Wednesday, March 8, 2017

PENGENALAN AGENSIA HAYATI

PENGENALAN AGENSIA HAYATI
(Laporan Praktikum Pengendalian Hama Tanaman)






Oleh

Indah Dewi Saputri
1414121109
Kelompok 7













LABORATORIUM ILMU HAMA TANAMAN
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016










I.                   PENDAHULUAN


1.1  Latar Belakang

Hama merupakan hewan pengganggu yang jika tidak ditangani akan merusak kuantitas dan kualitas tanaman. Keberadaan hama tersebut sangat dirisaukan, karena kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan hama bisa menyebabkan kualitas dan kuantitas panen pada suatu pertanaman mengalami penurunan. Hal tersebut tentu juga akan mengakibatkan kerugian secara ekonomi. Hama yang merugikan secara ekonomi, biasanya merupakan hama yang menyerang pada bagian tanaman yang kita konsumsi, atau biasa kita sebut dengan hama langsung (Endah, 2005).

Hal ini menyebabkan pengelolaan dan pengendalian hama menjadi salah satu yang menentukan keberhasilan panen. Tidak semua hewan dapat dikatakan sebagai hama, hewan akan menjadi hama jika kehadirannya tidak hanya menimbulkan luka pada tanaman tetapi juga menimbulkan kerusakan yang berimbas pada kualitas dan kuantitas tanaman.

Hama dapat dikendalikan dengan berbagai cara, salah satunya dengan menggunakan agensia pengendali hayati yang berupa musuh alami. Agensia pengendali hayati terbagai menjadi tiga, yaitu: predator yang memangsa hama, patogen yang menyebabkan hama sakit dan parasitoid sebagai organisme yang sebagian hidupnya bergantung pada organisme tunggal. Pada praktikum kali ini, mahasiswa diberi kesempatan untuk mengetahui contoh dari predator, patogen dan parasitoid.


1.2  Tujuan

Adapun tujuan dilakukannya praktikum kali ini adalah sebagai berikut.
1.    Mengetahui macam-macam agensia hayati (predator, patogrn, parasitoid) dalam pengendalian hama secara hayati










II.METODOLOGI PERCOBAAN


2.1 Waktu dan Tempat
Adapun praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 27 Mei 2016 pada pukul 13.00-15.00 WIB, di Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

2.2 Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu alat tulis, dan spesimen agensia pengendali hayati.

2.3  Prosedur Kerja
Mengamati, menggambar agensia pengendali hayati.







III.HASIL DAN PEMBAHASAN


3.1  Hasil Pengamatan

Adapun hasil dari pengamatan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut.
NO
Gambar
Keterangan
1

Semut Rang-Rang (Oecophylla smaragdina)
2

Kumbang Kubah (Coccinella setempunctata)
3

Kepik Leher ( Assasin bugs)
4

Kumbang Macan (Cicindela sp)
5

Belalang Sembah (Mantis religiosa)
6

Beauveria bassiana
7

Metharizium anispliae
8

Charops sp


3.2  Pembahasan

3.2.1        Pengertian Predator, Parasitoid, dan Patogen

Menurut Kusnadi (2005), predator adalah suatu binatang yang dapat memangsa binatang lain, Parasitoid adalah Organisme yang sepanjang hidupnya bergantung pada inang yang akhirnya membunuh dalam proses itu, dan patogen adalah Organisme yang hidup dalam habitat inangnya dan menyerang hama tertentu, biasanya menyerang serangga

3.2.2        Cara Konversi Agensia

Pelestarian musuh alami dapat dilakukan cara :
a.        Pelestarian dengan aplikasi pestisida selektif
Musuh alami lebih rentan terhadap pestisida, sehingga aplikasi pestisida spektrum luas lebih berakibat negatif terhadap populasi musuh alami bila dibandingkan dengan hama.

b.        Pelestarian dengan sistem pertanian
Cara ini dilakukan dengan membuat atau meningkatkan peran lingkungan untuk meningkatkan jumlah musuh alami. Ada dua cara yang dapat dilakukan:
Mengubah lingkungan pertanaman.

Habitat musuh alami mempunyai tingkat keragaman hayati yang tinggi baik tanaman maupun populasi serangga yang ada. Sistem pertanian monokultur tidak sesuai untuk pelestarian musuh alami, bahkan sangat mendukung percepatan populasi hama. Oleh karena itu, sistem pertanian harus diubah dari monokultur menjadi polikutur. Sistem polikultur akan mengubah lingkungan pertanaman, dalam hal ini berarti dapat menyediakan sumber makanan (nektar dan pollen) bagi musuh alami, menyediakan mangsa atau inang alternatif bagi musuh alami untuk menjaga agar populasinya stabil ketika populasi hamanya menurun, menyediakan habitat yang sesuai, shelter (tempat berlindung) untuk musuh alami dan mikroklimat yang sesuai.

c.        Mengubah praktek budidaya
Langkah pertama sebelum mengubah praktek budidaya adalah mengecek apakah praktek budidaya yang diterapkan sekarang menguntungkan bagi musuh alami, dan jika dimodifikasi apakah dapat meningkatkan dampak positif bagi musuh alami. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah apakah pengubahan praktek budidaya tersebut juga menguntungkan dari segi hasil akhir atau panen. Sebagai contoh, pertanaman yang banyak ditumbuhi gulma akan berdampak positif bagi musuh alami karena gulma dapat menyediakan banyak nektar, tempat berlindung dan sumber makanan alternatif, akan tetapi hal ini akan mengurangi hasil panen karena adanya kompetisi gulma dengan tanaman budidaya. Contoh lain adalah, pembajakan tanah dapat menurunkan tingkat survival pupa hama yang hidup di tanah, akan tetapi hal ini akan menurunkan tingkat survival musuh alami yang hidup di tanah juga. Oleh karena itu, harus diperhatikan sifat spesifik tanaman, hama dan musuh alaminya, serta komunitas pertanian lokal di mana pendekatan ini akan digunakan.




3.2.3        Agensia Pengendali Hayati
      a)      Mantis religiosa (belalang sembah) banyak ditemukan di daerah pertanaman. Telur diletakkan di berbagai bagian tanaman, terutama di rantimg dan dibungkus oleh bahan seperti busa yang lekat. Tiap jenis mempunyai masa telur yang berbeda. Nympha akan muncul secara serentak dan sangat aktif dalam mencari mangsa. Hewan ini bertindak sebagai predator yang efektif, memangsa berbagai serangga dan sering pula bersifat kanibal dengan memakan mantis lainnya.

      b)      Beauveria bassiana merupakan cendawan entomopatogen yaitu cendawan yang dapat menimbulkan penyakit pada seranggaBeauveria bassiana berasal dari kingdom Fungi, filum Ascomycota, kelas Sordariomycetes, orde Hypocreales, famili Clavicipitaceae, dan genus Beauvaria.  Merupakan jamur mikroskopik dengan tubuh berbentuk benang-benang halus (hifa). Hifa-hifa tersebut selanjutnya membentuk koloni yang disebut miselia. Jamur ini tidak dapat memproduksi makanannya sendiri, oleh karena itu ia bersifat parasit terhadap serangga inangnya. Cara cendawan Beauvaria bassiana menginfeksi tubuh  serangga dimulai dengan kontak inang, masuk ke dalam tubuh inang,  reproduksi  di dalam satu atau lebih jaringan inang, kemudian kontak dan menginfeksi inang baru

      c)      Jamur Metarhizium anisopliae yang sebelumnya dikenal dengan nama  Anisopliae entomophora yang merupakan jamur yang dapat hidup di tanah. Jamur ini telah dilaporkan telah menginfeksi sekitar 200 jenis serangga dan arthropoda lainnya. Meskipun Metarhizium anisopliae tidak menular atau beracun untuk mamalia, namun jika menghirup spora dari jamur tersebut dapat menyebabkan reaksi alergi pada individu yang sensitive (Oka, 1995)

      d)     Kumbang macan memiliki ciri-ciri yaitu clypeus yang meluas kearah samping melampaui pangkal antenna, kepala kumbang macan lebih lebar daripada pronotum, pronotum lebih sempit dibandingkan sayap depan kemudian memiliki warna tubuh metalik kecoklatan/hitam/hijau dan sering bercorak warna warni serta kumbang macam pun memiliki kaki panjang atau ramping dengan ukuran tubuh 6-40 mili meter.

       e)      Kepik leher adalah pemburu yang sangat efektif. Sebagian jenis kepik ini aktif siang hari dan sebagian malam hari. Morfologi kepik yaitu bercirikan berleher panjang, struktur mulutnya yang berbentuk seperti jarum atau berbentuk kurva terlipat di bawah tubuhnya. Ini memudahkan hewan ini untuk memangsa.

      f)       Semut rangrang bersifat predator dan agresif digunakan sebagai biokontrol agen pengendali hama pada perkebunan tropis untuk meningkatkan produksi tanaman. Agen ini mekanisme menyerangnya adalah memakan hewan atau hama yang lebih kecil darinya. Semut memiliki pengaruh atas lingkungannya dengan banyak cara. Sebagian bermanfaat untuk manusia dan sebagian tidak. Semut angkrang atau rangrang biasanya membuat sarangnya di antara daun pohon (Tjahjadi, 1989)


IV.             KESIMPULAN


Adapun kesimpulan dari praktikum ini adalah:
1.             Musuh alami terbagi menjadi tiga, yaitu predator, parasitoid dan patogen
2.             Setiap agensia pengendali memiliki mekanisme serangannya masing masing 



DAFTAR PUSTAKA


Endah, Joisi, Nopisan. 2005. Mengendalikan Hama dan Penyakit Tanaman.
Agromedia Pustaka. Jakarta.

Oka, Ida Nyoman. 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya di
Indonesia.Gajah Mada University Press. Yogyakarta.


Tjahjadi, N. 1989. Hama dan Penyakit Tumbuhan. Kanisius : Yogyakarta

0 comments:

Post a Comment

 
Envy White Rose Blogger Template by Ipietoon Blogger Template