Wednesday, March 8, 2017

Hama-Hama Tanaman Perkebunan

A.     Belalang Kayu

Tubuh belalang terdiri dari 3 bagian utama, yaitu kepala, dada (thorax) dan perut(abdomen). Belalang juga memiliki 6 enam kaki bersendi, 2 pasang sayap, dan 2 antena. Kaki belakang yang panjang digunakan untuk melompat sedangkan kaki depan yang pendek digunakan untuk berjalan. Meskipun tidak memiliki telinga, belalang dapat mendengar. Alat pendengar pada belalang disebut dengan tympanum dan terletak pada abdomen dekat sayap. Tympanum berbentuk menyerupai disk bulat besar yang terdiri dari beberapa prosesor dan saraf yang digunakan untuk memantau getaran di udara, secara fungsional mirip dengan gendang telinga manusia. Belalang bernafas dengan trakea.

Belalang punya 5 mata (2 compound eye, dan 3 ocelli). Belalang termasuk dalam kelompok hewan berkerangka luar (exoskeleton). Contoh lain hewan dengan exoskeleton adalah kepiting dan lobster. Belalang betina dewasa berukuran lebih besar daripada belalang jantan dewasa, yaitu 58-71 mm sedangkan belalang jantan 49-63 mm dengan berat tubuh sekitar 2-3 gram.

Telur belalang menetas menjadi nimfa, dengan tampilan belalang dewasa versi mini tanpa sayap dan organ reproduksi. Nimfa belalang yang baru menetas biasanya berwarna putih, namun setelah terekspos sinar matahari, warna khas mereka akan segera muncul. Selama masa pertumbuhan, nimfa belalang akan mengalami ganti kulit berkali kali (sekitar 4-6 kali) hingga menjadi belalang dewasa dengan tambahan sayap fungsional. Masa hidup belalang sebagai nimfa adalah 25-40 hari. Setelah melewati tahap nimfa, dibutuhkan 14 hari bagi mereka untuk menjadi dewasa secara seksual. Setelah itu hidup mereka hanya tersisa 2-3 minggu, dimana sisa waktu itu digunakan untuk reproduksi dan meletakkan telur mereka. Total masa hidup belalang setelah menetas adalah sekitar 2 bulan.

B.        Belalang Pedang

Belalang pedang (Sexava sp.) memiliki tipe mulut penggigit dan penguyah, kepala (Caput) yang terdapat antena, dada (Toraks), perut (Abdomen), terdapat tiga pasang tungkai dan memiliki sayapTermasuk dalam Kingdom Animalia Filum Arthropoda, Kelas  Insecta, Ordo Orthoptera, Famili  Tettigoniidae, Genus  Sexava   Species  Sexava sp (Saleh, 2008) .

Nimfa hama Sexava sp berukuran 7 cm sampai 9 cm, bercirikan rwarna hijau tetapi kadang-kadang berwarna coklat. Masa perkembangan hama ini biasanya berlangsung selama 40 hari untuk menjadi belalang dewasa. Gejala serangannya Sexava sp pada daun tanaman kelapa yaitu merusak daun tua dan dalam keadaan terpaksa juga merusak daun muda, kulit buah dan bunga-bunga. Merajalela pada musim kemarau dan pada serangan yang hebat daun kelapa tinggal lidi-lidinya saja (Saleh, 2008

C.        Kumbang Badak

Pada umumnya larva dari kumbang kelapa ini berwarna putih susu dan setelah dewasa berwarna putih kekuningan berbentuk huruf C seperti melengkung, warna bagian ekornya agak gelap dengan panjang 7-10 cm. Tubuh bagian belakang lebih besar dari bagian depan. Pada permukaan tubuh larva terdapat bulu-bulu pendek, dan pada bagian ekor bulu-bulu tersebut tumbuh lebih rapat, memiliki kepala berwarna coklat kehitaman. Larva umumnya memiliki kaki thoracal (tipe oligopoda). Metamorfosis bertipe holometabola (sempurna) yang perkembangannya melalui stadia telur-larva-kepompong. Pada awalnya telur diletakkan pada bagian-bagian batang tanaman yang sudah lapuk, kemudian telur tersebut berubah menjadi imago, dan dari imago kemudian menjadi kumbang dewasa yang menyerang tanaman kelapa. Pengendalian yang dapat dilakukan dengan pengutipan larva dan pemanfaatan musuh alami seperti Santalus parallelus yang merupakan predator telur dan larva.

Kumbang ini berukuran 40-50 mm, berwarna coklat kehitaman, pada bagian kepala terdapat tanduk kecil. Pada ujung perut yang betina terdapat bulu-bulu halus, sedang pada yang jantan tidak berbulu. Kumbang menggerek pupus yang belum terbuka mulai dari pangkal pelepah, terutama pada tanaman muda diareal peremajaan  Kumbang dewasa terbang ke tajuk kelapa pada malam hari dan mulai bergerak ke bagian salah satu ketiak pelepah daun paling atas. Kumbang merusak pelepah daun yang belum terbuka dan dapat menyebabkan pelepah patah. Kerusakan pada tanaman baru terlihat jelas setelah daun membuka 1-2 bulan kemudian berupa guntingan segitiga seperti huruf ”V”. Gejala ini merupakan ciri khas kumbang O. Rhinoceros. Serangan hama O. rhinoceros dapat menurunkan produksi tandan buah segar pada panen tahun pertama hingga 60 % dan menimbulkan kematian tanaman muda hingga 25 % (Sudarmo, 1995).

D.        Nezara viridula

Pada pengamatan Kepik Hijau (Nezara viridula) yang diamati pada laboratorium kepik hijau mempunyai antena, mata, kaki dan sayap. Kepik Hijau (Nezara viridula) Hemiptera adalahordo dari serangga yang juga dikenal sebagai kepik sejati (walaupun beberapa anggota Hemiptera bukanlah kepik sejati). Serangga kecil yang dikenal sebagai kepik (ladybug) tidak termasuk dalam Hemiptera, melainkan termasuk dalam ordo Coleoptera (kumbang) karena memiliki perbedaan dalam hal anatomi dan siklus hidupnya. Kepik mengalami metamorphosis tidak sempurna. Telur menetas setelah 6 hari menjadi nimfa yang berwarna hitam bintik putih. Umur kepik dari telur hingga dewasa antara 1 sampai 6 bulan, kemudian menjadi nimfa dan imago. Kemudian setelah tahap nimfa menjadi fase imago dengan berwarna hijau polos(Pracaya, 2004).

E.        Walang Sangit

Walang sangit secara umum morfologinya tersusun atas caput tungkai depan, sayap depan, sayap belakang tungkai belakang, abdomen, toraks, dan antena. Serangga ini memiliki sayap depan yang keras,tebal,dan tanpa vena. Serangga ini mudah di ketahui dari bentuk tubuh yang panjang berukuran sampai 2 cm, yang mempunyai warna merah dan hitam. Walang sangit mengalami metamorfosis tidak sempurna yaitu fase telur, nimfa, dan imago. Pengendalian hama walang sangit dapat dilakukan sebagai berikut: Menanam tanaman secara serentak, Membersihkan sawah dari segala macam rumput yang tumbuh di sekitar sawah agar tidak menjadi tempat berkembang biak bagi walang sangit, menangkap walang sangit pada pagi hari dengan menggunakan jala penangkap, penangkapan menggunakan unmpan bangkai kodok, ketam sawah, atau dengan alga, melakukan pengendalian hayati dengan cara melepaskan predator alami beruba laba – laba dan menanam jamur yang dapat menginfeksi walang sangit (Saputra, 2001).

F.       Lalat buah


Lalat buah adalah organisme yang memiliki ciri yang sudah dikenal dan sesuai untuk penyelidikan genetika karena mudah berkembang biak dan memiliki siklus hidup singkat. Sepasang lalat buah dapat menghasilkan 300-400 butir telur. Siklus hidup drosophila terdiri atas stadium telur, larva, pupa, dan imago. Telur Drosophila sp. Telur Drosophila berukuran kira-kira 0,5 mm berbentuk lonjong, permukaan dorsal agak mendatar, sedangkan permukaan ventral agak membulat. Pada bagian anterodorsal terdapat sepasang filament yang fungsinya yang melekatkan diri pada permukaan, agar telur tidak tenggelam pada medium. Pada bagian ujung anterior terdapat lubang kecil yang disebut micropyle, yaitu tempat masuknya spermatozoa. Telur yang dikeluarkan dari tubuh biasanya sudah dalam tahap blastula. Dalam waktu 24 jam telur akan menetas menjadi larva. Larva yang menetas ini akan mengalami 2 kali pergantian kulit, sehingga periode stadium yang paling aktif. Larva kemudian menjadi pupa yang melekat pada permukaan yang relative kering, yaitu pada dinding botol kultur atau pada kertas saring. Pupa akan menetas menjadi imago setelah berumur 8-11 hari bergantung pada spesies dan suhu lingkungan (Jumar, 2000).


DAFTAR PUSTAKA


Kalshoven, L. G. E. 1981. Pest of Crops in Indonesia. Direvisi dan ditranslate oleh P. A. Vand der Lann. Ikhtiar Baru, Van Haeve Jakarta.
Sudarmo, subiyakto. 1995. Pengendalian Hama dan Gulma Pada Tanaman Perkebunan. Kanius.Yogyakarta.

Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Rineka cipta, Jakarta

Saputra, K. 2001. Hama Tanaman Pangan dan Perkebunan. Bumi Aksara. Jakarta.
          Pracaya. 2004. Hama dan Penyakit Tanaman. Penebar Swadaya. Jakarta.


PENGENALAN ALAT APLIKASI PESTISIDA



1.        Semi-automatic Sprayer

Prinsip kerja dari alat ini adalah memecah cairan menjadi butiran partikel halus yang menyerupai kabut. Dengan bentuk dan ukuran yang halus ini maka pemakaian pestisida akan efektif dan merata ke seluruh permukaan daun atau tajuk tanaman. Biasanya dilakukan proses pembentukan partikel dengan menggunakan tekanan (hydraulic atomization) untuk memperoleh butiran halus, yaitu tekanan dalam tabung khusus dipompa sehingga mempunyai tekanan yang tinggi, dan akhirnya mengalir melalui selang karet menuju ke alat pengabut bersama dengan cairan. Cairan dengan tekanan tinggi dan mengalir melalui celah yang sempit dari alat pengabut, sehingga cairan akan pecah menjadi partikel-partikel yang sangat halus.

Kelebihan dari alat ini adalah mampu menampung kapasitas air sampai 16-18 liter dan terbuat dari logam besi. Sedangkan kekurangannya adalah komponen-komponen sprayer yang sering mengalami kerusakan diantaranya ialah batang torak mudah patah, paking karet sering sobek, katup bocor,  ulir aus, selang penyalur pecah, nozzle dan kran sprayer mudah rusak, tabung pompa bocor, dan  tali gendong putus (Novizan, 2002).


2.Automatic Sprayer
Prinsip kerja alat penyemprot ini adalah memecah cairan menjadi butiran partikel halus yang menyerupai kabut. Dengan bentuk dan ukuran yang halus ini maka pemakaian pestisida akan efektif dan merata ke seluruh permukaan daun atau tajuk tanaman. Untuk memperoleh butiran halus, biasanya dilakukan dengan menggunakan proses pembentukan partikel dengan menggunakan tekanan (hydraulic atomization), yaitu cairan di dalam tangki dipompa sehingga mempunyai tekanan yang tinggi, dan akhirnya mengalir melalui selang karet menuju ke alat pengabut. Cairan dengan tekanan tinggi dan mengalir melalui celah yang sempit dari alat pengabut, sehingga cairan akan pecah menjadi partikel-partikel yang sangat halus.

Kelebihan menggunakan alat ini adalah karena komponen yang digunakan relatif sederhana untuk dioperasikan, fleksibel dan dengan perubahan sedikit dapat digunakan untuk sasaran organisme yang lain. Sedangkan kekurangannya adalah droplet dihasilkan dalam kisaran diameter yang luas mengakibatkan banyak pestisida yang terbuang dan penggunaan komponen khususnya nosel yang mengharuskan seringnya penggantian alat (Widianto, 2001).

3.             Mist Blower

Prinsip kerja alat ini adalah menghembuskan cairan seperti pestisida menjadi butir-butir kecil (droplet) oleh bantuan tenaga angin yang kuat dari blower, sehingga dapat dikatakan bahwa mesin itu adalah mesin penyemprot dengan sistem tekanan angin. Karena dapat menghembuskan cairan yang lebih sedikit dan lebih efektif, maka dapat menghemat tenaga kerja dan efesiensi pemberantasan hama yang lebih besar. Kelebihan alat ini adalah lebih praktis karena mesin lebih karena dapan menembus gulma di semak-semak yang dalam. Sedangkan kekurangan dari alat ini adalah harganya yang mahal serta alat lebih berat (Endah, 2005).

4.        Swing Fog
Swing fog bekerja berdasarkan prinsip semburan berpulsa. Campuran bahan bakar bensin dan udara secara berseri dibakar dalam ruang pembakaran yang berbentuk khusus pada getaran sekitar 90 pulsa per detik. Gas hasil pembakaran keluar melalui pipa yang lebih kecil dari ruang pembakaran. Larutan bahan kimia diujung resonator, lewat arus pulsa gas, kemudian pecah menjadi jutaan partikel kecil, dihembuskan ke udara dalam bentuk kabut tebal. Temperatur diujung resonator, tempat cairan bahan kimia mengalir berkisar antara 40 sampai 60 derajat Celcius tanpa mengurai komposisi bahan aktif, larutan bahan kimia yang terkena panas disini, tidak lebih dari 4 sampai 5 mili detik. Oleh sebab itu bahan kimia yang peka terhadap panas dapat dipakai.

Kelebihan swing fog ini adalah dapapt menjangkau area yang cukup luas. Sedangkan  kekurangan alat ini yaitu hanya efektif selama beberapa saat, asap fogging mudah menguap karena udara terlalu panas, dapat mengganggu saluran pernapasan, dan efek toksin terhadap penyakitnya idak bertahan lama (Djojosumarto, 2008).

5.                    Soil Injector
Prinsip kerja alat ini adalah diinjeksikan secara langsung ke dalam tanah, bisa digunakan untuk pestisida dengan formulasi EC.  Alat ini bekerja seperti halnya jarum suntik, namun yang menjadi objek bidikan adalah tanah yang terkena hama yang terdapat dalam tanah. Kelebihan alat ini yaitu dapat secara langsung membunuh organisme pengganggu yang berada dalam tanah. Sedangkan kekurangannya yaitu dapat membunuh mikroorganisme tanah lainnya yang bermanfaat (Pracaya, 2008).

6.        Micron Ulva

Prinsip kerja alat ini yaitu komponen utamanya adalah piringan atau cakram yang berputar.  Cairan semprot dialirkan ke nozzle pada cakram tersebut. Selanjtunya cakram yang berputar itu akan memecah cairan menjadi droplet oleh gaya sentrifugal.  Pola semprotan berupa lingkaran, ukuran dropletnya bervariasi tergantung pada kecepatan putaran cakram.  Ukuran droplet untuk mikron ulva sangat halus dan seragam. Enzimnya menggunakan baterai 1,5 volt memenuhi sepanjang pipa (± 6 buah).  Setelah saklar dihidupkan maka dinamo akan berputar sehingga kincir juga berputar dan cairan keluar. Bahan untuk aplikasinya adalah ULV yaitu bahan aktif langsung, tanpa air tetapi bentuknya sudah berupa cairan.

Kelebihan dari alat ini yaitu alat begitu simple dan ringan dan mudah digunakan. Sedangkan kekurangannya adalah daya tampung yang sedikit menyebabkan sedikit pula luas lahan yang bisa diaplikasikan dan harus mengisi lagi alat dengan pestisida (Djojosumarto, 2008).

7.                    Semi-Automatic Sprayer

Prinsip kerja alat ini adalah memecah cairan menjadi butiran partikel halus yang menyerupai kabut. Dengan bentuk dan ukuran yang halus ini maka pemakaian pestisida akan efektif dan merata ke seluruh permukaan daun atau tajuk tanaman. Untuk memperoleh butiran halus, Cairan dengan tekanan tinggi dan mengalir melalui celah yang sempit dari alat pengabut, sehingga cairan akan pecah menjadi partikel-partikel yang sangat halus. Dari hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa jenis sprayer yang banyak digunakan petani di lapangan adalah jenis ini, namun hasilnya kurang efektif, tidak efisien dan mudah rusak. Hasil studi yang dilakukan oleh Departemen Pertanian pada tahun 1977 di beberapa tempat di Indonesia menunjukkan bahwa sprayer tipe gendong sering mengalami kerusakan. Komponen-komponen sprayer yang sering mengalami kerusakan tersebut antara lain : tabung pompa bocor, batang torak mudah patah, katup bocor, paking karet sering sobek, ulir aus, selang penyalur pecah, nozzle dan kran sprayer mudah rusak, tali gendong putus, sambungan las korosi, dsb. Masalah lain adalah kebanyakan pest yang direkomendasikan dan ini salah satunya disebabkan oleh disain sprayer yang kurang menunjang aplikasi. Bagian-bagian alat semprot semi otomatis antara lain tuas penyemprot, noozle, batang semprot, mult tangki, memiliki satu tabung untuk menampung cairan pestisida sekaligus menampung tekanan udara serta tali untuk menggendong alat. Kapasitas atau daya tampung alat 17 liter dan terbuat dari logam besi (Djojosumarto, 2008).




DAFTAR PUSTAKA:


Agrios, George W. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan Edisi Ketiga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

Djojosumarto, Panut. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. PT Agromedia Pustaka. Jakarta.

Ekha Isuasta, 1988. Dilema pestisida . Yogyakarta : Kanisius

Endah. 2005. Mengendalikan Hama dan Penyakit Tanaman. Agromedia Pustaka.  Jakarta.

Novizan. 2002. Petunjuk Pemakaian Pestisida. Agro Media Pustaka. Jakarta Selatan.

Pracaya. 2008. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman. USU Press. Medan.

Widianto, R. 2001. Petunjuk Penggunaan Pestisida. Penebar Swadaya. Jakarta.



PENGENALAN GEJALA KERUSAKAN TANAMAN


(Laporan Praktikum Pengendalian Hama Tanaman)






Oleh

Indah Dewi Saputri
1414121109
Kelompok 7
















LABORATORIUM ILMU HAMA TANAMAN
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016





I.                   PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang

Hama merupakan cekaman biotis yang dapat mengurangi hasil dan bahkan dapat menyebabkan gagal panen. Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil panen yang optimum dalam budidaya padi, perlu dilakukan usaha pengendalian hama. Hama dikendalikan dengan pendekatan pengelolaan hama terpadu (PHT) yang diintegrasikan ke dalam model PTT. Komponen pengendalian diterapkan sesuai dengan tahapan budidaya tanaman (Hunter, 2001).

Setiap hama memiliki ciri khas tersendiri dalam menyerang tanaman, termasuk didalamnya tipe mulut hama juga berpengaruh terhadap hasil serangannya. Serangan hama yang terus menerus jika sudah mulai memasuki ambang ekonomi, maka akan sangat merugikan bagi petani, oleh sebab itu perlu adanya pengendalian yang dalam aplikasinya diperlukan pengetahuan tentang hama apa yang menyerang tanaman tersebut, oleh karena itu mahasiswa wajib mengetahui jenis jenis gejala serangan hama pada tanaman. Pada praktikum kali ini mahasiswa diberi kesempatan untuk mengetahi gejala serangan hama pada beberapa tanaman, diantaranya penggulung daun pisang, puru daun mangga, kutu putih pada pepaya, penggerek batang jagung dan penghisap buah kakao..

1.2  Tujuan

Adapun tujuan dilakukannya praktikum kali ini adalah sebagai berikut.
1.    Mengetahui gejala kerusakan pada tanaman, dan jenis jenisnya







II.METODOLOGI PERCOBAAN


2.1 Waktu dan Tempat
Adapun praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 29 April 2016 pada pukul 13.00-15.00 WIB, di Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

2.2 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu alat tulis, preparat/ contoh dari gejala kerusakan kutu putih pepaya, puru daun mangga, penggulung daun pisang, penghisap buah kakao dan penggerek batang jagung.

2.3  Prosedur Kerja
Mengamati, menggambar dan memahami nama, dan gejala kerusakan pada tanaman.





III.HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1  Hasil Pengamatan

Adapun hasil dari pengamatan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut.
NO
Gambar
Keterangan
1

Penggulung daun pisang
2

Penghisap buah kakao
3

Kutu putih pada pepaya
4

Puru daun mangga
5

Penggerek batang jagung


3.2  Pembahasan

3.2.1        Kutu Putih Pepaya
menimbulkan kerusakan pada tanaman pepaya. Selain pada tanaman pepaya, hama ini menimbulkan kerusakan berat pada tanaman kamboja, kembang sepatu, dan ubi kayu. Secara umum, tumbuhan inang P. Marginatus meliputi anggota famili Acanthaceae, Annonaceae, Apocynaceae, Arecaceae, Caricaceae, Convolvulaceae,  Euphorbiaceae,  Fabaceae,  Lauraceae, Malpighiaceae, Malvaceae, Poaceae, Polygonaceae, Rubiaceae, Rutaceae, Solanaceae, Sterculiaceae, dan Verbenaceae.

Populasi kutu putih pepaya apabila tidak dikendalikan dan ditekan dapat menyebabkan hasil panen menurun hingga 58%. Mereka merusak dengan cara mengisap cairan. Semua bagian tanaman bisa diserangnya dari buah sampai pucuk. Serangan pada pucuk menyebabkan daun kerdil dan keriput seperti terbakar. Hama ini juga menghasilkan embun madu yang kemudian ditumbuhi cendawan jelaga sehingga tanaman yang diserang akan berwarna hitam (Amarasekare, 2008).

Pengendalian 
    1. Eradikasi/pemusnahan bagian yang terserang dan ditimbun/dikubur.
    2. Sanitasi lingkungan/pengelolaan pertanaman secara terpadu.
    3. Tidak menanam tanaman inang  disekitarnya
    4. Penyemprotan  insektisida  ber bahan  MIPC fipronil, atau sesuai dengan anjuran (Amarasekare, 2002).

Tubuhnya berbentuk oval dengan embelan seperti rambut-rambut berwarna putih dengan ukuran yang pendek.  Hama ini terdiri dari jantan dan betina, dan memiliki beberapa fase perkembangan yaitu fase telur, pradewasa (nimfa), dan imago.  Telur P. marginatus berbentuk bulat berwarna kuning kehijauan dan ditutupi oleh massa seperti kapas dan akan menetas dalam waktu 10 hari setelah diletakkan  Hama kutu putih biasanya bergerombol sampai puluhan ribu ekor. Mereka merusak dengan cara mengisap cairan. 

3.2.2        Puru Daun Mangga

Belatung puru merupakan stadium larva dari lalat Procontarinia matteiana. Lalat kecil berwarna hitam , panjang tubuhnya sekitar 3 mm , mempunyai gerakan yang lincah dan refleksi kuat. Hama ini menyerang tanaman yang sedang tumbuh secara vegetative , yaitu pada daun-daun yang masih muda. Serangan yang berat akan menyebabkan daun menjadi menggulung

Gejala pada serangan hama ini adalah Timbul bintil-bintil pada daun, jika diraba daun manga terasa keras. Jika bintil disayat dengan silet akan ditemukan belatung atau larva kecil, berwarna putih, panjang 1-2 mm. Sebelum serangan belatung ini terjadi , mula-mula lalat betina bertelur pada permukaan daun manga muda. Telur dimasukkan dalam jaringan daun dengan memasukkan ovipositornya. Sekali bertelur, seekor lalat betina mampu mengeluarkan 100-250 butir . Warna telur kuning muda , berukuran 0,1-0,5 mm. Telur menetas dalam waktu 3-4 hari menjadi larva, yang menetap dalam jaringan daun dan menghisap cairan. Daun yang terserang hama ini pertumbuhannya tidak normal, terutama bagian permukaan daun tepat dibagian belatung menetap, timbul bintil-bintil puru. Setiap bintil hanya terdapat 1 belatung yang menetap selama 10-14 hari. Setelah itu keluar dengan cara membuat lubang pada ujung bintil, lalu menjatuhkan diri ke tanah , dan masuk ke dalamnya lalu berkepompong. Masa berkepompong hanya 8-12 hari , yang berakhir dengan munculnya lalat muda Procontarinia matteiana yang nantinya akan menjadi sumber penularan. Lalat ini bergerak pada malam hari

Serangan kutu putih pepaya bisa dicegah dengan menggunakan insektisida sistemik yaitu teknik 10G, Curater 3G, dan furadan 3G. Insektisida ini dimasukkan ke dalam tanah di dekat akar agar bisa dihisap akar untuk diedarkan ke daun. Jika larvamenghisap cairan daun, tentu akan mati keracunan. Perlakuan injeksi batang untuk pengendalian penggerek batang dan lalat puru.

Pengendalian:

1.             Pucuk tanaman yang sudah terserang harus segera dipangkas dan dibakar supaya kutu, nimfa dan telur mati
2.             Tanaman disemprot dengan insektisida sistemik yang bisa menyusup ke jaringan daun, misalnya menggunakan Elsan 60 EC Dan Nuvacron 20 EC.
3.             Penyemprotan dengan insektisida kontak, hasilnya akan kurang memuaskan karena tidak bisa menembus perisai yang melindungi kutu
4.             Penyemprotan buah dan daun dengan Ripcord, Cymbuth atau Phosdrin tiga kali dalam seminggu, membakar daun yang terserang, menggemburkan tanah untuk mengeluarkan kepompong dan memperbaiki aerasi (Matnawy, 1989).

3.2.3        Penggulung Daun Pisang

Hama penggulung daun pisang (Erionata thrax) tergolong ke dalam metamorfosis sempurna (paurometabola) dengan siklus hidup:

a.                   Fase Telur
Telur akan menetas antara 3 – 5 hari, larva akan berjalan ke pinggir daun tumbuhan inang dan memulai memakannya.
b.                  Fase Ulat (Larva)
Setelah menetas larva akan mencari makan Sebagian larva mengkonsumsi cangkang telur yang kosong sebagai makanan pertamanya. Jumlah pergantian kulit selama hidup larva umumnya 4 – 6 kali, dan periode antara pergantian kulit (molting) disebut instar. Ketika larva mencapai pertumbuhan maksimal, larva akan berhenti makan, berjalan mencari tempat berlindung terdekat, melekatkan diri pada ranting atau daun dengan anyaman benang. Larva telah memasuki fase prepupa dan melepaskan kulit terakhir kali untuk membentuk pupa.
c.                   Fase Kepompong (Pupa)
Pupa pada umumnya keras, halus dan berupa suatu struktur tanpa anggota tubuh. Pada umumnya pupa berwarna hijau, coklat atau warna sesuai dengan sekitarnya. (berkamuflase) . Pembentukan kupu-kupu di dalam pupa biasanya berlangsung selama 7 – 20 hari tergantung spesiesnya.
d.                  Kupu-kupu
Setelah keluar dari pupa, kupu-kupu akan merangkak ke atas sehingga sayapnya yang lemah, kusut dan agak basah dapat menggantung ke bawah dan mengembang secara normal. Segera setelah sayap mengering,mengembang dan kuat, sayap akan membuka dan menutup beberapa kali dan percobaan terbang. Fase imago atau kupu-kupu adalah fase dewasa Hama penggulung daun pisang (Erionata thrax) ini pada perkembangbiakkannya memiliki parasitoid- parasitoid yakniBrachymeria sp dan Apanteles sp (Nurzaizi, 1986).

3.2.4        Penghisap Buah Kakao
Hama ini merupakan salah satu hama utama tanaman kakao di Indonesia menyerang buah dan tunas muda. Serangan pada buah muda  menyebabkan buah mati, sedangkan pada buah tua menyebabkan bentuk buah abnormal. Serangan pada buah dapat menurunkan daya hasil 42% (Wardoyo, 1988). Sedangkan serangan berat dan berulang-ulang pada pucuk tanaman dapat menekan produksi kakao 36-75%. Selain kakao, hama ini dapat menyerang tanaman jambu mete, kina, kapok, rambutan dan teh. Penyebaran hama meliputi Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan dan Papua.

Pucuk yang terserang yaitu tanaman muda masih lunak dengan daun belum membuka, sehingga daun layu, gugur kemudian ranting layu mengering dan meranggas serta tampak seperti lidi. Pada buah kakao, kepik menyukai buah muda dan buah mendekati matang. Buah yang terserang menunjukkan bekas tusukan berupa bercak-bercak cekung berwarna coklat-hitam, berukuran ± 2-3 mm pada permukaan buah akibat tusukan stylet nimfa dan imago. Letak bercak-bercak cenderung pada ujung buah.  Buah yang terserang berat, tampak seluruh permukaan buah dipenuhi bekas tusukan hitam dan kering, dimana kulit buah kering dan retak-retak. Buah muda berukuran kurang dari 5 cm menjadi kering dan rontok apabila terjadi serangan berat.
Serangga bertubuh kecil ramping dengan tanda spesifik yaitu adanya tonjolan berbentuk jarum pada mesoskutelum. Species lain yang merusak kakao dan tanaman lainnya yaitu Helopeltis theivora.
Telur diletakkan berkelompok 2-3 butir dalam jaringan tanaman yang lunak seperti bakal buah, tangkai buah, buah muda, ranting muda dan bagian sisi bawah tulang daun. Seekor kepik betina menghasilkan rata-rata 121 butir telur. Telur-telur tampak pada jaringan tanaman tersebut berupa munculnya lilin agak bengkok yang tidak sama panjangnya pada permukaan jaringan tanaman. Dalam waktu 6-7 hari telur menetas menjadi nimfa. Nimfa mengalami 5 kali ganti kulit selama periode nimfa 10-11 hari. Instar pertama berwarna coklat bening yang berubah coklat. Instar kedua, tubuh berwarna coklat muda, antena coklat tua. Instar ketiga, keempat dan kelima semakin jelas tonjolan pada thorax dan bakal sayapnya. Imago berukuran kecil, 10 mm. Abdomen berwarna hitam dan putih, sedangkan thorax berwarna jingga atau hitam. Kepala berwarna hitam. Pada setiap 30 ekor nimfa menghasilkan 24-29 serangga dewasa. Lama hidup serangga betina 10-42 hari dan jantan 8-52 hari.
1.        Pencegahan Serangan Kepik Penghisap Buah
a.      Pemupukan secara tepat
Tanaman yang defisiensi unsur P dan K menjadi peka terhadap serangan hama ini. Dengan demikian pemberian pupuk secara teratur dan tepat dapat meningkatkan pertumbuhan dan ketahanan tanaman kakao terhadap hama ini. Peranan unsur P untuk mempertinggi daya regenerasi tanaman dari kerusakan. Sedangkan unsur K berperan penting pada proses asimilasi bertindak sebagai katalisator, serta memperkuat jaringan tanaman. Sebaliknya pemberian unsur N yang berlebihan dapat meningkatkan serangan, karena jaringan tanaman menjadi lunak.
b.   Sanitasi tanaman inang lainnya
Beberapa jenis tanaman menjadi inang hama ini antara lain kapok, rambutan, dadap, albasia dan beberapa gulma. Pertanaman kakao perlu dibebaskan dari tanaman inang lainnya ini melalui tindakan sanitasi kebun.
c.    Pengaturan pohon pelindung
Pohon pelindung perlu dipangkas agar tidak terlalu lebat dan lembab, karena kepik ini tidak tahan angin dan sinar matahari langsung. Populasi kepik menjadi berkurang. (Wardojo, 1981).

3.2.5        Penggerek Batang Jagung

Penggerek batang, Ostrinia furnacalis Guenee (Lepidoptera: Pyralidae) banyak terdapat di Asia Tenggara, Asia Tengah, Asia Timur, dan Australia. Hama tersebut merupakan salah satu hama utama pada pertanaman jagung di Indonesia termasuk di Sulawesi Selatan, seperti di Kabupaten Gowa,Takalar, Jeneponto, Bantaeng, Bulukumba,Sinjai, Barru, Sidrap, Wajo, dan Luwu (Nonci dan Baco 1991). Ofurnacalis merupakan hama penting pada jagung di Filipina, Kamboja, Vietnam, Cina,Indonesia, Thailand, Malaysia, dan Papua New Guinea. Tseng (1998) melaporkan pula bahwa O. furnacalis merupakan hama penting di beberapa negara Asia sampai ke Australia, Mikronesia, Cina, Jepang,dan Korea.

Telur penggerek batang berukuran 0,90 mm Telur diletakkan secara berkelompok di bagian bawah daun, bentuknya menyerupai sisik ikan dengan ukuran yang berbeda-beda hampir semua telur diletakkan pada daun, terutama daun yang terkulai dan pucuk. Puncak peletakan telur penggerek batang terjadi pada saat terbentuknya bunga jantan dan berakhir pada saat pematangan biji. Sekitar 29,27% kelompok telur diletakkan di atas permukaan daun dan 70,73% di bawah permukaan daun, masing-masing pada daun ke-4, 5, 6, 7, dan 8 dari bawah (Nonci et al. 2000; 2001). Jumlah telur setiap kelompok berbeda-beda, yakni antara 5−90 butir, tetapi ada yang lebih dari 100 butir. Di laboratorium, jumlah telur setiap kelompok beragam dari 2 hingga 200 butir Stadium telur berlangsung 3−4 hari.

Lama perkembangan larva bervariasi, bergantung pada bagian tanaman jagung
yang dimakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jagung yang berumur 6
minggu paling disenangi oleh larva O. furnacalis. Pupa terbentuk di dalam batang denganlama stadium bervariasi 7−9 hari atau rata-rata 8,50 hari.Ngengat biasanya muncul dan aktif padamalam hari dan segera berkopulasi. Seekor ngengat betina menghasilkan telur ratarata 81,10; 133,30; 122,60 butir/hari masingmasing dari ngengat yang larvanya diberi makan bagian tanaman jagung umur 4, 6, dan 8 minggu (Nonci dan Baco 1991).

Pada dasarnya pengendalian kultur teknis mengupayakan agar pertumbuhan tanaman senantiasa sehat sehingga mampu mengatasi serangan berbagai spesies serangga hama. Inti pengendalian dengan memodifikasi usaha pertanian sehingga lingkungan kurang mendukung bagi perkembangan serangga hama tetapi pertumbuhan tanaman tetap baik. Hal itu dilakukan dengan cara pengaturan Pola Tanam, dicontohkan seperti pergiliran tanaman dan tanam serempak atau panen serempak. Penanaman satu jenis tanaman secara terus menerus sepanjang tahun akan memberi kesempatan yang baik bagi perkembangan hama. Untuk mengatasi tersebut perlu dipotong rantai makanan dan kondisi  lingkugannya melalui pergiliran tanaman. Penanaman secara serempak atau panes secara serempak untuk menghindari serangan hama terpusat pada satu area saja (Nonci dan Baco 1991).


IV.         KESIMPULAN


Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut.
1.      Gejala serangan bisa berupa gerekan, gorokan, bisul/puru, dll.
2.      Gejala serangan juga dipengaruhi oleh tipe mulut hama.




DAFTAR PUSTAKA



Amarasekare, K.G., C.M. Mannion, L.S. Osborne,  and  N.D.  Epsky.  2008. Life History of Paracoccus marginatus (Hemiptera: Psudococcidae) on four host plant  spesies under Laboratory Condition. Environ Entomol. 37(3): 630- 635.Awmack C.S.  &  S.R.  Leather,.  2002. Host Plant Quality and Fecundity in Herbivoro Insect.  Annu  Reu Entomol, 47: 817-844.

Hunter, D.M., P.W. Walker, & R.I. Elder, 2001. Adaptations of locusts and grasshoppers to the low and variable rainfall of Australia J. of Orthoptera Res. 10 (2): 347-351

Matnawy, H. 1989. Perlindungan Tanaman. Kanisius. Yogyakarta.

Nonci, N dan D. Baco. 1991. Pertumbuhan penggerek jagung Ostrinia furnacalis pada berbagai tingkat umur tanaman jagung (Zea mays L.).  Agrikam 6(3):95-101.

Nurzaizi H. 1986. Pengamatan hama Nacoleia octasema Meyrick (Lepidoptera:
            Pyralidae) dan Erionota thrax Linnaeus (Lepidoptera: Hesperidae) pada    tanaman pisang di Kecamatan Babakan, Kabupaten Cirebon Jawa Barat     [Laporan Praktek Lapang] : Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan,Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Jawa Barat

Wardojo. 1981. Hama Serangga Tanaman Coklat. Balai Penelitian Perkebunan. Bogor.


 
Envy White Rose Blogger Template by Ipietoon Blogger Template