PENGARUH PEMBERIAN KAPUR DAN PEMUPUKAN (N, P, K, DAN
PUPUK KANDANG) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG MANIS PADA
TANAH ULTISOL GEDUNG MENENG
(Laporan Akhir Praktikum Pengelolaan Kesuburan
Tanah)
Oleh
Indah Dewi Saputri
1414121109
Kelompok 2
JURUSAN
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2016
LEMBAR
PENGESAHAN
Judul
Percobaan : Pengaruh
Pemberian Kapur dan Pemupukan (N,P,K dan Pupuk Kandang) Terhadap Pertumbuhan
dan Produksi Tanaman Jagung Manis Pada Tanah Ultisol Gedung Meneng
Tanggal Percobaan : 4 Maret 2016
Tempat
Percobaan : Laboratorium
Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas lampung
Nama : Indah
Dewi Saputri
NPM :1414121109
Jurusan :
Agroteknologi
Fakultas : Pertanian
Kelompok : 2 (Dua)
Perlakuan : N+P+K
Bandar
Lampung, 6 Juni 2016
Mengetahui,
Asisten
Dosen
(....................................)
ABSTRAK
Oleh
Indah Dewi Saputri
1414121109
Kelompok 2
Telah
dilaksanakan praktikum pengelolaan kesuburan tanah dengan tujuan untuk
mengetahui pengaruh pemberian kapur dan pemupukan terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman jagung manis pada tanah ultisol Gedung Meneng, juga untuk
mengetahui gejala defisiensi unsur hara pada tanaman. Gejala defisiensi ini
terlihat akibat tanah yang merupakan tanah ultisol dan diambil dari lapisan
tanah subsoil yang memiliki kemasaman tinggi. Jika tanah ini ditanami tanaman
jagung manis, maka tanaman akan menunjukan gejala kekurangan unsur hara dan
tidak dapat tumbuh dengan optimal. Oleh sebab itu diperlukan perawatan dan
penambahan pupuk. Pada praktikum kali ini dengan menggunakan tanah subsoil dan
perlakuan pemupukan yang berbeda-beda, praktikan menanam jagung manis. Setelah
dilakukan pengamatan, telah terlihat gejala defisiensi unsur hara seperti:
Nitrogen, Fosfor, dan Kalium. Selain itu, didapatkan bahwa tanaman tertinggi
pada praktikum ini adalah dengan perlakuan N, P dan K dengan tinggi 124 cm dan
tinggi tanaman terrendah pada perlakuan kontrol, yaitu 45 cm.
Kata
Kunci: Gejala defisiensi, Jagung Manis, Tanah, Tanaman.
DAFTAR ISI
Cover
Lembar
Pengesahan.......................................................................i
Abstrak ii
Daftar Isi
.........................................................................................iii
Daftar Tabel
..................................................................................iv
Daftar Gambar (Grafik)..................................................................v
I.
Pendahuluan
1.1
Latar
Belakang............................................................... 1
1.2
Tujuan ...........................................................................2
II.
Tinjauan Pustaka
..................................................................3
III.
Bahan Dan Metode
3.1 Alat
Dan Bahan...............................................................6
3.2 Prosedur
Praktikum
........................................................6
IV.
Hasil Dan Pembahasan
4.1 Hasil
Praktikum...............................................................8
4.2 Pembahasan
....................................................................15
V.
Kesimpulan .....................................................................18
Daftar Pustaka
Lampiran
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Gejala Defisiensi
Hara...................................................................8
Tinggi Tanaman
............................................................................11
Jumlah Daun
................................................................................12
Berat Basah
.................................................................................13
Berat Kering
................................................................................14
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Grafik Tinggi Tanaman ..............................................................12
Grafik Jumlah
Daun....................................................................13
Grafik Berat Basah dan Berat kering ..........................................14
Foto Praktikum
..........................................................................Lampiran
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Tanah Ultisol termasuk bagian terluas dari lahan kering
yang ada di Indonesia yaitu 45.794.000 ha atau sekitar 25
% dari total luas daratan Indonesia
(Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan bahan organik yang sangat rendah sehingga memperlihatkan warna tanahnya
berwarna merah kekuningan,
reaksi tanah yang masam, kejenuhan
basa yang rendah, kadar Al yang tinggi, dan tingkat produktivitas yang rendah. Tekstur tanah ini adalah liat hingga liat berpasir, bulk density yang tinggi antara 1.3-1.5
g/cm3 (Hardjowigeno,
1993).
Walaupun tanah ultisol sering diidentikkan dengan tanah yang tidak
subur, dimana mengandung bahan organik
yang rendah, nutrisi rendah dan pH rendah (kurang dari 5,5)tetapi sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan
pertanian potensial jika dilakukan pengelolaan yang memperhatikan kendala
yang ada (Munir, 1996). Oleh karena itu untuk meningkatkan produktivitas tanah Ultisol maka perlu
dilakukan penambahan bahan organik. Pemberian bahan
organik dapat menurunkan bulk density tanah karena membentuk
agregat tanah yang lebih baik
dan memantapkan agregat yang telah terbentuk
sehingga aerasi, permeabilitas dan
infiltrasi menjadi lebih baik. Akibatnya adalah daya tahan tanah terhadap erosi akan meningkat.
1.2
Tujuan
Adapun tujuan dari
praktikum ini adalah:
1.
Untuk mengetahui pengaruh pemberian
kapur dan pupuk terhadap tanaman jagung pada tanah ultisol
2.
Mengetahui gejala penurunan unsur hara
pada tanaman
3.
Mengetahui perlakuan yang menghasilkan
tanaman tertinggi
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Tanaman
jagung toleran terhadap reaksi keasaman tanah pada kisaran pH 5,5 – 7,0.
Tingkat keasaman tanah yang paling baik untuk tanaman jagung adalah pada pH
6,8. Tekstur tanah yang baik untuk tanaman jagung yaitu tekstur liat, liat
berlempung dan lempung berpasir. Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang
khusus, hampir berbagai macam tanah dapat diusahakan untuk pertanaman jagung.
Tetapi jagung yang ditanam pada tanah gembur, subur dan kaya akan humus dapat
memberi hasil dengan baik. Tanaman jagung tumbuh baik pada berbagai jenis
tanah. Tanah liat lebih disukai karena mampu menahan lengas yang tinggi.
Tanaman jagung sangat peka terhadap tanah masam dan agak toleran terhadap tanah
yang memiliki kondisi basa(Splittoesser, 1984).
Kata Ultisol
berasal dari bahasa latin Ultimus, yang berarti terakhir atau dalam
arti hal Ultisol, tanah yang paling terkikis dan memperlihatkan pengaruh
pencucian yang terahir. Ultisol memiliki horizon argilik degan kejenuhan basa
yang rendah. Biasanya terdapat alumunium yang dapat dipertukarkan dalam jumlah
yang tinggi. Pertanian dapat dipertahankan dengan perladangan berpisah atau
dengan penggunaan pupuk. Kesuburan alami tanah Ultisol
umumnya terdapat pada horizon A yang tipis dengan kandungan bahan organik yang
rendah. Unsur hara makro seperti fosfor dan kalium yang sering kahat, reaksi
tanah masam hingga sangat masam, serta kejenuhan aluminium yang tinggi
merupakan sifat-sifat tanah Ultisol yang sering menghambat pertumbuhan tanaman.
Selain itu terdapat horizon argilik yang mempengaruhi sifat fisik tanah,
seperti berkurangnya pori mikro dan makro serta bertambahnya aliran permukaan
yang pada akhirnya dapat mendorong terjadinya erosi tanah.
Untuk
meningkatkan produktivitas Ultisol, dapat dilakukan melalui pemberian kapur,
pemupukan, penambahan bahan organik, penanaman tanah adaptif, penerapan tekhnik
budidaya tanaman lorong (atau tumpang sari), terasering, drainase dan
pengolahan tanah yang seminim mungkin. Pengapuran yang dimaksudkan untuk
mempengaruhi sifat fisik tanah, sifat kimia dan kegiatan jasad renik tanah.
Pengapuran pada Ultisol di daerah beriklim humid basah seperti di Indonesia
tidak perlu mencapai pH tanah 6,5 (netral), tetapi sampai pada pH 5,5 sudah dianggap
baik sebab yang terpenting adalah bagaimana meniadakan pengaruh meracun dari
aluminium dan penyediaan hara kalsium bagi pertumbuhan tanaman. Ultisol
merupakan tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut dan berasal dari bahan
induk yang sangat masam. Tanah ini mengandung bahan organik rendah dan
strukturnya tidak begitu mantap sehingga peka terhadap erosi(Prasetyo, 2006).
Kekurangan N tampak pada daun dan buah. Tiap daun tua
dari tanaman yang menderita kekurangan N seluruhnya tampak berubah warna menjadi
hijau muda selanjutnya menguning, jaringan-jaringannya mati, kering berwarna
coklat, tanaman kerdil, perkembangan buah tidak sempurna, kecil-kecil cepat
matang.
Bila tanaman kahat nitrogen, pertumbuhan tanaman akan
terhambat, tanaman akan kurus, kerdil dan daun berwarna kuning pucat. Warna
pucat pada tanaman yang kekurangan N berasal dari terhambatnya pembentukan
klorofil, selanjutnya pertumbuhan akan berlangsung dengan lambat karena
klorofil dibutuhkan pada pembentukan karbohidrat dalam proses fotosintesis.
Warna pucat akibat kahat nitrogen ini terjadi lebih dulu pada daun-daun tua,
sepanjang tulang-tulang daun, hal ini karena nitrogen bersifat mobil di dalam
tanaman (Damanik, dkk, 2010).
Kekurangan fosfat akan menampakkan gejala pertumbuhan
yang terhambat karena terjadi gangguan pada pembelahan sel. Daun tanaman
menjadi warna hijau tua yang kemudian menjadi ungu dan terjadi pada cabang dan
batang tanaman muda. Terlambatnya masa pemasakan buah dan biji serta tanaman
kerdil (Hakim, dkk, 1986).
Defisiensi unsur K menyebabkan tanaman tampak kerdil,
internoda antar ruas memendek, ujung dan tepi daun menjadi hitam dan sepeti
hangus (scorch), tepi daun melekuk ke bawah yang dimulai dari mulai daun
terbawah, tanaman mudah rebah. Gejala kekurangan magnesium adalah sebagai
berikut: warna hijau tua dari daun-daun menghilang, terjadi kolrosis diantara
tulang daun sedangkan tulang daun dan sirip daun biasanya tetap hijau, pada
tingkat yang lebih lanjut warna daun tua berubah menjadi kuning dan kemudian
bebercak merah-merah coklat, batang menjadi kurus dan terdapat garis-garis
berwarna hijau kekuningan (Damanik, dkk, 2010).
Gejala defisiensi pada tanaman menunjukkan adanya
klorosis diantara tulang daun, tetutama daun tua. Jika keadaan ini berjalan
terus, jaringan tersebut akan kering dan mati. Daun menjadi kecil dan rapuh,
pinggiran daun menggulung.
Gejala defisiensi Mg pertama
nampak pada daun yang lebih tua atau bawah, sehingga Mg di dalam tanaman juga
disebut mobilatau dapat ditranslokasikan. Tanaman yang difisiensi
Mg akan manunjukkan daun yang menguning, berwarna kecoklatan, kemerahan
sedangkan bagian daun vena tetap hijau. Pada daun jagung akan manunjukkan strip
atau garis kuning dengan vena tetap hijau (Winarso, 2005).
Pengaruh penambahan bahan organik terhadap pH tanah dapat meningkatkan atau menurunkan tergantung oleh tingkat kematangan bahan organik yang kita tambahkan dan jenis tanahnya. Penambahan bahan
organik yang belum masak (misal pupuk hijau) atau
bahan
organik yang masih mengalami proses dekomposisi, biasanya akan menyebabkan penurunan pH tanah, karena selama proses dekomposisi akan melepaskan
asam-asam
organik yang menyebabkan menurunnya pH tanah. Namun
apabila diberikan
pada tanah yang masam dengan kandungan Al tertukar tinggi, akan menyebabkan peningkatan pH tanah, karena asam-asam organik hasil dekomposisi
akan mengikat Al membentuk senyawa komplek (khelat), sehingga Al-tidak terhidrolisis lagi. Dilaporkan bahwa
penamhan bahan organik pada tanah masam, antara lain inseptisol, ultisol
dan
andisol mampu meningkatkan pH tanah dan mampu menurunkan Al tertukar tanah (Suntoro, 1996).
III.
BAHAN
DAN METODE
1.3 Alat dan Bahan
Adapun
alat dalam praktikum ini adalah cangkul, polibag, label perlakuan, dan gembor.
Sedangkan
bahan pada praktikum ini adalah tanah subsoil ultisol, benih jagung, pupuk,
kapur, timbangan, oven, dan air.
1.4 Prosedur Praktikum
Prosedur
praktikum kali ini adalah:
1. Dibagi
perlakuan perorang dengan masing-masing kelompok 13 perlakuan, yaitu: perlakuan
kontrol, pupuk kandang, kapur, N, P, K, N +P, N+K, P+K, N+P+K, N+P+K+Kapur,
N+P+K+ Pupuk kandang, dan N+P+K + pupuk kandang+ kapur.
2. Tanah
ambil dari lapisan subsoil, kemudian di timbang sebanyak 10 kg.
3. Setelah
itu tanah dimasukan ke dalam polibag
4. Benih
ditanam
5. Kapur
dan pupuk kandang ditambahkan terlebih dahulu pada perlakuan yang
menggunakannkapur.
6. Dilakukan
perawatan dengan menyiangi gulma setiap satu minggu sekali dan dilakukan
penyiraman setiap hari
7. Pupuk
N, P, dan K ditambahkan setelah tanaman tumbuh
8. Dilakukan
pengamatan setiap satu minggu sekali pada tinggi tanaman, dan jumlah daun serta
mengamati bila ada gejala kekurangan unsur hara pada tanaman.
9. Dilakukan
pemanenan dari pangkal batang jagung
10. Jagung
dimasukan ke dalam map kertas
11. Ditimbang
untuk mengetahui berat basah
12. Kemudian
dimasukan ke dalam oven dengan suhu 78 derajat celcius.
13. Dan
ditimbang berat keringnya.
IV.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
1.5
Hasil
Praktikum
No.
|
Gambar
|
Keterangan
|
1
|
![]() |
Gambar
1
Gejala
kahat Nitrogen pada perlakuan Kontrol
|
2
|
![]() |
Gambar
2
Gejala
kekahatan unsur N
|
3
|
![]() |
Gambar
3
Gejala
Kekahatan unsur N,P,K dan Mg
|
4
|
![]() |
Gambar
4
Gejala
kekahatan P
|
5
|
![]() |
Gambar
5
Gejala
kekahatan N
|
6
|
![]() |
Gambar
6
Gejala
kekahatan N, P
|
7
|
![]() |
Gambar
7
Gejala
kekahatan K, Mg
|
8
|
![]() |
Gambar
8
Gejala
kekahatan P
|
9
|
![]() |
Gambar 9
Gejala kekahatan
|
10
|
![]() |
Gambar
10
Gejala
kekahatan N
|
11
|
![]() |
Gambar
11
Gejala
Kekahatan Mg
|
12
|
![]() |
Gambar
12
Kekurangan
Mg
|
13
|
![]() |
Gambar
13
Gejala
kekahatan N
|

Tabel
2. Tinggi Tanaman
Tabel 3. Jumlah
Daun
Grafik
1. Tinggi Tanaman
Grafik
2. Jumlah Daun
Tabel
4. Berat Basah
Tabel
5. Berat kering
Grafik
3. Berat Basah dan Berat Kering
4.2
Pembahasan
Berdasarkan teori yang
dikemukakan oleh Prasetyo (2006), dikatakan bahwa kesuburan
alami tanah Ultisol umumnya terdapat pada horizon A yang tipis dengan kandungan
bahan organik yang rendah. Unsur hara makro seperti fosfor dan kalium yang
sering kahat, reaksi tanah masam hingga sangat masam, serta kejenuhan aluminium
yang tinggi merupakan sifat-sifat tanah Ultisol yang sering menghambat
pertumbuhan tanaman. Namun pada praktikum kali ini kami menggunakan tanah
ultisol pada lapisan subsoil yang bukan bagian dari lapisan horizon A. Sehingga
tingkat kemasaman lebih tinggi dan kandungan bahan organiknya lebih rendah
lagi.
Untuk meningkatkan produktivitas
Ultisol, dapat dilakukan melalui pemberian kapur, pemupukan, penambahan bahan
organik, penanaman tanah adaptif, penerapan tekhnik budidaya tanaman lorong
(atau tumpang sari), terasering, drainase dan pengolahan tanah yang seminim
mungkin. Pengapuran yang dimaksudkan untuk mempengaruhi sifat fisik tanah,
sifat kimia dan kegiatan jasad renik tanah. Ultisol merupakan tanah yang telah
mengalami pelapukan lanjut dan berasal dari bahan induk yang sangat masam.
Tanah ini mengandung bahan organik rendah dan strukturnya tidak begitu mantap
sehingga peka terhadap erosi.
Oleh sebab itu, pada praktikum ini
kami menerapkan 13 perlakuan pemupukan dan penambahan kapur. Hal ini bertujuan
untuk melihat pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman. Dengan delapan kali
pengamatan didapatkan bahwa tanah subsoil ultisol tanpa pemupukan dan pemberian
kapur menunjukan pertumbuhan yang paling lambat, serta mengalami gejala
defisiensi nitrogen dengan tinggi tanaman hanya mencapai 45 cm dan tidak
menghasilkan malai ataupun tongkol. Sedangkan pertumbuhan tertinggi ada pada
perlakuan N+P+K dengan tinggi mencapai 124 cm. Hal ini karena pupuk yang
ditambahkan ke dalam tanah lebih lengkap.
Minggu pertama, kedua dan ketiga,
tanaman yang telah mendapat perlakuan kapur dan pupuk kandang mengalami
pertumbuhan yang signifikan melampaui perlakuan lain. Hal ini karena pupuk
kandang memiliki kandungan unsur hara yang lebih lengkap baik unsur hara makro
maupun mikro dibandingkan
pada tanaman yang diberi perlakuan dengan pupuk dengan kandungan tunggal,
contohnya: tanaman yang hanya diberi perlakuan P saja, dapat dilihat bahwa
rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman paling rendah dan jumlah daun paling
sedikit dibandingkan tanaman dengan perlakuan lain. Hal ini juga
dibuktikan dengan tanaman yang diberi perlakuan dengan kandungan unsur yang
lebih banyak, seperti perlakuan N+P+K, N+P+K+ Pupuk Kandang, N+P+K+ Pupuk
Kandang+ Kapur yang juga memiliki tinggi tanaman dan jumlah daun yang hanya
sedikit dibawah tanaman jagung dengan perlakuan pupuk kandang.
Gejala defisiensi N pada tanaman,
menunjukan gejala klorosis, yaitu daun menguning. Setelah dipupuk dengan NPK,
tanaman menjadi kembali hijau. Dan pertumbuhan pada tinggi tanaman bertambah
dengan lumayan siknifikan. Namun semakin lama, menjelang waktu panen tanaman
kembali menguning. Beberapa tanaman menunjukan gejala kekurangan fosfor, yaitu
tepi daun menjadi berwarna keunguan. Sesuai denga teori, kekurangan fosfat akan
menampakkan gejala pertumbuhan yang terhambat karena terjadi gangguan pada
pembelahan sel. Daun tanaman menjadi warna hijau tua yang kemudian menjadi ungu
dan terjadi pada cabang dan batang tanaman muda. Terlambatnya masa pemasakan
buah dan biji serta tanaman kerdil.
Terdapat pula tanaman yang mengalami
gejala kekurangan K dan Mg. Defisiensi unsur K menyebabkan tanaman tampak
kerdil, internoda antar ruas memendek, ujung dan tepi daun menjadi hitam dan
sepeti hangus (scorch), tepi daun melekuk ke bawah yang dimulai dari mulai daun
terbawah, tanaman mudah rebah. Hal ini terlihat pada tanaman.
Begitu pula pada tanaman yang
kekurangan unsur mg, gejala kekurangan magnesium yang terlihat adalah sebagai
berikut: warna hijau tua dari daun-daun menghilang, terjadi kolrosis diantara
tulang daun sedangkan tulang daun dan sirip daun biasanya tetap hijau, pada
tingkat yang lebih lanjut warna daun tua berubah menjadi kuning dan kemudian
bebercak merah-merah coklat, batang menjadi kurus dan terdapat garis-garis
berwarna hijau kekuningan.
Setelah pemanenan, kami melakukan
penimbangan terhadap berat basah tanaman. Penimbangan menunjukan bahwa tanaman
jangung yang memiliki berat basah paling tinggi adalah tanaman dengan perlakuan
lengkap (N+P+K+Kapur +Pupuk kandang) yaitu 206,2 gram. Hal ini disebabkan oleh
tanaman yang mengalami pertumbuhan yang baik, dalam hal pembelahan sel, dll.
Karena unsur hara tersedia dengan lengkap dan kemasaman tanah telah teratasi
oleh penambahan kapur sehingga jumlah unsur hara yang tersedia lebih banyak
dibanding perlakuan lain. Setelah dioven/dikeringkan, tanaman dengan perlakuan
ini masih menempati urutan pertama dengan berat kering mencapai 84,6 gram.
Sedangkan tanaman dengan berat basah
dan berat kering terrendah adalah tanaman kontrol yang tidak mendapatkan
perlakuan/penambahan unsur hara apapun. Tanaman kontrol tumbuh dengan media
tanah subsoil yang tanahnya tidak mendapat perlakuan, kemasaman pada tanah ini
menyebabkan unsur hara tidak tersedia, sehingga tanaman tidak dapat tumbuh
dengan optimal. Selain tinggi tanamannya menempati urutan terrendah, jumlah
daun juga sedikit, sehingga fotosintesis tidak optimal. Pada tanaman kontrol
berat basah hanya mencapai 19,3 gram dan berat kering 6,9 gram.
Hal ini menunjukan bahwa tanah yang
diberi penambahan pupuk akan menjadi media tumbuh dan berproduksi lebih baik
bagi tanaman dibandingkan tanah yang tidak diberi perlakuan sama sekali. Selain
itu jika unsur hara di dalam tanah tidak lengkap, atau ada salah satu unsur
hara yang kurang, maka akan menjadi faktor pembatas bagi tanaman untuk
berproduksi sehingga produktifitas tidak maksimal.
V.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum, maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Tanaman
yang memiliki tinggi tanaman paling tinggi adalah tanaman dengan perlakuan
lengkap (N+P+K+Kapur
+Pupuk kandang)yaitu mencapai 124 cm dengan berat basah yaitu 206,2 gram dan
berat kering 84,6 gram.
2. Tanaman
dengan tinggi tanaman dan berat paling rendah adalah tanaman dengan perlakuan
kontrol dengan tinggi 45 cm, berat basah 19,3 gram dan berat kering 6,9 gram.
3. Gejala
penurunan setiap unsur hara berbeda beda, tetapi dapat diamati melalui warna
daun/ keadaan daun, contohnya pada gejala defisiensi N yaitu warna daun menjadi
kekuningan, defisiensi P, daun berwarna keunguan, dll.
4. Tanaman
dengan penambahan unsur semakin lengkap maka akan semakin menunjukan
pertumbuhan yang optimal dan signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
Subagyo, H., N. Suharta, dan A.B. Siswanto. 2000. Tanah-tanah Pertanian di Indonesia. Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Bogor.
Hardjowigeno, S., 1993.
Klasifikasi Tanah Dan Pedogenesis.
Akademika Pressindo, Jakarta. 320 Hal
Munir,
M. S. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia.
Pustaka Jaya. Jakarta
Splittstoesser,
W. 1984. Vegetable Growing Handbook. Mc Grow Hill Company,
New York.
Prasetyo, B. H. Dan Suriadikarta, D. A. 2006. Karakteristik,
Potensi, Dan Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol Untuk Pengembangan Pertanian
Lahan Kering Di Indonesia. Jurnal Litbang
Pertanian 25 (2). Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan
Pertanian Balai Penelitian Tanah. Bogor
Damanik, M. M.
B, B. E. H. Hasibuan, Fauzi, Sarifuddin, dan H. Hanum, 2010. Kesuburan Tanah dan Pemupukan.
USU-Press, Medan
Hakim, dkk., 1986. Dasar-dasar Imu Tanah. Penerbit Universitas Lampung,
Lampung.
Winarso. 2005. Pengertian dan Sifak Kimia Tanah.. Yogyakarta; GAJAH MADA UNIVERSITY PRESS.
0 comments:
Post a Comment