarna hitam.

Pengedalian kutu ini dapat dilakukan dengan cara eradikasi/pemusnahan bagian yang terserang dan ditimbun/dikubur, sanitasi lingkungan/pengelolaan pertanaman secara terpadu, tidak menanam tanaman inang disekitarnya, dan penyemprotan insektisida berbahan MIPC fipronil, atau sesuai dengan anjuran (Pracaya, 2007).

1.4         Kutu Putih Tanaman Nanas (Dysmicoccus brevipes)
Dysmicoccus brevipes adalah kutu putih yang berbentuk oval, berwarna agak kehijau- hijauan, abu-abu atau kekuning-kuningan. Kutu ini mempunyai tipe alat mulut menusuk menghisap. Serangga ini disebut kutu putih karena seluruh tubuhnya ditutupi oleh lilin yang dikeluarkan oleh trilocular pore pada kutikula melalui proses sekresi. Lilin-lilin ini merupakan salah satu ciri morfologi untuk mengidentifikasi spesies imago betina. Imago betina tidak aktif bergerak dan berkembang setelah melalui proses ganti kulit (moulting).Kutu putih atau Dysmicoccus brevipes ini memiliki badan yang lunak, berbentuk bulat memanjang, dan segmen tubuhnya jelas. Kutu ini mempunyai bagian mulut yang berkembang menjadi stilet, tungkainya berkembang sempurna dan dalam waktu satu tahun kutu putih ini dapat menghasilkan 6-7 generasi.

Beberapa spesies anggota famili Pseudococcidae ini merupakan hama penting pada tanaman pangan, tanaman hias, maupun buah – buahan. Hama ini menyerang dengan menusukkan stiletnya lalu menghisap cairan dalam pembuluh tersebut. Tubuhnya berukuran sangat kecil dapat bersembunyi di bagian pangkal daun, di kaliks, diantara pelepah daun dan batang, makhota bunga, serta mampu bersembunyi di lekukan bagian tanaman yang terserang.

Dysmicocus brevipes berwarna merah muda dan lebih dikenal dengan sebutan mealybugnanas. Serangga ini melewati tiga tahap larva sebelum menjadi dewasa. Imago betina D. brevipesberkembangbiak secara partenogenesis yaitu dapat melahirkan nimfa tanpa dibuahi jantan terlebih dahulu. Betina dewasa dapat menghasilkan keturunan sekitar 234-1000crawler. Siklus hidup betina dewasa bervariasi dari 31-80 hari, rata-rata sekitar 56 hari. Bentuk biseksual kutu putih terdapat di Brasil dan Malaysia. Spesies ini tidak bertelur, sebaliknya ovovivipar yang berarti hidup muda sebagai larvaImago jantan dapat hidup selama 1-3 hari, sedangkan imago betina dapat hidup lebih lama sekitar 17- 49 hari.
Larva yang lebih dikenal dengan sebutan “crawler” adalah tahap utama penyebaran spesies kutu putih. Larva mempunyai rambut panjang yang membantu penyebarannya melalui angin. Larva tetap berlindung di bawah tubuh imago dewasa sebelum diselubungi oleh lapisan lilin. Tahap larva berlangsung selama 10-26 hari untuk instar pertama, 6-22 hari untuk instar kedua dan 7-24 hari untuk instar ketiga. Periode larva total bervariasi dari 26-55 hari, dan rata-rata sekitar 34 hari. Kutu putih jantan memiliki dua instar nimfa dengan masa perkembangan 9.9 dan 5.8 hari. Stadia prapupa dan pupa masing-masing memerlukan waktu 2.5 dan 3.7 hari. Perkembangan dari instar pertama sampai dewasa baik jantan maupun betina memerlukan waktu 24 hari.
Populasi kutu putih pada suatu lokasi pertanaman sangat dipengaruhi oleh kondisi keanekaragaman inang, kondisi habitat dan musim . Selain itu populasi kutu putih pada tanaman berbeda tergantung bagian tanaman yang diserang dan suhu udara. Kelimpahan populasi dan penyebaran hama pada tanaman sangat penting untuk dipelajari untuk mengungkapkan berbagai hal tentang ekologinya. Hal ini diperlukan dalam upaya pencegahan perkembangan yang lebih luas dan pengembangan upaya pengendaliannya.

Distribusi :
Penyebaran hama ini dilaporkan meluas di berbagai negara seperti: Fiji, Jamaica, Australia, Afrika, Mexico, Micronesia, Taiwan dan Asia Tenggara. D. brevipesberasal dari daerah tropik Amerika dan menyebar luas ke seluruh wilayah zoogeografi, terutama daerah tropik dan subtropik. D. brevipes merupakan kutu putih yang umum hidup di Amerika Tengah dan Amerika Utara. Kutu putih jenis ini terdapat juga di Eropa, Asia, Afrika, Hemisphere bagian barat, Oceania dan Australia. Hama ini pernah menimbulkan masalah serius di beberapa negara di Asia Tenggara seperti Malaysia, Filipina dan Thailand. Hama ini juga terdapat di pulau Jawa. Kutu putih ini dilaporkan telah menyebar ke beberapa daerah di Indonesia seperti: Bogor dan Subang (Jawa Barat), Simalungun (Sumatera Utara), Blitar (Jawa Timur). Penyebaran kutu putih sangat mudah tersebar melalui bibit hasil perbanyakan tanaman secara vegetatif yaitu: mahkota, tunas. Kutu putih dapat disebarkan oleh angin, melalui media pembawa seperti bibit, orang dan terbawa burung.

Gejala Serangan :
Penyebaran kutu Dysmicoccus dapat disebabkan oleh angin, bibit, manusia, serangga lain dan burung. Keberadaan kutu yang cukup tinggi dan bersifat polipag mempunyai potensi menyebar yang sangat cepat. Sifat biologisnya merusak tanaman dengan cara menusuk menghisap cairan tanaman serta mengeluarkan racun, mengakibatkan terjadinya khlorosis, kerdil, malformasi daun, daun muda dan buah rontok, banyak menghasilkan eksudat berupa embun madu sampai menimbulkan kematian tanaman. Kutu putih ini memiliki potensi merugikan secara ekonomis yang cukup tinggi.
   
Pengendalian :
  1. Cara Kultur Teknis
- Membajak tanah
- Mengurangi kepadatan buah
- Pembungkusan buah
- Membakar sisa tanaman
- Membersihkan Gulma
  1. Cara Biologi atau Hayati
- Menggunakan musuh alami seperti parasitoid dan predator. Beberapa parasitoid antara lain Aenasius cariocus,A. colombiensisAnagyrus ananatisGahan,Euryhopauus propinquusKerrich, Hambletonia pseudoccinadan Ptomastidae abnormis. Predator yang digunakan untuk    mengendalikan kutu putih yaituCryptolaemus montrouzieriMulsant, Scymnus(Pullus) unicatusSicard dan Scymnus pictus.
  1. Cara Kimiawi
- Mencegah semut dengan memberi kapur anti semut
- Menyemprot dengan insektisida dan fungisida yang efektif dan terdaftar (Lestari, 2014).

1.5         Hama Ulat Pada Umbi Kentang (Phtorimaea operculella)
Gejala serangan
Gejala serangan pada daun adalah jaringan epidermis daun yang melipat  engan warna merah kecoklatan atau bening transparan membentuk gulungan – gulungan. Kalau lipatan ini dibuka, ada jalinan benang dan terdapat larva idalamnya. Gulungan daun ini sering juga ditemukan pada bagian pucuk (titik tumbuh). Apabila tidak dikendalikan, intensitas kerusakan dapat mencapai  hampir 100% terutama pada musim kemarau. Gejala serangan pada umbi adalah adanya sekelompok kotoran berwarna putih kotor sampai merah tua pada kulit umbi. Bila umbi di belah kelihatan larva dan lubang korok (saluran) yang dibuat oleh larva sewaktu memakan daging umbi. Kerusakan berat sering terjadi pada umbi kentang untuk bibit yang disimpan di dalam gudang selama 3 – 5 bulan .

Inang Lainnya
Tomat, datura, bit, terung, dan tembakau

Morfologi/Bioekologi
Serangga dewasa berupa ngengat kecil yang berwarna coklat kelabu, ngengat aktif pada malam hari. Pada siang hari ngengat bersembunyi di bawah helaian
daun atau pada rak – rak penyimpanan umbi di gudang kentang. Seekor ngengat betina mampu menghasilkan telur sebanyak + 98 butir. Lama stadia telur berkisar antara 10 – 16 hari. Telur berukuran kecil agak lonjong, berwarna putih
kekuningan dan biasanya diletakkan pada permukaan bawah daun, pada batang atau di atas umbi yang tersembul di permukaan tanah. Digudang penyimpanan,
telur hampir selalu di letakkan di atas umbi. Lama stadia telur 5 – 11 hari.
Larva berwarna putih kelabu dengan kepala coklat tua. Permukaan atas (dorsal) memiliki bayangan hijau terang atau merah muda. Larva memakan permukaan
atas daun dan cabang atau melipat daun dan hidup dibawah epidermis daun. Larva juga melubangi umbi di kebun dan di gudang kentang. Lama hidup 21 – 35 hari. Panjang larva sekitar 1 cm . Pupa (kepompong) terdapat dalam kokon yang
tertutup butiran tanah berwarna kecoklatan. Di gudang pupa menempel pada bagian luar umbi (biasanya disekitar mata tunas) atau pada rak – rak penyimpanan kentang. Lamanya daur hidup 4 – 6 minggu .

Pencaran
Di dunia hama ini telah masuk di benua Eropa, Asia, Afrika, Amerika Selatan, Amerika Utara dan Oceania. Di Indonesia hama ini di laporkan terdapat diseluruh wilayah seperti di pulau Sumatera, Jawa, Bali, NTB, NTT, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya.


Pengendalian
a. Kultur Teknis
Penggunaan varietas tahan seperti varietas Granola, Cipanas, dan Desiree
Pemilihan umbi bibit yang sehat dan bebas dari serangan P. operculella.
Pembuatan guludan setinggi 40 cm untuk menutupi umbi kentang yang terbuka di permukaan tanah akan menghindari peletakan telur pada umbi oleh ngengat. Telur ngengat yang terbawa umbi menyebabkan hama ini berkembang di gudang.
Menggunakan mulsa jerami atau mulsa plastic hitam perak di guludan sehingga dapat menghalau serangan P. operculella dimana mulsa plastic dapat menghalangi imago P. operculella mencapai tanah pada saat akan menjadi pupa.

b. Fisik/Mekanik
Pemasangan feromonoid seks dilapangan sebanyak 40 buah perangkap/ha, dan jika dalam gudang penyimpanan 2 buah perangkap/10 m2.
Daun yang terserang penggerek umbi dipetik, dikumpulkan dalam kantung plastik kemudian dimusnahkan (dikubur atau dibakar bersama plastiknya). Ulat pemakan daun dikumpulkan dan dimusnahkan.
c. Biologi
 Pemanfaatan musuh alami seperti parasitoid Pristomerus sp., Apanteles sp., Temelucha sp., predatorCopidosoma sp., dan patogen serangga Erynia aphitis
d. Kimia
Jika populasi larva P. operculella telah mencapai ambang kendali (25 ngengat / trap pada MH, 100 ngengat / trap pada MK atau 20 larva / 10 tanaman contoh), tanaman kentang disemprot dengan insektisida kimia sintetik (Siswanto, 2013).



II. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa:
     1.      Tanaman hortikultura memiliki banyak hama dengan tipe mulut haustelata maupun mandibulata.
     2.      Serangan hama dapat ditanggulangi dengan pengendalian, baik secara mekanis, kultur teknis, hayati,              maupun kimiawi.



DAFTAR PUSTAKA


Amarasekare, K.G., C.M. Mannion, L.S. Osborne,  and  N.D.  Epsky.  2008. Life History of Paracoccus marginatus (Hemiptera: Psudococcidae) on four host plant  spesies      under Laboratory     Condition.     Environ Entomol. 37(3): 630- 635.Awmack C.S.  &  S.R.  Leather,.  2002. Host Plant Quality and Fecundity in Herbivoro Insect.  Annu  Reu Entomol, 47: 817-844.

Borror, D. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Yogyakarta, UGM Press.
Lestari, T. 2014. Hama Kutu Putih Dysmicoccus brevipes (Cockerell).
POPT Ahli Pertama pada Balai Karantina Pertanian Kelas II. Gorontalo
Pracaya.  2007.  Hama dan Peyakit Tanaman.  Penebar Swadaya: Jakarta

Pracaya.2008.Hama dan penyakit Tanaman. Jakarta : Penebar Swadaya.
Rahmawati, R. 2012. Cepat & Tepat Berantas Hama & Penyakit Tanaman. Penerbit Pustaka Baru Press. Yogyakarta
Siswanto. 2013. Penggerek Umbi Kentang. http://pengenalanhama.blogspot.co.id/2013/08/penggerek-umbi-kentang-phthorimaea.html. Diakses pada tanggal 13 April 2016.


Tarumingkeng, R.C. 1994. Dinamika Populasi Kajian Ekologi Kuantitatif. Pustaka Sinar Harapan dan Universitas Kristen Krida Wacana. Jakarta. http://bbpadi.litbang.pertanian.go.id/index.php/berita/info-teknologi/content/104-pengendalian-hama-tikus-terpadu. Diakses pada tanggal 13 April 2016

0 comments:

Post a Comment

 
Envy White Rose Blogger Template by Ipietoon Blogger Template