Tuesday, June 7, 2016

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KESTAN (Pengelolaan Kesuburan Tanah)

 PENGARUH PEMBERIAN KAPUR DAN PEMUPUKAN (N, P, K, DAN PUPUK KANDANG) TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG MANIS PADA TANAH ULTISOL GEDUNG MENENG
 (Laporan Akhir Praktikum Pengelolaan Kesuburan Tanah)






Oleh

Indah Dewi Saputri
1414121109
Kelompok 2













JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016










  




LEMBAR PENGESAHAN


Judul Percobaan                      : Pengaruh Pemberian Kapur dan Pemupukan (N,P,K dan Pupuk Kandang) Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung Manis Pada Tanah Ultisol Gedung Meneng
Tanggal Percobaan                  : 4 Maret 2016
Tempat Percobaan                   : Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas lampung
Nama                                       : Indah Dewi Saputri
NPM                                       :1414121109
Jurusan                                    : Agroteknologi
Fakultas                                   : Pertanian
Kelompok                               : 2 (Dua)
Perlakuan                                : N+P+K
Bandar Lampung, 6 Juni 2016
Mengetahui,
Asisten Dosen



(....................................)







ABSTRAK


Oleh

Indah Dewi Saputri
1414121109
Kelompok 2

Telah dilaksanakan praktikum pengelolaan kesuburan tanah dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kapur dan pemupukan terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman jagung manis pada tanah ultisol Gedung Meneng, juga untuk mengetahui gejala defisiensi unsur hara pada tanaman. Gejala defisiensi ini terlihat akibat tanah yang merupakan tanah ultisol dan diambil dari lapisan tanah subsoil yang memiliki kemasaman tinggi. Jika tanah ini ditanami tanaman jagung manis, maka tanaman akan menunjukan gejala kekurangan unsur hara dan tidak dapat tumbuh dengan optimal. Oleh sebab itu diperlukan perawatan dan penambahan pupuk. Pada praktikum kali ini dengan menggunakan tanah subsoil dan perlakuan pemupukan yang berbeda-beda, praktikan menanam jagung manis. Setelah dilakukan pengamatan, telah terlihat gejala defisiensi unsur hara seperti: Nitrogen, Fosfor, dan Kalium. Selain itu, didapatkan bahwa tanaman tertinggi pada praktikum ini adalah dengan perlakuan N, P dan K dengan tinggi 124 cm dan tinggi tanaman terrendah pada perlakuan kontrol, yaitu 45 cm.

Kata Kunci: Gejala defisiensi, Jagung Manis, Tanah, Tanaman.








DAFTAR ISI


Cover
Lembar Pengesahan.......................................................................i
Abstrak                                                                                          ii
Daftar Isi .........................................................................................iii
Daftar Tabel ..................................................................................iv
Daftar Gambar (Grafik)..................................................................v
I.              Pendahuluan
                 1.1  Latar Belakang............................................................... 1
                 1.2  Tujuan ...........................................................................2
II.                Tinjauan Pustaka ..................................................................3
III.             Bahan Dan Metode
3.1  Alat Dan Bahan...............................................................6
3.2  Prosedur Praktikum ........................................................6
IV.         Hasil Dan Pembahasan
4.1  Hasil Praktikum...............................................................8
4.2  Pembahasan ....................................................................15
V.                Kesimpulan .....................................................................18
Daftar Pustaka
Lampiran







DAFTAR TABEL


Tabel                                                                                         Halaman
Gejala Defisiensi Hara...................................................................8
Tinggi Tanaman ............................................................................11
Jumlah Daun ................................................................................12
Berat Basah .................................................................................13
Berat Kering ................................................................................14








DAFTAR GAMBAR


Gambar                                                                                      Halaman
Grafik Tinggi Tanaman ..............................................................12
Grafik Jumlah Daun....................................................................13
Grafik Berat Basah dan Berat kering ..........................................14
Foto Praktikum ..........................................................................Lampiran








  




I.                   PENDAHULUAN


1.1              Latar Belakang
                                                                                        
Tanah Ultisol termasuk bagian terluas dari lahan kering yang ada di Indonesia yaitu 45.794.000 ha atau sekitar 25 % dari total luas daratan Indonesia (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan bahan organik yang sangat rendah sehingga memperlihatkan warna tanahnya berwarna merah kekuningan, reaksi tanah yang masam, kejenuhan basa yang rendah, kadar Al yang tinggi, dan tingkat produktivitas yang rendah. Tekstur tanah ini adalah liat hingga liat berpasir, bulk density yang tinggi antara 1.3-1.5 g/cm3 (Hardjowigeno, 1993).

Walaupun tanah ultisol sering diidentikkan dengan tanah yang tidak subur, dimana mengandung bahan organik yang rendah, nutrisi rendah dan pH rendah (kurang dari 5,5)tetapi sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian potensial jika dilakukan pengelolaan yang memperhatikan kendala yang ada (Munir, 1996). Oleh karena itu untuk meningkatkan produktivitas tanah Ultisol maka perlu dilakukan penambahan bahan organik. Pemberian bahan organik dapat menurunkan bulk density tanah karena membentuk agregat tanah yang lebih baik dan memantapkan agregat yang telah terbentuk sehingga aerasi, permeabilitas dan infiltrasi menjadi lebih baik. Akibatnya adalah daya tahan tanah terhadap erosi akan meningkat.


1.2              Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah:
       1.      Untuk mengetahui pengaruh pemberian kapur dan pupuk terhadap tanaman jagung pada tanah ultisol
       2.      Mengetahui gejala penurunan unsur hara pada tanaman
       3.      Mengetahui perlakuan yang menghasilkan tanaman tertinggi








II.                TINJAUAN PUSTAKA


Tanaman jagung toleran terhadap reaksi keasaman tanah pada kisaran pH 5,5 – 7,0. Tingkat keasaman tanah yang paling baik untuk tanaman jagung adalah pada pH 6,8. Tekstur tanah yang baik untuk tanaman jagung yaitu tekstur liat, liat berlempung dan lempung berpasir. Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus, hampir berbagai macam tanah dapat diusahakan untuk pertanaman jagung. Tetapi jagung yang ditanam pada tanah gembur, subur dan kaya akan humus dapat memberi hasil dengan baik. Tanaman jagung tumbuh baik pada berbagai jenis tanah. Tanah liat lebih disukai karena mampu menahan lengas yang tinggi. Tanaman jagung sangat peka terhadap tanah masam dan agak toleran terhadap tanah yang memiliki kondisi basa(Splittoesser, 1984).

Kata Ultisol berasal dari bahasa latin Ultimus, yang berarti terakhir atau dalam arti hal Ultisol, tanah yang paling terkikis  dan memperlihatkan pengaruh pencucian yang terahir. Ultisol memiliki horizon argilik degan kejenuhan basa yang rendah. Biasanya terdapat alumunium yang dapat dipertukarkan dalam jumlah yang tinggi. Pertanian dapat dipertahankan dengan perladangan berpisah atau dengan penggunaan pupuk. Kesuburan alami tanah Ultisol umumnya terdapat pada horizon A yang tipis dengan kandungan bahan organik yang rendah. Unsur hara makro seperti fosfor dan kalium yang sering kahat, reaksi tanah masam hingga sangat masam, serta kejenuhan aluminium yang tinggi merupakan sifat-sifat tanah Ultisol yang sering menghambat pertumbuhan tanaman. Selain itu terdapat horizon argilik yang mempengaruhi sifat fisik tanah, seperti berkurangnya pori mikro dan makro serta bertambahnya aliran permukaan yang pada akhirnya dapat mendorong terjadinya erosi tanah.

Untuk meningkatkan produktivitas Ultisol, dapat dilakukan melalui pemberian kapur, pemupukan, penambahan bahan organik, penanaman tanah adaptif, penerapan tekhnik budidaya tanaman lorong (atau tumpang sari), terasering, drainase dan pengolahan tanah yang seminim mungkin. Pengapuran yang dimaksudkan untuk mempengaruhi sifat fisik tanah, sifat kimia dan kegiatan jasad renik tanah. Pengapuran pada Ultisol di daerah beriklim humid basah seperti di Indonesia tidak perlu mencapai pH tanah 6,5 (netral), tetapi sampai pada pH 5,5 sudah dianggap baik sebab yang terpenting adalah bagaimana meniadakan pengaruh meracun dari aluminium dan penyediaan hara kalsium bagi pertumbuhan tanaman. Ultisol merupakan tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut dan berasal dari bahan induk yang sangat masam. Tanah ini mengandung bahan organik rendah dan strukturnya tidak begitu mantap sehingga peka terhadap erosi(Prasetyo, 2006).

Kekurangan N tampak pada daun dan buah. Tiap daun tua dari tanaman yang menderita kekurangan N seluruhnya tampak berubah warna menjadi hijau muda selanjutnya menguning, jaringan-jaringannya mati, kering berwarna coklat, tanaman kerdil, perkembangan buah tidak sempurna, kecil-kecil cepat matang.
Bila tanaman kahat nitrogen, pertumbuhan tanaman akan terhambat, tanaman akan kurus, kerdil dan daun berwarna kuning pucat. Warna pucat pada tanaman yang kekurangan N berasal dari terhambatnya pembentukan klorofil, selanjutnya pertumbuhan akan berlangsung dengan lambat karena klorofil dibutuhkan pada pembentukan karbohidrat dalam proses fotosintesis. Warna pucat akibat kahat nitrogen ini terjadi lebih dulu pada daun-daun tua, sepanjang tulang-tulang daun, hal ini karena nitrogen bersifat mobil di dalam tanaman  (Damanik, dkk, 2010).

Kekurangan fosfat akan menampakkan gejala pertumbuhan yang terhambat karena terjadi gangguan pada pembelahan sel. Daun tanaman menjadi warna hijau tua yang kemudian menjadi ungu dan terjadi pada cabang dan batang tanaman muda. Terlambatnya masa pemasakan buah dan biji serta tanaman kerdil (Hakim, dkk, 1986).

Defisiensi unsur K menyebabkan tanaman tampak kerdil, internoda antar ruas memendek, ujung dan tepi daun menjadi hitam dan sepeti hangus (scorch), tepi daun melekuk ke bawah yang dimulai dari mulai daun terbawah, tanaman mudah rebah. Gejala kekurangan magnesium adalah sebagai berikut: warna hijau tua dari daun-daun menghilang, terjadi kolrosis diantara tulang daun sedangkan tulang daun dan sirip daun biasanya tetap hijau, pada tingkat yang lebih lanjut warna daun tua berubah menjadi kuning dan kemudian bebercak merah-merah coklat, batang menjadi kurus dan terdapat garis-garis berwarna hijau kekuningan (Damanik, dkk, 2010).

Gejala defisiensi pada tanaman menunjukkan adanya klorosis diantara tulang daun, tetutama daun tua. Jika keadaan ini berjalan terus, jaringan tersebut akan kering dan mati. Daun menjadi kecil dan rapuh, pinggiran daun menggulung.
Gejala defisiensi Mg pertama nampak pada daun yang lebih tua atau bawah, sehingga Mg di dalam tanaman juga disebut mobilatau dapat ditranslokasikan. Tanaman yang difisiensi Mg akan manunjukkan daun yang menguning, berwarna kecoklatan, kemerahan sedangkan bagian daun vena tetap hijau. Pada daun jagung akan manunjukkan strip atau garis kuning dengan vena tetap hijau (Winarso, 2005).

Pengaruh penambahan bahan organik terhadap pH tanah dapat meningkatkan atau menurunkan tergantung oleh tingkat kematangan bahan organik yang kita tambahkan dan jenis tanahnya. Penambahan bahan organik yang belum masak (misal pupuk hijau) atau bahan organik yang masih mengalami proses dekomposisi, biasanya akan menyebabkan penurunan pH tanah, karena selama proses dekomposisi akan melepaskan asam-asam organik yang menyebabkan menurunnya pH tanah. Namun apabila diberikan pada tanah yang masam dengan kandungan Al tertukar tinggi, akan menyebabkan peningkatan pH tanah, karena asam-asam organik hasil dekomposisi akan mengikat Al membentuk senyawa komplek (khelat), sehingga Al-tidak terhidrolisis lagi. Dilaporkan bahwa penamhan bahan organik pada tanah masam, antara lain inseptisol, ultisol dan andisol mampu meningkatkan pH tanah dan mampu menurunkan Al tertukar tanah (Suntoro, 1996).





III.             BAHAN DAN METODE


    1.3  Alat dan Bahan
Adapun alat dalam praktikum ini adalah cangkul, polibag, label perlakuan, dan gembor.
Sedangkan bahan pada praktikum ini adalah tanah subsoil ultisol, benih jagung, pupuk, kapur, timbangan, oven, dan air.

    1.4  Prosedur Praktikum
Prosedur praktikum kali ini adalah:
1.      Dibagi perlakuan perorang dengan masing-masing kelompok 13 perlakuan, yaitu: perlakuan kontrol, pupuk kandang, kapur, N, P, K, N +P, N+K, P+K, N+P+K, N+P+K+Kapur, N+P+K+ Pupuk kandang, dan N+P+K + pupuk kandang+ kapur.
2.      Tanah ambil dari lapisan subsoil, kemudian di timbang sebanyak 10 kg.
3.      Setelah itu tanah dimasukan ke dalam polibag
4.      Benih ditanam
5.      Kapur dan pupuk kandang ditambahkan terlebih dahulu pada perlakuan yang menggunakannkapur.
6.      Dilakukan perawatan dengan menyiangi gulma setiap satu minggu sekali dan dilakukan penyiraman setiap hari
7.      Pupuk N, P, dan K ditambahkan setelah tanaman tumbuh
8.      Dilakukan pengamatan setiap satu minggu sekali pada tinggi tanaman, dan jumlah daun serta mengamati bila ada gejala kekurangan unsur hara pada tanaman.
9.      Dilakukan pemanenan dari pangkal batang jagung
10.  Jagung dimasukan ke dalam map kertas
11.  Ditimbang untuk mengetahui berat basah
12.  Kemudian dimasukan ke dalam oven dengan suhu 78 derajat celcius.
13.  Dan ditimbang berat keringnya.








IV.             HASIL DAN PEMBAHASAN


1.5    Hasil Praktikum
No.
Gambar
Keterangan
1
IMG_20160519_075005
Gambar 1
Gejala kahat Nitrogen pada perlakuan Kontrol
2
Gambar 2
Gejala kekahatan unsur N
3
20160502_081304.jpg
Gambar 3
Gejala Kekahatan unsur N,P,K dan Mg
4
Gambar 4
Gejala kekahatan P
5
https://scontent-sin1-1.xx.fbcdn.net/v/t34.0-12/13393522_1040819399343258_467654846_n.jpg?oh=aa58ae7fc0961c006034a2c4d58639b3&oe=57556F18
Gambar 5
Gejala kekahatan N
6
Gambar 6
Gejala kekahatan N, P
7
Gambar 7
Gejala kekahatan K, Mg
8
https://scontent-sin1-1.xx.fbcdn.net/v/t34.0-12/12966470_1007120612713137_1495375330_n.jpg?oh=d103f216c4c7c4588c7ecf7d718eb20b&oe=5756B1C5
Gambar 8
Gejala kekahatan P

9
Gambar 9
Gejala kekahatan

10
Gambar 10
Gejala kekahatan N
11
Gambar 11
Gejala Kekahatan Mg
12






Gambar 12
Kekurangan Mg
13
https://scontent-sin1-1.xx.fbcdn.net/v/t34.0-12/13382090_1040912639333934_943861584_n.jpg?oh=490909e5a6ba1e6cfde7dcba969ab49d&oe=57563D37
Gambar 13
Gejala kekahatan N




Tabel 1. Gejala Defisiensi Hara







                                                         







Tabel 2. Tinggi Tanaman


Tabel 3. Jumlah Daun


Grafik 1. Tinggi Tanaman

Grafik 2. Jumlah Daun

Tabel 4. Berat Basah


Tabel 5. Berat kering

Grafik 3. Berat Basah dan Berat Kering



              4.2              Pembahasan


Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Prasetyo (2006), dikatakan bahwa kesuburan alami tanah Ultisol umumnya terdapat pada horizon A yang tipis dengan kandungan bahan organik yang rendah. Unsur hara makro seperti fosfor dan kalium yang sering kahat, reaksi tanah masam hingga sangat masam, serta kejenuhan aluminium yang tinggi merupakan sifat-sifat tanah Ultisol yang sering menghambat pertumbuhan tanaman. Namun pada praktikum kali ini kami menggunakan tanah ultisol pada lapisan subsoil yang bukan bagian dari lapisan horizon A. Sehingga tingkat kemasaman lebih tinggi dan kandungan bahan organiknya lebih rendah lagi.
Untuk meningkatkan produktivitas Ultisol, dapat dilakukan melalui pemberian kapur, pemupukan, penambahan bahan organik, penanaman tanah adaptif, penerapan tekhnik budidaya tanaman lorong (atau tumpang sari), terasering, drainase dan pengolahan tanah yang seminim mungkin. Pengapuran yang dimaksudkan untuk mempengaruhi sifat fisik tanah, sifat kimia dan kegiatan jasad renik tanah. Ultisol merupakan tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut dan berasal dari bahan induk yang sangat masam. Tanah ini mengandung bahan organik rendah dan strukturnya tidak begitu mantap sehingga peka terhadap erosi.

Oleh sebab itu, pada praktikum ini kami menerapkan 13 perlakuan pemupukan dan penambahan kapur. Hal ini bertujuan untuk melihat pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman. Dengan delapan kali pengamatan didapatkan bahwa tanah subsoil ultisol tanpa pemupukan dan pemberian kapur menunjukan pertumbuhan yang paling lambat, serta mengalami gejala defisiensi nitrogen dengan tinggi tanaman hanya mencapai 45 cm dan tidak menghasilkan malai ataupun tongkol. Sedangkan pertumbuhan tertinggi ada pada perlakuan N+P+K dengan tinggi mencapai 124 cm. Hal ini karena pupuk yang ditambahkan ke dalam tanah lebih lengkap.

Minggu pertama, kedua dan ketiga, tanaman yang telah mendapat perlakuan kapur dan pupuk kandang mengalami pertumbuhan yang signifikan melampaui perlakuan lain. Hal ini karena pupuk kandang memiliki kandungan unsur hara yang lebih lengkap baik unsur hara makro maupun mikro dibandingkan pada tanaman yang diberi perlakuan dengan pupuk dengan kandungan tunggal, contohnya: tanaman yang hanya diberi perlakuan P saja, dapat dilihat bahwa rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman paling rendah dan jumlah daun paling sedikit dibandingkan tanaman dengan perlakuan lain. Hal ini juga dibuktikan dengan tanaman yang diberi perlakuan dengan kandungan unsur yang lebih banyak, seperti perlakuan N+P+K, N+P+K+ Pupuk Kandang, N+P+K+ Pupuk Kandang+ Kapur yang juga memiliki tinggi tanaman dan jumlah daun yang hanya sedikit dibawah tanaman jagung dengan perlakuan pupuk kandang.
Gejala defisiensi N pada tanaman, menunjukan gejala klorosis, yaitu daun menguning. Setelah dipupuk dengan NPK, tanaman menjadi kembali hijau. Dan pertumbuhan pada tinggi tanaman bertambah dengan lumayan siknifikan. Namun semakin lama, menjelang waktu panen tanaman kembali menguning. Beberapa tanaman menunjukan gejala kekurangan fosfor, yaitu tepi daun menjadi berwarna keunguan. Sesuai denga teori, kekurangan fosfat akan menampakkan gejala pertumbuhan yang terhambat karena terjadi gangguan pada pembelahan sel. Daun tanaman menjadi warna hijau tua yang kemudian menjadi ungu dan terjadi pada cabang dan batang tanaman muda. Terlambatnya masa pemasakan buah dan biji serta tanaman kerdil.
Terdapat pula tanaman yang mengalami gejala kekurangan K dan Mg. Defisiensi unsur K menyebabkan tanaman tampak kerdil, internoda antar ruas memendek, ujung dan tepi daun menjadi hitam dan sepeti hangus (scorch), tepi daun melekuk ke bawah yang dimulai dari mulai daun terbawah, tanaman mudah rebah. Hal ini terlihat pada tanaman.
Begitu pula pada tanaman yang kekurangan unsur mg, gejala kekurangan magnesium yang terlihat adalah sebagai berikut: warna hijau tua dari daun-daun menghilang, terjadi kolrosis diantara tulang daun sedangkan tulang daun dan sirip daun biasanya tetap hijau, pada tingkat yang lebih lanjut warna daun tua berubah menjadi kuning dan kemudian bebercak merah-merah coklat, batang menjadi kurus dan terdapat garis-garis berwarna hijau kekuningan.

Setelah pemanenan, kami melakukan penimbangan terhadap berat basah tanaman. Penimbangan menunjukan bahwa tanaman jangung yang memiliki berat basah paling tinggi adalah tanaman dengan perlakuan lengkap (N+P+K+Kapur +Pupuk kandang) yaitu 206,2 gram. Hal ini disebabkan oleh tanaman yang mengalami pertumbuhan yang baik, dalam hal pembelahan sel, dll. Karena unsur hara tersedia dengan lengkap dan kemasaman tanah telah teratasi oleh penambahan kapur sehingga jumlah unsur hara yang tersedia lebih banyak dibanding perlakuan lain. Setelah dioven/dikeringkan, tanaman dengan perlakuan ini masih menempati urutan pertama dengan berat kering mencapai 84,6 gram.

Sedangkan tanaman dengan berat basah dan berat kering terrendah adalah tanaman kontrol yang tidak mendapatkan perlakuan/penambahan unsur hara apapun. Tanaman kontrol tumbuh dengan media tanah subsoil yang tanahnya tidak mendapat perlakuan, kemasaman pada tanah ini menyebabkan unsur hara tidak tersedia, sehingga tanaman tidak dapat tumbuh dengan optimal. Selain tinggi tanamannya menempati urutan terrendah, jumlah daun juga sedikit, sehingga fotosintesis tidak optimal. Pada tanaman kontrol berat basah hanya mencapai 19,3 gram dan berat kering 6,9 gram.

Hal ini menunjukan bahwa tanah yang diberi penambahan pupuk akan menjadi media tumbuh dan berproduksi lebih baik bagi tanaman dibandingkan tanah yang tidak diberi perlakuan sama sekali. Selain itu jika unsur hara di dalam tanah tidak lengkap, atau ada salah satu unsur hara yang kurang, maka akan menjadi faktor pembatas bagi tanaman untuk berproduksi sehingga produktifitas tidak maksimal.








V.           KESIMPULAN


Berdasarkan hasil praktikum, maka dapat disimpulkan bahwa:
    1.      Tanaman yang memiliki tinggi tanaman paling tinggi adalah tanaman dengan perlakuan lengkap (N+P+K+Kapur +Pupuk kandang)yaitu mencapai 124 cm dengan berat basah yaitu 206,2 gram dan berat kering 84,6 gram.

   2.      Tanaman dengan tinggi tanaman dan berat paling rendah adalah tanaman dengan perlakuan kontrol dengan tinggi 45 cm, berat basah 19,3 gram dan berat kering 6,9 gram.

    3.      Gejala penurunan setiap unsur hara berbeda beda, tetapi dapat diamati melalui warna daun/ keadaan daun, contohnya pada gejala defisiensi N yaitu warna daun menjadi kekuningan, defisiensi P, daun berwarna keunguan, dll.

      4.      Tanaman dengan penambahan unsur semakin lengkap maka akan semakin menunjukan pertumbuhan yang optimal dan signifikan.









DAFTAR PUSTAKA



Subagyo, H., N. Suharta, dan A.B. Siswanto. 2000. Tanah-tanah Pertanian di Indonesia. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Hardjowigeno S. 1993.   Klasifikas Tana Da Pedogenesis. Akademika Pressindo, Jakarta. 320 Hal

Munir, M. S. 1996. Tanah-Tanah Utama Indonesia. Pustaka Jaya. Jakarta

Splittstoesser, W. 1984. Vegetable Growing Handbook. Mc Grow Hill Company,
          New York.

Prasetyo, B. H. Dan Suriadikarta, D. A. 2006. Karakteristik, Potensi, Dan Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol Untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering Di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 25 (2). Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian Balai Penelitian Tanah. Bogor

Damanik, M. M. B, B. E. H. Hasibuan, Fauzi, Sarifuddin, dan H. Hanum, 2010. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU-Press, Medan

Hakim, dkk., 1986. Dasar-dasar Imu Tanah. Penerbit Universitas Lampung, Lampung.

Winarso. 2005. Pengertian dan Sifak Kimia Tanah.. Yogyakarta; GAJAH MADA          UNIVERSITY PRESS.







 
Envy White Rose Blogger Template by Ipietoon Blogger Template