PENGENDALIAN
HAYATI PENYAKIT TANAMAN
1. PENGUJIAN SECARA IN VITRO
(Laporan Praktikum Pengendalian Penyakit
Tanaman)
Oleh
Indah Dewi Saputri
1414121109
Kelompok 6
JURUSAN
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2016
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pengendalian
penyakit tanaman merupakan mata kuliah yang amat berpengaruh untuk memperdalam
pemahaman mahasiswa mengenai penyebab penyakit tanaman dan penyakit tanaman itu
sendiri. Sebuah dasar yang sangat penting, mengingat urgensinya yaitu penyakit
pada tanaman sebagai penyebab berkurangnya kualitas dan kuantitas hasil panen. Dalam mempelajari pengendalian penyakit
tanaman, tentu saja banyak yang harus di perdalam melalui pengalaman empirik
yang bisa di dapat melalui praktikum di laborarorium yang bersangkutan. Untuk
Itu mahasiswa harus mengetahui apa itu gejala dan tanda penyakit serta
perbedaannya, karena hal ini akan selalu dibahas dalam perkuliahan pengendalian
penyakit tumbuhan.
Pengendalian
hayati menggunakan agen antagonis dengan satu kali pemakaian dapat menekan
pertumbuhan dan perkembangan patogen untuk jangka waktu yang relatif panjang
tanpa menimbulkan pencemaran lingkungan. Pengendalian hayati merupakan
pengendalian penyakit yang ramah lingkungan karena bersifat tidak membahayakan
kehidupan makhluk hidup dan lingkungan (Baker 1974).
Cendawan Trichoderma
merupakan salah satu cendawan antagonis yang ditemukan endofit pada daun
kakao. Trichoderma endofit daun membutuhkan nutrisi sesuai dari tempat
asal di mana ditemukan endofit tersebut. Nutrisi seperti protein banyak
terkandung di dalam beberapa daun, salah satunya daun lamtoro (Yuni, 2011).
Kadar Protein di dalam daun lamtoro mencapai 25,90%. Berdasarkan uraian di atas
dengan asumsi bahwa Trichoderma memiliki kemampuan antagonis yang tinggi
maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui daya hambat Trichoderma
sp., terhadap beberapa cendawan patogen secara in vitro(Muelen,
1979).
1.2
Tujuan
Adapun
tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Mengetahui
teknik pengujian kemampuan agensia hayati untuk menghambat pertumbuhan patogen
tanaman secara in vitro sebelum aplikasi lapangan.
II.
METODOLOGI
PRAKTIKUM
2.1
Waktu
dan Tempat
Adapun waktu pelaksanaan praktikum
ini adalah pada tanggal 4 April 2016, pukul 10.00 - 12.00 WIB di laboratorium
ilmu penyakit tanaman jurusan Agroteknologi, Universitas Lampung.
2.2
Alat
dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam
praktikum ini adalah cawan petri, jarum ent, bor gabus, bunsen, Laminar Air Flow, penggaris, spidol
permanen, dan plastik wrap.
Sedangkan
bahan yang digunakan adalah air, jamur Curvularia
sp, Trichoderma sp, media PDA, dan alkohol 70%.
2.3
Cara
Kerja
Adapun
cara kerja dalam praktikum ini adalah :
Menyiapkan
cawan petri yang steril, kemudian secara aseptik menggunakan bor gabus dan
mengambil hasil potongannya dengan menggunakan jarum ent. Kemudian meletakan Curvularia sp pada 3 cm dari pinggir cawan petri, dan secara berlawanan
diletakan pula Trichoderma sp yang
juga telah diukur. Kemudian kami mengukur jari-jari koloni jamur Curvularia sp yang menuju dan menjauhi Trichoderma sp, setiap tiga hari sekali.
Setelah itu, kami menghitung persentase penghambat jamur Trichoderma sp.
III.
HASIL
PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
3.1
Hasil
Pengamatan
Berikut hasil yang kami dapatkan :
3.1.1
Tabel Pengamatan
NO
|
Hari
|
Gambar
|
Keterangan
|
1
|
Rabu, 6 April 2016
|
U1
![]() |
Pada pengamatan pertama, didapatkan bahwa ulangan satu r1 : 1,1 cm
dan r 2 : 1 cm
|
|
|
U2
![]() |
sedangkan
ulangan dua r1 : 0,7 cm, dan r2 : 0,6 cm
|
2
|
Jum’at, 8 April 2016
|
U1
![]() |
Pada
pengamatan ke dua didapatkan bahwa r1 telah
mencapai 2,1 cm dan r2 : 1 cm,
|
|
|
U2
![]() |
sedangkan
ulangan ke-2 r 1 : 0,7 cm
dan r2 : 0,6 cm
|
3
|
Senin, 11April 2016
|
U1
![]() |
Pada pengamatan
ketiga, ulangan pertama adalah r1 : 2,2 cm,
dan r 2 : 1,1 cm
|
|
|
U2
![]() |
sedangkan
ulangan ke-2 r 1 : 0,7 cm dan r 2 : 0,9 cm
|
3.1.2
Tabel Persentase Penghambat Trichoderma
spp
Berikut ini tabel persentase
penghambat Trichoderma sp:
Pengamatan
hari ke
|
Diameter
|
Presentase
penghambatan(%)
|
|||||
R1
|
R2
|
||||||
1
|
2
|
1
|
2
|
1
|
2
|
Rerata
|
|
3
|
1,1cm
|
1 cm
|
0,7cm
|
0,6cm
|
10 %
|
16,6%
|
13,3%
|
5
|
2,1cm
|
1 cm
|
0,7cm
|
0,6cm
|
110%
|
16,6%
|
63,3%
|
8
|
2,2cm
|
1,1cm
|
0,7cm
|
0,9cm
|
100 %
|
-22,2%
|
61,1%
|
3.2
Pembahasan
3.2.1 Curvularia
spp
Curvularia
adalah hyphomycete (cetakan) jamur yang merupakan patogen fakultatif Banyak
jenis tumbuhan dan tanah. Kebanyakan Curvularia ditemukan di daerah tropis,
meskipun sedikit yang ditemukan di zona beriklim sedang. Curvularia
didefinisikan oleh jenis spesies C. lunata (Wakker) Boedijn. Curvularia lunata
muncul sebagai mengkilap beludru hitam, pertumbuhan berbulu pada permukaan koloni.
C. lunata dibedakan oleh septate, hifa dematiaceous memproduksi coklat,
konidiofor geniculate. The poroconidia melengkung sedikit ke jelas, melintang
septate, dengan sel ketiga diperluas dari ujung pori konidia tersebut.
Curvularia dapat dengan mudah dibedakan dari Bipolaris dan Drechslera spp.
sejak konidia non-distoseptate, yaitu, septate dari tepi ke tepi dinding
konidia. The teleomorphic keadaan jenis spesies Curvularia lunata adalah Cochliobolus
lunatus (Singh, 2001).
3.2.2 Trichoderma spp
Potensi
jamur Trichoderma sebagai jamur
antagonis yang bersifat preventif terhadap serangan penyakit tanaman telah
menjadikan jamur tersebut semakin luas digunakan oleh petani dalam usaha
pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Disamping karakternya sebagai
antagonis. Aplikasi jamur Trichoderma pada pembibitan tanaman guna
mengantisipasi serangan OPT sedini mungkin membuktikan bahwa tingkat kesadaran
petani akan arti penting perlindungan preventif perlahan telah tumbuh.
Jamur
Trichoderma sp sering digunakan untuk
mengendalikan Fusariumoxysporum (penyebab penyakit busuk
batang pada tanaman Vanili), Phytophtora sp (penyebab penyakit busuk pangkal
batang pada tanaman Lada) dan Rigidoporus lignosus ( penyebab penyakit
Jamur akar putih pada tanaman Karet). Selain itu juga efektif
mengendalikan Phytium sp yang merupakan patogen tular tanah penyebab penyakit
rebah kecambah pada kacang-kacangan.
Jamur
ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain:
1.
Mudah diisolasi, dikembangkan, dan
daya adaptasinya luas.
2.
Mudah ditemukan di tanah areal
pertanaman, shg pertumbuhan pd saat aplikasi lebih mudah.
3.
Dapat tumbuh secara cepat pada
berbagai substrat.
4.
Memiliki kisaran mikroparasitisme
yang luas.
5.
Pada umumnya tidak patogen pada
tanaman.
Jamur
Trichoderma mempunyai kemampuan untuk meningkatkan
kecepatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, terutama kemampuannya
untuk menyebabkan produksi perakaran sehat dan meningkatkan angka kedalaman
akar (lebih dalam di bawah permukaan tanah). Akar yang lebih dalam ini menyebabkan
tanaman menjadi lebih resisten terhadap kekeringan, seperti pada tanaman jagung
dan tanaman hias.
Mekanisme serangan Trichoderma ialah :
1. Kompetisi terjadi apabila dua atau
lebih mikro organisme berada pada ruang atau tempat yang sama dan
memperebutkan sumber nutrisi (carbon (C) , nitrogen (N) , dan besi (Fe),
termasuk oksigen, cahaya, air. Kompetisi yang paling utama dalam sistem
pengendalian hayati patogen yaitu kompetisi tempat, yang berhubungan dengan
kecepatan kolonisasi agen pengendali. Fenomena kompetisi tempat ini banyak dijumpai terutama pada patogen-patogen
tanah pada sistem perakaran tanaman. Pada praktikum ini Jamur Trichoderma
sp. bekompetisi makanan dan ruang dengan Colletotrichum museu.
Persaingan antar mikro organisme, akan menyebabkan
perubahan kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan patogen, sehingga
patogen tidak dapat berkembang dengan sempurna.
2. Antibiosis adalah penghambatan pertumbuhan atau perkembangan dan
penghancuran suatu organisme oleh hasil metabolisme organisme lain. Hasil
metabolisme tersebut bersifat racun dan dikenal sebagai antibiotik.
Penelitian Dennis dan Webster (1971) menyebutkan
bahwa Trichoderma menghasilkan antibiotik yang menguap
(volatil) dan tidak menguap (non volatil).
Trichoderma sp. Banyak diteliti dan di aplikasikan
dalam pengendalian jamur-jamur patogen tanah.
Kemampuan Trichoderma menghasilkan antibiotik menyebabkan
terhambatnya petumbuhan jamur patogen disekitarnya, disamping itu
keberadaan Trichoderma dapat membuat keasaam tanah (pH) menjadi
tidak optimum bagi patogen, sehingga terjadi ketidak seimbangan konsentrasi
nutrisi dan selanjutnya tidak dapat dimanfaatkan oleh patogen dan pada akhirnya
mampu menekan infeksi.
2.
Hiperparasitisme. Dikatakan selanjutnya hiperparasitisme adalah
bentuk penghambatan dan penghancuran oleh agen pengendali dengan memarasit
jamur patogen, melalui hifa dengan membentuk haustoria dan dapat pula
menyebabkan lisis hifa jamur patogen (Dennis, 1971).
3.2.3 .Jamur Antagonis
Jamur antagonis adalah kelompok jamur pengendali hayati yang
mempunyai kemampuan mengganggu proses hidup patogen tanaman. Mekanisme jamur
antagonis dalam menghambat patogen tanaman dapat melalui antibiosis, lisis,
kompetisi, dan parasitisme. Di samping itu, jamur antagonis mampu mencegah
infeksi patogen terhadap tanaman melalui aktivitas Induce Sistemic Resistance (ISR).Trichoderma mampu menghasilkan
metabolit gliotoksin dan viridin sebagai antibiotik dan beberapa spesies juga
diketahui dapat mengeluarkan enzim b1,3-glukanase dan kitinase yang menyebabkan
eksolisis pada hifa inangnya, namun proses yang terpenting yaitu kemampuan
mikoparasit dan persaingannya yang kuat dengan patogen. Beberapa penelitian
yang telah dilakukan,Trichoderma Sp
memiliki peran antagonisme terhdap beberapa patogen tular tanah yang berperan
sebagai mikoparasit terhadap beberapa tanaman inang. Chet (1987), berpendapat
bahwa bahwa mikoparasitisme dari Trichoderma Sp. merupakan suatu proses yang
kompleks dan terdiri dari beberapa tahap dalam menyerang inangnya.
Interaksi awal dari Trichoderma Sp. yaitu dengan cara hifanya membelok
ke arah jamur inang yang diserangnya, Ini menunjukkan adanya fenomena respon
kemotropik pada Trichoderma Sp. karena adanya rangsangan dari hyfa
inang ataupun senyawa kimia yang dikeluarkan oleh jamur inang. Ketika
mikoparasit itu mencapai inangnya, hifanya kemudian membelit atau menghimpit
hifa inang tersebut dengan membentuk struktur seperti kait (hook-like
structure), mikoparasit ini juka terkadang mempenetrasi miselium inang dengan mendegradasi
sebagian dinding sel inang (Sinaga, 1989).
3.2.4 Pembahasan
Data
Berdasarkan
pengamatan, didapatkan bahwa . Pada hari Rabu, pengamatan
pertama, didapatkan bahwa ulangan satu r1 : 1,1 cm dan
r 2 : 1 cm sedangkan ulangan dua r1 : 0,7 cm,
dan r2 : 0,6 cm, Pada pengamatan ke dua didapatkan bahwa r1 telah
mencapai 2,1 cm dan r2 : 1 cm, sedangkan
ulangan ke-2 r 1 : 0,7 cm dan r2 : 0,6 cm. Pada
pengamatan ketiga, ulangan pertama adalah r1 : 2,2 cm,
dan r 2 : 1,1 cm, sedangkan ulangan
ke-2 r 1 : 0,7 cm dan r 2 : 0,9 cm.
Selanjutnya setelah dilakukan perhitungan persentase penghambat, didapatkan
data bahwa persentase penghambat rata rata pengamatan pertama adalah sebesar 13,3%,
pengamatan ke dua 63,3%, dan pengamatan ketiga 61,1%. Hal ini menunjukan bahwa
jamur Trichoderma dapat menghambat
pertumbuhan Curvularia sp
IV.
KESIMPULAN
Adapun
kesimpulan yang diperoleh dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1. Jamur
Trichoderma sp memiliki sifat antagonis terhadap Curvularia sp.
2. Jamur Trichoderma berwarna hijau, dan curvularia berwarna kecoklatan.
3. Jamur Trichoderma dapat menghambat pertumbuhan Curvularia sp
DAFTAR PUSTAKA
Baker
KF, Cook RJ. 1974. Biology Control of
Plant Pathogens. San Fransisco: W.H. Freeman and Co.
Dennis,
C. and Webster, J. 1971. Antagonistic
properties of species groups of Trichoderma . Production of non volatile
antibiotics. Transactions British Mycological Society 57 (1):25-39.
Muelen,
U., S. Struck., E. Schulke and E. A. Harith. 1979. A review on the nutritive value and toxic aspects of leucaena leucocephala. Trop Anim
Prod 4(2): 113-126.
Sinaga, M.S. 1989. Potensi
Gliocladium spp sebagai agen pengendalian hayati
beberapa cendawan patogenik tumbuhan yang bersifat soil borne. Laporan
penelitian SPP/DPP.
Singh. 2001. Studies on Sclerotium Formation in Curvularia Species. Vol (3) : 154-159.
0 comments:
Post a Comment