DORMANSI BIJI GULMA
(Laporan Praktikum Ilmu dan Teknik Pengendalian Gulma)
Oleh
Kelompok 4
Rio Anugrah Putra
Diah Agustianingsih
|
1314121153
1414121069
|
Dion Auguta W.
|
1414121076
|
Erik Suwandana
|
1414121082
|
Heppy Kurniati
|
1414121099
|
Indah Dewi Saputri
|
1414121101
|
Izzaturrijal
|
1414121116
|
LABORATORIUM GULMA
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016
I.
PENDAHULUAN
1.1 Pendahuluan
Gulma
merupakan tumbuhan yang merugikan
manusia, sehingga manusia beruaha untuk mengendalikannya. Gulma secara langsung maupun tidak
langsung merugikan tanaman budidaya. Pengenalan suatu jenis gulma dapat
dilakukan dengan melihat keadaan morfologinya, habitatnya, dan bentuk
pertumbuhanya. Gulma mampu berkembangbiak secara generatif maupun vegetatif.
Perkembangbiakan gulma secara generatif dapat melalui biji, dimana biji-biji
gulma dapat tersebar jauh karena ukurannya kecil sehingga dapat terbawa angin,
air, hewan ataupun bulu-bulu (rambut halus) yang menempel
pada biji.
Gulma
memiliki 3 kriteria utama yakni: kompetitif, persisten, dan merugikan. Yang
menyebabkan guma memiliki keriteria diatas salah satunya adalah memiliki
dormansi yang tinggi. Dormansi
merupakan masa istirahat dari organ tumbuhan dikarenakan keadaan organ atau lingkungan
tidak mendukung untuk pertumbuhan atau keadaan lingkungan yang tidak
menguntungkan untuk pertumbuhannya. Dormansi pada benih gulma, tergantung pada
jenis tanaman dan tipe dari dormansinya. Pertumbuhan tidak akan terjadi selama
benih belum melalui masa dormansinya, atau sebelum dikenakansuatu perlakuan khusus
terhadap benih tersebut (soetopo, 2002).
Dormansi
dapat menjadikan biji- biji gulma tahan bertahun-tahun dalam tanah dan hanya
akan berkecambah dan tumbuh bila keadaan lingkungannya menguntungkan.Biji-biji
gulma yang berada dalam tanah tersebut mempunyai tingkat dormansi yang
berbeda-beda, sehingga perkecambahan dari suatu populasi biji gulma tidak
terjadi secara serentak.Keadaan ini mengakibatkan biji-biji gulma
dalam
tanah akan tetap menjadi masalah selama biji-biji tersebut masih ada.
Berdasarkan karakter dan faktor-faktor yang menjadi penyebabnya, beberapa pakar
biologi membedakan dormansi menjadi 3 macam yaitu: bawaan (innate), rangsangan dan paksaan (enforced). Oleh karena itu, pada praktikum
dormansibiji gulma, praktikan akan mengamati jenis dormansi primer dan paksaan,
kemampuan biji gulma mengalami dormansi dan pemecahan dormansi sehingga
praktikan akan lebih paham mengenai dormansi biji gulma dengandemikian
harapannyasetelah praktikum ini praktikan akan dapat menemukan solusi dalam
pengendalian gulma yang memiliki daya dormansi tinggi secara efisien.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum
ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui jenis-jenis
dormansi pada biji gulma.
2. Mengetahui kemampuan organ
perbanyakan (biji) gulma mengalami dormansi dan pemecahan dormansi.
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Dormansi
merupakan terhambatnya proses metabolisme dalam biji dan merupakan masa istirahat biji sehingga proses
perkecambahan tidak dapat terjadi, yang disebabkan karena adanya pengaruh dari
dalam dan luar biji. Dapat berlangsung dalam waktu yang
sangat bervariasi (harian-tahunan) tergantung oleh jenis tanaman dan pengaruh
lingkungannya. Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh keadaan fisik dari
kulit, keadaan fisiologis dari embrio, atau kombinasi dari kedua keadaan
tersebut. Dormansi
benih berhubungan dengan usaha benih untuk menunda perkecambahannya, hingga
waktu dan kondisi lingkungan memungkinkan untuk melangsungkan proses tersebut. Pretreatment
skarifikasi digunakan untuk mematahkan dormansi kulit biji, sedangkan
stratifikasi digunakan untuk mengatasi dormansi embryo (Salisbury, 1995).
Dormansi
juga merupakan mekanisme pertahanan diri dalam suhu yang sangat rendah pada
musim dingin atau kering di musim panas yang merupakan bagian paling penting
dalam perjalanan hidup tanaman. Dormansi harus berjalan pada saat yang tepat
dan membebaskan diri apabila kondisi memungkinkan untuk memulai pertumbuhan
(Guritno & Sitompul, 1995).
Skarifikasi
merupakan salah satu upaya pretreatment atau perlakuan awal pada benih
yang ditujukan untuk mematahkan dormansi dan mempercepat terjadinya
perkecambahan benih yang seragam. Skarifikasi (pelukaan kulit benih) adalah
cara untuk memberikan kondisi benih yang impermeabel menjadi permeabel melalui
penusukan; pembakaran, pemecahan, pengikiran, dan penggoresan dengan bantuan
pisau, jarum, pemotong kuku, kertas, amplas, dan alat lainnya. Kulit benih yang
permeabel memungkinkan air dan gas dapat masuk ke dalam benih sehingga proses
imbibisi dapat terjadi. Benih yang diskarifikasi akan menghasilkan proses imbibisi
yang semakin baik. Air dan gas akan lebih cepat masuk ke dalam benih karena
kulit benih yang permeabel. Air yang masuk ke dalam benih menyebabkan proses
metabolisme dalam benih berjalan lebih cepat akibatnya perkecambahan yang
dihasilkan akan semakin baik (Juhanda, 2013).
Variasi
umur benih suatu tanaman sangatlah beragam, namun juga bukan berarti bahwa
benih yang telah masak akan hidup selamanya. Seperti, kondisi penyimpanan
selalu mempengaruhi daya hidup benih. Meningkatnya kelembaban biasanya mempercepat
hilangnya daya hidup, walaupun beberapa biji dapat hidup lebih lama dalam air.
Penyimpanan dalam botol atau di udara terbuka pada suhu sedang sampai tinggi
menyebabkan biji kehilangan air dan sel akan pecah apabila biji diberi air.
Pecahnya sel melukai embrio dan melepaskan hara yang merupakan bahan yang baik
bagi pertumbuhan pathogen penyakit. Tingkat oksigen normal umumnya mempengaruhi
dan merugikan masa hidup biji. Kehilangan daya hidup terbesar bila benih
disimpan dalam udara lembab dengan suhu 35oC atau lebih
(Dwidjoseputro, 1985).
Dormansi
dibagi menjadi dua macam yaitu dormansi primer dan sekunder. Dormansi primer
merupakan bentuk dormansi yang paling umum dan terdiri atas dua macam yaitu
dormansi eksogen dan dormansi endogen. Dormansi eksogen adalah kondisi dimana
persyaratan penting untuk perkecambahan (air, cahaya, suhu) tidak tersedia bagi
benih sehingga gagal berkecambah. Tipe dormansi ini biasanyaberkaitan dengan
sifat fisik kulit benih (seed coat ). Tetapi kondisi cahaya ideal dan
stimulus lingkungan lainnya untuk perkecambahan mungkin tidak tersedi. Sedangakan dormansi sekunder adalah benih non
dorman yang mengalami kondisi yang menyebabkannya menjadi dorman. Penyebabnya
kemungkinan benih terekspos kondisi yang ideal untuk terjadinyaperkecambahan
kecuali satu yang tidak terpenuhi
(soejadi 2002).
III.
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum
ini dilaksanakan di Laboratruim Ilmu Gulma, Jurusan Agrteknologi, Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung pada hari senin, 01 November 2016 pukul
15.00-1700WIB.
3.2 Alat dan Bahan
Adapun
alat yang digunakan adalah cawan petri, gabus, kertas merang, pot kecil,
spreyer, dan plastik merah. Sedangkan bahan yang digunakan adalah tanah, air,
benih gulma Cyperus killingia, Asistasia intrusa, dan Rotboelia exaltata.
3.3 Prosedur prktikum
Prosedur
pelaksanaan pada praktikum dormansi biji gulma adalah sebagai berikut:
Dormansi Primer
1. Disiapkan
organ perkembangan biji gulmayang sudah kering/tua dari glngan gulma daun
lebar, rumput, teki dan benih tanaman sawi hijau masing-masing sebanyak 50 butir/buah
2. Disiapkan
cawan petri yang sudah diberi media kertas merang dan gabus yang sudah dibasahi
sebanyak 4 cawan.
3. Dimasukin
benih/biji gulma dan biji tanaman sawi hijau kedalamnya sebanyak 50 butir, dan
lakukan pemeliharaan dengan menjaga kelembaban maupun syarat pertumbuhan yang
diperlukan.
4. Dihitung
kecambah yang muncul setiap minggu hingga 4 minggu setelah tanam.
Dormansi Paksaan
1. Disiapkan
tanah dari lapisan olah lahan budidaya/petanian (kedalaman 0-20 cm) sebanyak 4
pot berukuran sekitar 1 kg tanah lembab.
2. Tanah
yang telahb tersedia dalam 2 pot disiram dan dijaga kelembabannyakemudian
letakkan 1 pot pada tempat terbuka/sinar penuh dan 1 pot ditempat
ternaungi/tidak ada sinar. Lakukan juga dalam 2 pot yang lain dengan tetap
dalam keadaan kering serta letakkan seperti perlakuan yang disiram.
3. Diamati
dan dicatat jumlah maupun jenis biji gulma apasaja yang tumbuh setiap minggu
hingga pengamatan minggu ke
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Adapun
hasil pengamatan yang didapat pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
Tabel
1. Pengamatan dormansi primer : jumlah kecambah yang muncul
No
|
Jenis
Gulma atau Tanaman
|
Waktu
Pengamatan (MST)
|
|||
1
|
2
|
3
|
4
|
||
1
|
Cyperus kyllingea
|
0
|
2
|
2
|
2
|
2
|
Sawi
(Caisin)
|
20
|
-
|
-
|
-
|
3
|
Asystasia intrusa
|
1
|
2
|
2
|
2
|
4
|
Rottboellia exaltata
|
0
|
0
|
0
|
0
|
Tabel
2. Pengamatan dormansi paksaan
No
|
Perlakuan
|
Jenis
dan Jumlah Gulma yang Tumbuh
|
|||||||
Jenis
|
Jumlah
|
||||||||
1
|
Tanah
Lembab
|
||||||||
a. Terbuka
|
-
|
-
|
-
|
-
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
b. Ternaungi
|
-
|
-
|
-
|
-
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
2
|
Tanah
Kering
|
||||||||
a. Terbuka
|
-
|
-
|
-
|
-
|
0
|
0
|
0
|
0
|
|
b. Ternaungi
|
-
|
-
|
-
|
-
|
0
|
0
|
0
|
0
|
4.2 Pembahasan
Dalam mempertahankan hidupnya, benih tumbuhan
tertentu memiliki strategi yang dapat mempertahankan kelanjutan spesiesnya
dalam lingkungan sub-optimum yang disebut dormansi. Dormansi adalah suatu
keadaan dimana pertumbuhan tidak terjadi walaupun kondisi lingkungan mendukung
untuk terjadinya perkecambahan. Terdapat berbagai penyebab dormansi benih yang
pada garis besarnya dapat digolongkan kedalam
adanya hambatan dari kulit benih misalnya pada benih lamtoro karena kulit benih
yang impermeabel terhadap air atau hambatan dari bagian dalam benihnya misalnya
pada benih melinjo karena embrio yang belum dewasa (Sadjad, 1993).
Dormansi memiliki beberapa macam jenis yaitu
:
1. Dormasi Fisik
Tipe dormansi ini disebut sebagai “benih
keras” karena kulit bijinya yang cukup kuat untuk menghalangi pertumbuhan dari
embrio. Hal ini disebabkan oleh impermeabilitas kulit biji terhadap air,
resistensi mekanis kulit biji terhadap pertumbuhan embrio, dan permeabilitas
yang rendah dari kulit biji terhadap gas-gas.
2. Dormansi Fisiologis
Yang terdiri dari Immaturity embrio yaitu
beberapa jenis tanaman mempunyai biji dimana perkembangan embrionya tidak
secepat jaringan sekelilingnya, After ripening yang sering didapati benih gagal
berkecambah walaupun embriotelah terbentuk sempurna dan kondisi lingkungan
memungkinkan untuk berkecambah.
3. Dormansi sekunder
Benih-benih pada keadaan normal mampu
berkecambah, tetapi apabila dikenakan pada suatu keadaan lingkungan yang tidak
menguntungkan selama beberapa waktu dapat kehilangan kemampuan untuk
berkacambah.
4. Dormansi yang disebabkan oleh hambatan
metabolisme pada embrio.
Contohnya, keperluan akan cahaya.
Pada pengamatan minggu pertama setelah tanam,
jumlah biji yang tumbuh yaitu 1 biji
Cyperus kyllingea dan 20 biji
Sawi, sedangkan pada biji Asystasia intrusa dan
Rottboelia exaltata tidak ada yang
berkecambah. Pada pengamatan minggu kedua
setelah tanam biji yang berkecambah sebanyak
2 biji Asystasia intrusa dan 2
biji Cyperus killingia. Pada pengamatan dormansi paksaan, biji yang ditanam tidak
mengalami pertukecambahan, diduga akibat kesalahan praktikan (human error) dalam melakukan penanaman. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan biji Sawi
untuk berkecambah lebih cepat dibandingkan dengan biji gulma seperti Cyperus kyllingea, Asystasia intrusa, dan Rottboelia
exaltata. Hal ini disebabkan adanya masa dormansi pada biji gulma yang memaksakan
benih untuk dorman atau keadaan lingkungan yang tidak mendukung sehingga tidak
terjadi perkecambahan. Selain itu dapat disebabkan karena biji gulma yang
diambil bukanlah biji yang siap ditanam kembali (masih muda).
Pada praktikum ini terdapat perbedaan antara
dormansi paksaan pada tanah
lembab (terbuka-tertutup) dan kering
(terbua-tertutup). Yaitu pada perlakuan tanah lembab baik terbuka-tertutup tidak ada gulma yang tumbuh, hal ini dapat
terjadi karena biji-biji gulma yang berada dalam tanah tersebut masih dalam
masa dormansi karena lingkungan yang tidak
mendukung dan tanah terlalu lembab
sehingga biji tidak bisa berkecambah dengan
baik. Sedangkan pada perlakuan tanah kering baik terbuka-tertutup ada biji
gulma yang berkecambah, namun lama-kelamaan tidak ada pertambahan jumlah
perkecamabahan biji hal ini disebabkan karena tidak adanya penyiraman air
sehingga tidak ada proses imbibisi yang mendorong tumbuhnya kecambah pada biji
gulma karena tanah dalam keadaan kurang air.
Penyebab adanya perbedaan yang terjadi antara
perlakuan lembab dan kering
adalah (Sadjad, 1993) :
1. Embrio yang belum matang
Pada beberapa jenis gulma, biji yang terlihat
telah sempurna dan terpisah dari
induknya, embrionya masih dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan. Biji-biji tersebut akan berkecambah setelah
pertumbuhan dan perkembangan embrionya
sempurna. Contoh : Welingi (Scorpus sp.) dan Cacaban
( Polygonum sp.).
2. Kulit biji yang keras
Kulit biji yang keras merupakan penghalang
perkecambahan, karena impermeable (tidak dapat ditembus) oleh gas, air atau
tahan terhadap tekanan. Meskipun air dapat menembus,tetapi bila kulit biji keras (tahan tekanan)
maka biji belum dapat berkecambah. Biji yang mempunyai sifat seperti ini akan
berkecambah bila kulit bijinya menipis karena kerusakan mekanis seperti
kebakaran,hewan dan mikroorganisme atau penyebab fisik lain. Contohnya : jenis-
jenis bayam (Amranthus spp.) dan jenis-jenis sawi (Brasica spp.).
3. Hambatan kimiawi
Hambatan kimiawi dalam kulit biji atau buah,
dalam embrio atau endosperm
dapat menyebabkan biji tidak dapat
berkecambah. Biji-biji yang mempunyai sifat dorman seperti ini biasanya dapat
berkecambah setelah hambatan tersebut hilang karena perlakuan pencucian, suhu
atau cahaya.
Berbagai teknik untuk mematahkan dormansi
fisik antara lain seperti (Sutopo,
2004) :
a. Perlakuan mekanis (skarifikasi)
Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji, dilakukan dengan cara
penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan
bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling
efektif untuk mengatasi dormansi fisik. Setiap benih ditangani secara manual,
maka dapat diberikan perlakuan individu sesuai dengan ketebalan biji. Pada
hakekatnya semua benih dibuat permeabel dengan resiko kerusakan yang kecil,asal
daerah radikel tidak rusak. Seluruh permukaan kulit biji dapat dijadikan titik penyerapan air. Pada benih legum, lapisan sel palisade dari kulit biji
menyerap air dan proses pelunakan menyebar dari titik ini keseluruh permukan
kulit biji dalam beberapa jam. Pada saat yang sama embrio menyerap air. Skarifikasi
manual efektif pada seluruh permukaan kulit biji, tetapi daerah microphylar
dimana terdapat radicle, harus dihindari. Kerusakan pada daerah ini dapat
merusak benih, sedangkan kerusakan pada kotiledon tidak akan mempengaruhi
perkecambahan.
b. Air Panas
Air panas
mematahkan dormansi fisik padaleguminosae melalui tegangan yang menyebabkan
pecahnya lapisan macrosclereids. Metode ini paling efektif bila benih direndam
dengan air panas. Pencelupan sesaat juga lebih baik untuk mencegah kerusakan pada
embrio karena bila perendaman paling lama, panas yang diteruskan kedalam embrio
sehingga dapat menyebabkan kerusakan. Suhu tinggi dapat merusak benih dengan
kulit tipis, jadi kepekaan terhadap suhu berfariasi tiap jenis. Umumnya benih
kering yang masak atau kulit bijinya relatif tebal toleran terhadap perendaman
sesaat dalam air mendidih.
c. Perlakuan kimia
Perlakuan kimia dengan bahan-bahan
kimia sering dilakukan untuk memecahkan dormansi pada benih. Tujuan utamanya
adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu
proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat
membuat kulit biji menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan mudah.
Larutan asam untuk perlakuan ini adalah asam sulfat pekat (H2SO4) asam
ini menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan dapat diterapkan pada legum
maupun non legume. Tetapi metode ini tidak sesuai untuk benih yang mudah sekali
menjadi permeable, karena asam akan merusak embrio. Lamanya perlakuan larutan
asam harus memperhatikan 2 hal, yaitu (Kartasapoetra, 2003) :
1.
Kulit biji
atau pericarp yang dapat diretakkan untuk memungkinkan imbibisi
2. Larutan asam
tidak mengenai embrio.
IV. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari
praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1.
Dormansi
adalah suatu keadaan dimana pertumbuhan tidak terjadi walaupun kondisi
lingkungan mendukung untuk terjadinya perkecambahan.
2.
Dormansi
memiliki beberapa macam jenis yaitu : Dormasi Fisik ,sekunder dan dormansi
fisiologis
3.
Penusukan,
pengoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran, dengan bantuan pisau, jarum,
kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara yang paling efektif untuk
mengatasi dormansi fisik.
4.
kemampuan
biji Sawi untuk berkecambah lebih cepat dibandingkan dengan biji gulma seperti Cyperus kyllingea, Asystasia intrusa, dan Rottboelia
exaltata.
DAFTAR PUSTAKA
Dwidjoseputro. 1985. Pengantar
Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gajah Mada University Press : Yogyakarta
Juhanda, Yayuk Nurmiaty dan Ermawati .
2013. Pengaruh Skarifikasi pada Pola Imbibisi dan Perkecambahan Benih
Saga Manis (Abruss precatorius L.). Jurnal Agrotek Tropika. ISSN 2337-4993 Vol. 1, No. 1: 45 – 49, Januari 2013.
Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Kartasapoetra,
A. G. 2003. Teknologi Benih (Pengolahan
Benih dan Tuntunan Praktikum ). PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Sadjad,
S., 1993. Dari Benih Kepada Benih.
Grasindo. Jakarta
Salisbury dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. ITB.
Bandung.
Sitompul, S. M. dan Guritno. B.
1995. Pertumbuhan Tanaman. UGM Press. Yogyakarta.
Soejadi
dan U.S. Nugraha. 2002. Studi perilaku dormansi benih beberapa genotipe padi, hal 147-153. Dalam E. Murniati et
al. (Eds.): Industri Benih di Indonesia. Laboratorium Ilmu dan Teknologi
Benih IPB. 291 hal.
Soetopo,
Lita. 2002. Teknlogi Benih. Raja Grafindo
Persada. Jakarta
Sukman.
1995. Gulma dan teknik pengendaliannya. palembang. Fakultas pertanian
universitas sriwijaya
0 comments:
Post a Comment