Thursday, December 1, 2016

Laporan Praktikum ITPG: Dormansi Biji Gulma








DORMANSI BIJI GULMA
(Laporan Praktikum Ilmu dan Teknik Pengendalian Gulma)




Oleh
Kelompok 4
Rio Anugrah Putra
Diah Agustianingsih
1314121153
1414121069
Dion Auguta W.
1414121076
Erik Suwandana
1414121082
Heppy Kurniati
1414121099
Indah Dewi Saputri
1414121101
Izzaturrijal
1414121116
                                                                           










LABORATORIUM GULMA
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016






          I.       PENDAHULUAN


1.1  Pendahuluan

Gulma merupakan tumbuhan yang  merugikan manusia, sehingga manusia beruaha untuk mengendalikannya. Gulma secara langsung maupun tidak langsung merugikan tanaman budidaya. Pengenalan suatu jenis gulma dapat dilakukan dengan melihat keadaan morfologinya, habitatnya, dan bentuk pertumbuhanya. Gulma mampu berkembangbiak secara generatif maupun vegetatif. Perkembangbiakan gulma secara generatif dapat melalui biji, dimana biji-biji gulma dapat tersebar jauh karena ukurannya kecil sehingga dapat terbawa angin, air, hewan ataupun bulu-bulu (rambut halus) yang menempel pada biji.

Gulma memiliki 3 kriteria utama yakni: kompetitif, persisten, dan merugikan. Yang menyebabkan guma memiliki keriteria diatas salah satunya adalah memiliki dormansi yang tinggi. Dormansi merupakan masa istirahat dari organ tumbuhan dikarenakan keadaan organ atau lingkungan tidak mendukung untuk pertumbuhan atau keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan untuk pertumbuhannya. Dormansi pada benih gulma, tergantung pada jenis tanaman dan tipe dari dormansinya. Pertumbuhan tidak akan terjadi selama benih belum melalui masa dormansinya, atau sebelum dikenakansuatu perlakuan khusus terhadap benih tersebut (soetopo, 2002).

Dormansi dapat menjadikan biji- biji gulma tahan bertahun-tahun dalam tanah dan hanya akan berkecambah dan tumbuh bila keadaan lingkungannya menguntungkan.Biji-biji gulma yang berada dalam tanah tersebut mempunyai tingkat dormansi yang berbeda-beda, sehingga perkecambahan dari suatu populasi biji gulma tidak terjadi secara serentak.Keadaan ini mengakibatkan biji-biji gulma
dalam tanah akan tetap menjadi masalah selama biji-biji tersebut masih ada. Berdasarkan karakter dan faktor-faktor yang menjadi penyebabnya, beberapa pakar biologi membedakan dormansi menjadi 3 macam yaitu:  bawaan (innate), rangsangan dan  paksaan (enforced). Oleh karena itu, pada praktikum dormansibiji gulma, praktikan akan mengamati jenis dormansi primer dan paksaan, kemampuan biji gulma mengalami dormansi dan pemecahan dormansi sehingga praktikan akan lebih paham mengenai dormansi biji gulma dengandemikian harapannyasetelah praktikum ini praktikan akan dapat menemukan solusi dalam pengendalian gulma yang memiliki daya dormansi tinggi secara efisien.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:
1.      Mengetahui jenis-jenis dormansi pada biji gulma.
2.      Mengetahui kemampuan organ perbanyakan (biji) gulma mengalami dormansi dan pemecahan dormansi.







                              II.            TINJAUAN PUSTAKA


Dormansi merupakan terhambatnya proses metabolisme dalam biji dan merupakan masa istirahat biji sehingga proses perkecambahan tidak dapat terjadi, yang disebabkan karena adanya pengaruh dari dalam dan luar biji. Dapat berlangsung dalam waktu yang sangat bervariasi (harian-tahunan) tergantung oleh jenis tanaman dan pengaruh lingkungannya. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari kulit, keadaan fisiologis dari embrio, atau kombinasi dari kedua keadaan tersebut. Dormansi benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Pretreatment skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo (Salisbury, 1995).

Dormansi juga merupakan mekanisme pertahanan diri dalam suhu yang sangat rendah pada musim dingin atau kering di musim panas yang merupakan bagian paling penting dalam perjalanan hidup tanaman. Dormansi harus berjalan pada saat yang tepat dan membebaskan diri apabila kondisi memungkinkan untuk memulai pertumbuhan (Guritno & Sitompul, 1995).

Skarifikasi merupakan salah satu upaya pretreatment atau perlakuan awal pada benih yang ditujukan untuk mematahkan dormansi dan mempercepat terjadinya perkecambahan benih yang seragam. Skarifikasi (pelukaan kulit benih) adalah cara untuk memberikan kondisi benih yang impermeabel menjadi permeabel melalui penusukan; pembakaran, pemecahan, pengikiran, dan penggoresan dengan bantuan pisau, jarum, pemotong kuku, kertas, amplas, dan alat lainnya. Kulit benih yang permeabel memungkinkan air dan gas dapat masuk ke dalam benih sehingga proses imbibisi dapat terjadi. Benih yang diskarifikasi akan menghasilkan proses imbibisi yang semakin baik. Air dan gas akan lebih cepat masuk ke dalam benih karena kulit benih yang permeabel. Air yang masuk ke dalam benih menyebabkan proses metabolisme dalam benih berjalan lebih cepat akibatnya perkecambahan yang dihasilkan akan semakin baik (Juhanda, 2013).

Variasi umur benih suatu tanaman sangatlah beragam, namun juga bukan berarti bahwa benih yang telah masak akan hidup selamanya. Seperti, kondisi penyimpanan selalu mempengaruhi daya hidup benih. Meningkatnya kelembaban biasanya mempercepat hilangnya daya hidup, walaupun beberapa biji dapat hidup lebih lama dalam air. Penyimpanan dalam botol atau di udara terbuka pada suhu sedang sampai tinggi menyebabkan biji kehilangan air dan sel akan pecah apabila biji diberi air. Pecahnya sel melukai embrio dan melepaskan hara yang merupakan bahan yang baik bagi pertumbuhan pathogen penyakit. Tingkat oksigen normal umumnya mempengaruhi dan merugikan masa hidup biji. Kehilangan daya hidup terbesar bila benih disimpan dalam udara lembab dengan suhu 35oC atau lebih (Dwidjoseputro, 1985).

Dormansi dibagi menjadi dua macam yaitu dormansi primer dan sekunder. Dormansi primer merupakan bentuk dormansi yang paling umum dan terdiri atas dua macam yaitu dormansi eksogen dan dormansi endogen. Dormansi eksogen adalah kondisi dimana persyaratan penting untuk perkecambahan (air, cahaya, suhu) tidak tersedia bagi benih sehingga gagal berkecambah. Tipe dormansi ini biasanyaberkaitan dengan sifat fisik kulit benih (seed coat ). Tetapi kondisi cahaya ideal dan stimulus lingkungan lainnya untuk perkecambahan mungkin tidak tersedi.  Sedangakan dormansi sekunder adalah benih non dorman yang mengalami kondisi yang menyebabkannya menjadi dorman. Penyebabnya kemungkinan benih terekspos kondisi yang ideal untuk terjadinyaperkecambahan kecuali satu yang tidak terpenuhi  (soejadi 2002).


III. METODOLOGI PRAKTIKUM


3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratruim Ilmu Gulma, Jurusan Agrteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada hari senin, 01 November 2016 pukul 15.00-1700WIB.

3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan adalah cawan petri, gabus, kertas merang, pot kecil, spreyer, dan plastik merah. Sedangkan bahan yang digunakan adalah tanah, air, benih gulma Cyperus killingia, Asistasia intrusa, dan Rotboelia exaltata.

3.3 Prosedur prktikum
Prosedur pelaksanaan pada praktikum dormansi biji gulma adalah sebagai berikut:
Dormansi Primer
1.      Disiapkan organ perkembangan biji gulmayang sudah kering/tua dari glngan gulma daun lebar, rumput, teki dan benih tanaman sawi hijau masing-masing sebanyak 50 butir/buah
2.      Disiapkan cawan petri yang sudah diberi media kertas merang dan gabus yang sudah dibasahi sebanyak 4 cawan.
3.      Dimasukin benih/biji gulma dan biji tanaman sawi hijau kedalamnya sebanyak 50 butir, dan lakukan pemeliharaan dengan menjaga kelembaban maupun syarat pertumbuhan yang diperlukan.
4.      Dihitung kecambah yang muncul setiap minggu hingga 4 minggu setelah tanam.



Dormansi Paksaan
1.      Disiapkan tanah dari lapisan olah lahan budidaya/petanian (kedalaman 0-20 cm) sebanyak 4 pot berukuran sekitar 1 kg tanah lembab.
2.      Tanah yang telahb tersedia dalam 2 pot disiram dan dijaga kelembabannyakemudian letakkan 1 pot pada tempat terbuka/sinar penuh dan 1 pot ditempat ternaungi/tidak ada sinar. Lakukan juga dalam 2 pot yang lain dengan tetap dalam keadaan kering serta letakkan seperti perlakuan yang disiram.
3.      Diamati dan dicatat jumlah maupun jenis biji gulma apasaja yang tumbuh setiap minggu hingga pengamatan minggu ke





IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil

Adapun hasil pengamatan yang didapat pada praktikum ini adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Pengamatan dormansi primer : jumlah kecambah yang muncul
No
Jenis Gulma atau Tanaman
Waktu Pengamatan (MST)
1
2
3
4
1
Cyperus kyllingea
0
2
2
2
2
Sawi (Caisin)
20
-
-
-
3
Asystasia intrusa
1
2
2
2
4
Rottboellia exaltata
0
0
0
0


Tabel 2. Pengamatan dormansi paksaan
No
Perlakuan
Jenis dan Jumlah Gulma yang Tumbuh
Jenis
Jumlah
1
Tanah Lembab









a.       Terbuka
-
-
-
-
0
0
0
0

b.      Ternaungi
-
-
-
-
0
0
0
0
2
Tanah Kering









a.       Terbuka
-
-
-
-
0
0
0
0

b.      Ternaungi
-
-
-
-
0
0
0
0




4.2 Pembahasan

Dalam mempertahankan hidupnya, benih tumbuhan tertentu memiliki strategi yang dapat mempertahankan kelanjutan spesiesnya dalam lingkungan sub-optimum yang disebut dormansi. Dormansi adalah suatu keadaan dimana pertumbuhan tidak terjadi walaupun kondisi lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan. Terdapat berbagai penyebab dormansi benih yang
pada garis besarnya dapat digolongkan kedalam adanya hambatan dari kulit benih misalnya pada benih lamtoro karena kulit benih yang impermeabel terhadap air atau hambatan dari bagian dalam benihnya misalnya pada benih melinjo karena embrio yang belum dewasa (Sadjad, 1993).

Dormansi memiliki beberapa macam jenis yaitu :
1. Dormasi Fisik
Tipe dormansi ini disebut sebagai “benih keras” karena kulit bijinya yang cukup kuat untuk menghalangi pertumbuhan dari embrio. Hal ini disebabkan oleh impermeabilitas kulit biji terhadap air, resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio, dan permeabilitas yang rendah dari kulit biji terhadap gas-gas.
2. Dormansi Fisiologis
Yang terdiri dari Immaturity embrio yaitu beberapa jenis tanaman mempunyai biji dimana perkembangan embrionya tidak secepat jaringan sekelilingnya, After ripening yang sering didapati benih gagal berkecambah walaupun embriotelah terbentuk sempurna dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk berkecambah.
3. Dormansi sekunder
Benih-benih pada keadaan normal mampu berkecambah, tetapi apabila dikenakan pada suatu keadaan lingkungan yang tidak menguntungkan selama beberapa waktu dapat kehilangan kemampuan untuk berkacambah.
4. Dormansi yang disebabkan oleh hambatan metabolisme pada embrio.
Contohnya, keperluan akan cahaya.

Pada pengamatan minggu pertama setelah tanam, jumlah biji yang tumbuh yaitu 1 biji Cyperus kyllingea dan 20 biji Sawi, sedangkan pada biji Asystasia intrusa dan
Rottboelia exaltata tidak ada yang berkecambah. Pada pengamatan minggu kedua
setelah tanam biji yang berkecambah sebanyak 2 biji Asystasia intrusa dan 2 biji Cyperus killingia. Pada pengamatan dormansi paksaan, biji yang ditanam tidak mengalami pertukecambahan, diduga akibat kesalahan praktikan (human error) dalam melakukan penanaman. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan biji Sawi untuk berkecambah lebih cepat dibandingkan dengan biji gulma seperti Cyperus kyllingea, Asystasia intrusa, dan Rottboelia exaltata. Hal ini disebabkan adanya masa dormansi pada biji gulma yang memaksakan benih untuk dorman atau keadaan lingkungan yang tidak mendukung sehingga tidak terjadi perkecambahan. Selain itu dapat disebabkan karena biji gulma yang diambil bukanlah biji yang siap ditanam kembali (masih muda).

Pada praktikum ini terdapat perbedaan antara dormansi paksaan pada tanah
lembab (terbuka-tertutup) dan kering (terbua-tertutup). Yaitu pada perlakuan tanah lembab baik terbuka-tertutup tidak ada gulma yang tumbuh, hal ini dapat terjadi karena biji-biji gulma yang berada dalam tanah tersebut masih dalam masa dormansi karena lingkungan yang tidak mendukung dan tanah terlalu lembab
sehingga biji tidak bisa berkecambah dengan baik. Sedangkan pada perlakuan tanah kering baik terbuka-tertutup ada biji gulma yang berkecambah, namun lama-kelamaan tidak ada pertambahan jumlah perkecamabahan biji hal ini disebabkan karena tidak adanya penyiraman air sehingga tidak ada proses imbibisi yang mendorong tumbuhnya kecambah pada biji gulma karena tanah dalam keadaan kurang air.

Penyebab adanya perbedaan yang terjadi antara perlakuan lembab dan kering
adalah (Sadjad, 1993) :
1. Embrio yang belum matang
Pada beberapa jenis gulma, biji yang terlihat telah sempurna dan terpisah dari
induknya, embrionya masih dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Biji-biji tersebut akan berkecambah setelah pertumbuhan dan perkembangan  embrionya sempurna. Contoh : Welingi (Scorpus sp.) dan Cacaban
( Polygonum sp.).
2. Kulit biji yang keras
Kulit biji yang keras merupakan penghalang perkecambahan, karena impermeable (tidak dapat ditembus) oleh gas, air atau tahan terhadap tekanan. Meskipun air dapat menembus,tetapi bila kulit biji keras (tahan tekanan) maka biji belum dapat berkecambah. Biji yang mempunyai sifat seperti ini  akan berkecambah bila kulit bijinya menipis karena kerusakan mekanis seperti kebakaran,hewan dan mikroorganisme atau penyebab fisik lain. Contohnya : jenis- jenis bayam (Amranthus spp.) dan jenis-jenis sawi (Brasica spp.).
3. Hambatan kimiawi
Hambatan kimiawi dalam kulit biji atau buah, dalam embrio atau endosperm
dapat menyebabkan biji tidak dapat berkecambah. Biji-biji yang mempunyai sifat dorman seperti ini biasanya dapat berkecambah setelah hambatan tersebut hilang karena perlakuan pencucian, suhu atau cahaya.

Berbagai teknik untuk mematahkan dormansi fisik antara lain seperti (Sutopo,
2004) :
a. Perlakuan mekanis (skarifikasi)
Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji, dilakukan dengan cara
penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dormansi fisik. Setiap benih ditangani secara manual, maka dapat diberikan perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji. Pada hakekatnya semua benih dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil,asal daerah radikel tidak rusak. Seluruh permukaan kulit biji dapat dijadikan titik penyerapan air. Pada benih legum, lapisan sel palisade dari kulit biji menyerap air dan proses pelunakan menyebar dari titik ini keseluruh permukan kulit biji dalam beberapa jam. Pada saat yang sama embrio menyerap air. Skarifikasi manual efektif pada seluruh permukaan kulit biji, tetapi daerah microphylar dimana terdapat radicle, harus dihindari. Kerusakan pada daerah ini dapat merusak benih, sedangkan kerusakan pada kotiledon tidak akan mempengaruhi perkecambahan.


b.  Air Panas
Air panas mematahkan dormansi fisik padaleguminosae melalui tegangan yang menyebabkan pecahnya lapisan macrosclereids. Metode ini paling efektif bila benih direndam dengan air panas. Pencelupan sesaat juga lebih baik untuk mencegah kerusakan pada embrio karena bila perendaman paling lama, panas yang diteruskan kedalam embrio sehingga dapat menyebabkan kerusakan. Suhu tinggi dapat merusak benih dengan kulit tipis, jadi kepekaan terhadap suhu berfariasi tiap jenis. Umumnya benih kering yang masak atau kulit bijinya relatif tebal toleran terhadap perendaman sesaat dalam air mendidih.

c. Perlakuan kimia
Perlakuan kimia dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuan utamanya adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan mudah.

Larutan asam untuk perlakuan ini adalah asam sulfat pekat (H2SO4) asam ini menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan dapat diterapkan pada legum maupun non legume. Tetapi metode ini tidak sesuai untuk benih yang mudah sekali menjadi permeable, karena asam akan merusak embrio. Lamanya perlakuan larutan asam harus memperhatikan 2 hal, yaitu (Kartasapoetra, 2003) :
1.     Kulit biji atau pericarp yang dapat diretakkan untuk memungkinkan imbibisi
2.     Larutan asam tidak mengenai embrio. 









IV. KESIMPULAN


Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1.      Dormansi adalah suatu keadaan dimana pertumbuhan tidak terjadi walaupun kondisi lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan.
2.      Dormansi memiliki beberapa macam jenis yaitu : Dormasi Fisik ,sekunder dan dormansi fisiologis
3.      Penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dormansi fisik.
4.      kemampuan biji Sawi untuk berkecambah lebih cepat dibandingkan dengan biji gulma seperti Cyperus kyllingea, Asystasia intrusa, dan Rottboelia exaltata.





DAFTAR PUSTAKA


Dwidjoseputro. 1985. Pengantar Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gajah Mada University Press : Yogyakarta

Juhanda, Yayuk Nurmiaty dan Ermawati . 2013. Pengaruh Skarifikasi pada Pola Imbibisi dan Perkecambahan Benih Saga Manis (Abruss precatorius L.). Jurnal Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 Vol. 1, No. 1: 45 – 49, Januari 2013. Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Kartasapoetra, A. G. 2003. Teknologi Benih (Pengolahan Benih dan Tuntunan Praktikum ). PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Sadjad, S., 1993. Dari Benih Kepada Benih. Grasindo. Jakarta
Salisbury dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. ITB. Bandung.

Sitompul, S. M. dan Guritno. B. 1995. Pertumbuhan Tanaman. UGM Press. Yogyakarta.

Soejadi dan U.S. Nugraha. 2002. Studi perilaku dormansi benih beberapa genotipe            padi, hal 147-153. Dalam E. Murniati et al. (Eds.): Industri Benih di Indonesia. Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB. 291 hal.

Soetopo, Lita. 2002. Teknlogi Benih. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Sukman. 1995. Gulma dan teknik pengendaliannya. palembang. Fakultas pertanian universitas sriwijaya



0 comments:

Post a Comment

 
Envy White Rose Blogger Template by Ipietoon Blogger Template