(Laporan Praktikum Pengendalian Hama Tanaman)
Oleh
Indah Dewi Saputri
1414121109
Kelompok 7
LABORATORIUM
ILMU HAMA TANAMAN
JURUSAN
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2016
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hama
merupakan hewan pengganggu yang jika tidak ditangani akan merusak kuantitas dan
kualitas tanaman. Keberadaan hama tersebut sangat dirisaukan, karena
kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan hama bisa menyebabkan kualitas dan
kuantitas panen pada suatu pertanaman mengalami penurunan. Hal tersebut tentu
juga akan mengakibatkan kerugian secara ekonomi. Hama yang merugikan secara
ekonomi, biasanya merupakan hama yang menyerang pada bagian tanaman yang kita
konsumsi, atau biasa kita sebut dengan hama langsung (Endah, 2005).
Hal ini
menyebabkan pengelolaan dan pengendalian hama menjadi salah satu yang
menentukan keberhasilan panen. Tidak semua hewan dapat dikatakan sebagai hama,
hewan akan menjadi hama jika kehadirannya tidak hanya menimbulkan luka pada
tanaman tetapi juga menimbulkan kerusakan yang berimbas pada kualitas dan
kuantitas tanaman.
Hama
dapat dikendalikan dengan berbagai cara, salah satunya dengan melakukan
sarungisasi, hal ini biasa digunakan untuk melindungi buah kakau dari penghisap
kakao, yaitu hama Helopeltis sp. Pada
praktikum kali ini mahasiswa diberi kesempatan untuk mengetahui cara melakukan
sarungisasi, manfaatnya dan perbedaan dari buah kakao yang tidak diberi
perlakuan sarungisasi dengan yang tidak.
1.2 Tujuan
Adapun
tujuan dilakukannya praktikum kali ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui
apa manfaat dari sarungisasi
2. Mengetahui
perbedaan buah yang diberi perlakuan sarungisasi dengan yang tidak
II.METODOLOGI
PERCOBAAN
2.1 Waktu dan Tempat
Adapun praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 10 Juni 2016 pada pukul
13.00-15.00 WIB, di Laboratorium Lapang terpadu, Fakultas Pertanian,
Universitas Lampung.
2.2 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu alat tulis, plastik,
karet gelang, dan alat sarungisasi.
Sedangkan bahan yang digunakan adalah buah kakao pada pertanaman di Lab
Lapang Terpadu Universitas Lampung.
2.3 Prosedur
Kerja
Adapun prosedur pada praktikum ini adalah dengan cara memilih kakao dengan
ukuran yang tepat, kemudian arahkan alat sarungisasi pada buah kakao, kemudian
memasukan buah kakao kedalam selongsongnya, setelah itu dorong plastik dengan
menggunakan tongkat kayu, lalu lepaskan alatnya dari buah kakao.
III.HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil Pengamatan
Adapun
hasil dari pengamatan yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
NO
|
Gambar
|
Keterangan
|
1
|
|
Helopeltis sp
|
2
|
Plastik
dimasukan kedalam selongsong
|
|
3
|
|
Diberi
karet gelang
|
4
|
|
Buah
kakao dimasukan ke selongsong
|
5
|
|
Buah
kakao setelah disarungisasi
|
3.2 Pembahasan
Salah satu metode pengendalian hama PBK adalah
dengan cara
pembungkusan atau sarungisasi. Teknologi pengendalian ini sebenarnya
sudah lama diketahui oleh sebagian besar petani, akan tetapi kenyataannya para
petani kakao jarang melakukannya. Alasannya adalah masih kurang efisiennya
biaya dan waktu yang harus dikeluarkan. Petani masih membayangkan besanya biaya
dan tenaga kerja yang harus mereka keluarkan apabila dengan luasan areal
perkebunan lebih dari 1 hektar. Padahal, banyak yang belum mengetahui bahwa
sarungisasi merupakan teknologi Indonesia dalam ranngka meningkatkan mutu biji
kering kakao dengan cara mencegah imago PBK meletakkan telur pada buah kakao.
Cara membungkus buah kakao dengan kantong plastik dapat dilakkukan satu persatu
denngan mudah dan dapat dilakukan siapa saja.
Sarungisasi buah kakao ini dinilai tepat karena
serangan hama itu penularannya dilakukan melalui udara atau menjalar dari satu
daerah ke daerah yang lain, bahkan melalui lalu lintas perdagangan antar
daerah. Masalahnya sarungisasi harus dilakukan secara serentak dalam satu
kawasan, antar kawasan sampai dengan antar pulau.
Direktorat Perlindungan Perkebunan Departmen
Pertanian merekomendasikan aplikasi penyarungan, karena di Sulawesi Utara,
Kalimantan Timur dan Maluku berhasil menekan serangan PBK dari sekitar menjadi
80 % menjadi kurang dari 1 % shingga meningkatkan produksi biji kering sampai
300 %.
Teknologi penyarungan buah kakao ini terbukti
efektif untuk mencegah serangan PBK pada saat populasi PBK tinggi yang biasanya
terjadi pada saat musim buah sedikit. Untuk itu, penyarungan buah sebaiknya
dilaksanakan 3 bulan sebelum musim buah sedikit. Pola panen dan pola
pertumbuhan pentil atau bakal buah di setiap daerah harus diketahu dengan baik
agar pelaksanaan penyarungan dapat dilaksanakan tepat pada waktunya.
Pembungkusan buah kakao dengan plastik dapat
dilakukan pada pagi hari dan sore hari dengan menggunakan kantong plastik
berwarna gelap dan ukuran plastiknya disesuaikan dengan ukuran buah kakao yang
akan disarungi. Prinsipnya, besaran kantong untuk sarung harus lebih besar dari
ukuran buah, sehingga memudahkan dalam penyarungan. Penyarungan buah relatif
mudah dilaksanakan, demikian juga alat untuk penyarungan relatif mudah di
dapatkan. Alat yang digunakan adalah kantong plastik hitam atau pun transparn,
karet gelang, potongan bambu berdiameter + 8 cm dengan panjang 1 -1,5 meter dan
tongkat pendorong yang dipasang paku pada bagian ujungnya(Senewe, 2010).
Petani
yang menerapkan sarungisasi kakao, kebun kakaonya juga terhindar dari serangan
lalat buah karena umumnya petani koperator yang melakukan pengendalian dengan
sarungisasi telah melakukan pemangkasan dengan cara yang benar, sedangkan
petani koperator yang melakukan pengendalian PBK dengan insektisida dan kontrol
belum sepenuhnya memangkas secara benar sehingga masih terjadi serangan busuk
buah yaitu sekitar 3,3-10%.
Pengedalian
hama PBK dengan metode penyarungan buah kakao (sarungisasi) ini sudah dikuasai
oleh petani koperator di desa Jono-Oge dan desa Tondo. Terbukti bahwa
intensitas serangan PBK dengan pengendalian sarungisasi di desa Jono-Oge dan
desa Tondo menjadi turun. Sementara intensitas serangan PBK dengan pengendalian
insektisida kimia baik di desa Jono-Oge maupun desa Tondo masih cukup tinggi.
Kondisi ini disebabkan karena insektisida kimia hanya mampu membunuh imago,
padahal keberadaan imago pada tanaman kakao hanya pada sore hari, pada malam
hari imago kawin dan bertelur. Petani koperator melakukan penyemprotan hanya
pada sore hari. Pada kakao yang tidak dilakukan pengendalian hama atau tidak menerapkan
sarungisasi, intensitas serangan PBK tinggi (BLP Jakarta Selatan, 2006).
IV.
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari praktikum
ini adalah:
1.
Sarungisasi dapat meningkatnkan
produktivitas kakao
2.
Kakao yang disarungisasi kecil
kemungkinan terserang hama Helopeltis
sp
DAFTAR PUSTAKA
Endah, Joisi, Nopisan. 2005. Mengendalikan
Hama dan Penyakit Tanaman.
Agromedia Pustaka. Jakarta.
BLP Jakarta
Selatan. 2006. Sarungisasi di Kab.
Donggala Berhasil Tingkatkan Produktivitas Kakao. http://www.litbang.pertanian.go.id/berita/one/293/. Diakses pada
tanggal 15 Juni 2016
Senewe dan
Pesireron. 2010. Pengendalian
Hama Terpadu Penggerek Buah Kakao di Maluku Tengah. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian. Maluku
0 comments:
Post a Comment