Sunday, May 1, 2016

PENGENDALIAN HAYATI PENYAKIT TANAMAN: PENGUJIAN SECARA IN VITRO

PENGENDALIAN HAYATI PENYAKIT TANAMAN
1.      PENGUJIAN SECARA IN VITRO
 (Laporan Praktikum Pengendalian Penyakit Tanaman)






Oleh

Indah Dewi Saputri
1414121109
Kelompok 6















JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2016









 I.                   PENDAHULUAN


1.1              Latar Belakang

Pengendalian penyakit tanaman merupakan mata kuliah yang amat berpengaruh untuk memperdalam pemahaman mahasiswa mengenai penyebab penyakit tanaman dan penyakit tanaman itu sendiri. Sebuah dasar yang sangat penting, mengingat urgensinya yaitu penyakit pada tanaman sebagai penyebab berkurangnya kualitas dan kuantitas hasil panen.  Dalam mempelajari pengendalian penyakit tanaman, tentu saja banyak yang harus di perdalam melalui pengalaman empirik yang bisa di dapat melalui praktikum di laborarorium yang bersangkutan. Untuk Itu mahasiswa harus mengetahui apa itu gejala dan tanda penyakit serta perbedaannya, karena hal ini akan selalu dibahas dalam perkuliahan pengendalian penyakit tumbuhan.

Pengendalian hayati menggunakan agen antagonis dengan satu kali pemakaian dapat menekan pertumbuhan dan perkembangan patogen untuk jangka waktu yang relatif panjang tanpa menimbulkan pencemaran lingkungan. Pengendalian hayati merupakan pengendalian penyakit yang ramah lingkungan karena bersifat tidak membahayakan kehidupan makhluk hidup dan lingkungan (Baker 1974).

Cendawan Trichoderma merupakan salah satu cendawan antagonis yang ditemukan endofit pada daun kakao. Trichoderma endofit daun membutuhkan nutrisi sesuai dari tempat asal di mana ditemukan endofit tersebut. Nutrisi seperti protein banyak terkandung di dalam beberapa daun, salah satunya daun lamtoro (Yuni, 2011). Kadar Protein di dalam daun lamtoro mencapai 25,90%. Berdasarkan uraian di atas dengan asumsi bahwa Trichoderma memiliki kemampuan antagonis yang tinggi maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui daya hambat Trichoderma sp., terhadap beberapa cendawan patogen secara in vitro(Muelen, 1979).

1.2         Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah:
1.      Mengetahui teknik pengujian kemampuan agensia hayati untuk menghambat pertumbuhan patogen tanaman secara in vitro sebelum aplikasi lapangan.


II.                METODOLOGI PRAKTIKUM


2.1              Waktu dan Tempat

Adapun waktu pelaksanaan praktikum ini adalah pada tanggal 4 April 2016, pukul 10.00 - 12.00 WIB di laboratorium ilmu penyakit tanaman jurusan Agroteknologi, Universitas Lampung.

2.2              Alat dan Bahan

Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cawan petri, jarum ent, bor gabus, bunsen, Laminar Air Flow, penggaris, spidol permanen, dan plastik wrap.

Sedangkan bahan yang digunakan adalah air, jamur Curvularia sp, Trichoderma sp, media PDA, dan alkohol 70%.

2.3              Cara Kerja

Adapun cara kerja dalam praktikum ini adalah :
Menyiapkan cawan petri yang steril, kemudian secara aseptik menggunakan bor gabus dan mengambil hasil potongannya dengan menggunakan jarum ent. Kemudian meletakan Curvularia sp pada 3 cm dari pinggir cawan petri, dan secara berlawanan diletakan pula Trichoderma sp yang juga telah diukur. Kemudian kami mengukur jari-jari koloni jamur Curvularia sp yang menuju dan menjauhi Trichoderma sp, setiap tiga hari sekali. Setelah itu, kami menghitung persentase penghambat jamur Trichoderma sp.









III.             HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


3.1              Hasil Pengamatan

Berikut hasil yang kami dapatkan :

3.1.1 Tabel Pengamatan

NO
Hari
Gambar
Keterangan
1
Rabu, 6 April 2016
U1

Pada pengamatan pertama, didapatkan bahwa ulangan satu r1 : 1,1 cm dan r 2 : 1 cm


U2



sedangkan ulangan dua r1 : 0,7 cm, dan r2 : 0,6 cm



2
Jum’at, 8 April 2016
U1
Pada pengamatan ke dua didapatkan bahwa r1 telah mencapai  2,1 cm dan r2 : 1 cm,



U2

sedangkan ulangan ke-2 r 1 : 0,7 cm dan r2 : 0,6 cm
3
Senin, 11April 2016
U1

Pada pengamatan ketiga, ulangan pertama adalah r1 : 2,2 cm, dan r 2 : 1,1 cm


U2

sedangkan ulangan ke-2 r 1 : 0,7 cm dan r 2 : 0,9 cm



3.1.2 Tabel Persentase Penghambat Trichoderma spp

Berikut ini tabel persentase penghambat Trichoderma sp:

Pengamatan hari ke
Diameter
Presentase penghambatan(%)
R1
R2
1
2
1
2
1
2
Rerata
3
1,1cm
1 cm
0,7cm
0,6cm
10 %
16,6%
13,3%
5
2,1cm
1 cm
0,7cm
0,6cm
110%
 16,6%
63,3%
8
2,2cm
1,1cm
0,7cm
0,9cm
100 %
-22,2%
61,1%

3.2       Pembahasan 

3.2.1   Curvularia spp

Curvularia adalah hyphomycete (cetakan) jamur yang merupakan patogen fakultatif Banyak jenis tumbuhan dan tanah. Kebanyakan Curvularia ditemukan di daerah tropis, meskipun sedikit yang ditemukan di zona beriklim sedang. Curvularia didefinisikan oleh jenis spesies C. lunata (Wakker) Boedijn. Curvularia lunata muncul sebagai mengkilap beludru hitam, pertumbuhan berbulu pada permukaan koloni. C. lunata dibedakan oleh septate, hifa dematiaceous memproduksi coklat, konidiofor geniculate. The poroconidia melengkung sedikit ke jelas, melintang septate, dengan sel ketiga diperluas dari ujung pori konidia tersebut. Curvularia dapat dengan mudah dibedakan dari Bipolaris dan Drechslera spp. sejak konidia non-distoseptate, yaitu, septate dari tepi ke tepi dinding konidia. The teleomorphic keadaan jenis spesies Curvularia lunata adalah Cochliobolus lunatus (Singh, 2001).



3.2.2   Trichoderma spp

Potensi jamur Trichoderma sebagai jamur antagonis yang bersifat preventif terhadap serangan penyakit tanaman telah menjadikan jamur tersebut semakin luas digunakan oleh petani dalam usaha pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Disamping karakternya sebagai antagonis. Aplikasi jamur Trichoderma pada pembibitan tanaman guna mengantisipasi serangan OPT sedini mungkin membuktikan bahwa tingkat kesadaran petani akan arti penting perlindungan preventif perlahan telah tumbuh.

Jamur Trichoderma sp sering digunakan untuk mengendalikan Fusariumoxysporum (penyebab penyakit busuk batang pada tanaman Vanili), Phytophtora sp (penyebab penyakit busuk pangkal batang pada tanaman Lada) dan Rigidoporus lignosus ( penyebab penyakit  Jamur akar putih pada tanaman Karet). Selain itu juga efektif mengendalikan Phytium sp yang merupakan patogen tular tanah penyebab penyakit rebah kecambah pada kacang-kacangan.

Jamur ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain:
1.         Mudah diisolasi, dikembangkan, dan daya adaptasinya luas.
2.         Mudah ditemukan di tanah areal pertanaman, shg pertumbuhan pd saat aplikasi lebih mudah.
3.         Dapat tumbuh secara cepat pada berbagai substrat.
4.         Memiliki kisaran mikroparasitisme yang luas.
5.         Pada umumnya tidak patogen pada tanaman.

Jamur Trichoderma mempunyai kemampuan untuk meningkatkan kecepatan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, terutama kemampuannya untuk menyebabkan produksi perakaran sehat dan meningkatkan angka kedalaman akar (lebih dalam di bawah permukaan tanah). Akar yang lebih dalam ini menyebabkan tanaman menjadi lebih resisten terhadap kekeringan, seperti pada tanaman jagung dan tanaman hias.

Mekanisme serangan Trichoderma ialah :
1.         Kompetisi terjadi apabila  dua atau lebih mikro organisme berada pada ruang atau tempat yang sama  dan memperebutkan sumber nutrisi (carbon (C) , nitrogen (N) , dan besi (Fe), termasuk oksigen, cahaya, air. Kompetisi yang paling utama dalam sistem pengendalian hayati patogen yaitu kompetisi tempat, yang berhubungan dengan kecepatan kolonisasi agen pengendali. Fenomena kompetisi tempat ini banyak dijumpai terutama pada patogen-patogen tanah pada sistem perakaran tanaman.  Pada praktikum ini Jamur Trichoderma sp. bekompetisi makanan dan ruang dengan Colletotrichum museu. Persaingan antar mikro organisme, akan menyebabkan perubahan kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan  patogen, sehingga patogen tidak dapat berkembang dengan sempurna.

2.         Antibiosis adalah penghambatan pertumbuhan atau perkembangan dan penghancuran suatu organisme oleh hasil metabolisme organisme lain. Hasil metabolisme tersebut bersifat racun dan dikenal sebagai antibiotik.  Penelitian Dennis dan Webster (1971) menyebutkan bahwa Trichoderma  menghasilkan antibiotik yang menguap (volatil) dan tidak menguap (non volatil). Trichoderma sp. Banyak diteliti dan di aplikasikan dalam pengendalian jamur-jamur patogen tanah. Kemampuan Trichoderma menghasilkan antibiotik menyebabkan terhambatnya petumbuhan jamur patogen disekitarnya, disamping itu keberadaan Trichoderma  dapat membuat keasaam tanah (pH) menjadi tidak optimum bagi patogen, sehingga terjadi ketidak seimbangan konsentrasi nutrisi dan selanjutnya tidak dapat dimanfaatkan oleh patogen dan pada akhirnya mampu menekan infeksi. 

2.                  Hiperparasitisme.  Dikatakan selanjutnya hiperparasitisme adalah bentuk penghambatan dan penghancuran oleh agen pengendali dengan memarasit jamur patogen, melalui hifa dengan membentuk haustoria dan dapat pula menyebabkan lisis hifa jamur patogen (Dennis, 1971).




3.2.3   .Jamur Antagonis

Jamur antagonis adalah kelompok jamur pengendali hayati yang mempunyai kemampuan mengganggu proses hidup patogen tanaman. Mekanisme jamur antagonis dalam menghambat patogen tanaman dapat melalui antibiosis, lisis, kompetisi, dan parasitisme. Di samping itu, jamur antagonis mampu mencegah infeksi patogen terhadap tanaman melalui aktivitas Induce Sistemic Resistance (ISR).Trichoderma mampu menghasilkan metabolit gliotoksin dan viridin sebagai antibiotik dan beberapa spesies juga diketahui dapat mengeluarkan enzim b1,3-glukanase dan kitinase yang menyebabkan eksolisis pada hifa inangnya, namun proses yang terpenting yaitu kemampuan mikoparasit dan persaingannya yang kuat dengan patogen. Beberapa penelitian yang telah dilakukan,Trichoderma Sp memiliki peran antagonisme terhdap beberapa patogen tular tanah yang berperan sebagai mikoparasit terhadap beberapa tanaman inang. Chet (1987), berpendapat bahwa bahwa mikoparasitisme dari Trichoderma Sp. merupakan suatu proses yang kompleks dan terdiri dari beberapa tahap dalam menyerang inangnya.

Interaksi awal dari Trichoderma Sp. yaitu dengan cara hifanya membelok ke arah jamur inang yang diserangnya, Ini menunjukkan adanya fenomena respon kemotropik pada Trichoderma Sp. karena adanya rangsangan dari hyfa inang ataupun senyawa kimia yang dikeluarkan oleh jamur inang. Ketika mikoparasit itu mencapai inangnya, hifanya kemudian membelit atau menghimpit hifa inang tersebut dengan membentuk struktur seperti kait (hook-like structure), mikoparasit ini juka terkadang mempenetrasi miselium inang dengan mendegradasi sebagian dinding sel inang (Sinaga, 1989).

3.2.4   Pembahasan Data
Berdasarkan pengamatan, didapatkan bahwa . Pada hari Rabu, pengamatan pertama, didapatkan bahwa ulangan satu r1 : 1,1 cm dan r 2 : 1 cm sedangkan ulangan dua r1 : 0,7 cm, dan r2 : 0,6 cm, Pada pengamatan ke dua didapatkan bahwa r1 telah mencapai  2,1 cm dan r2 : 1 cm, sedangkan ulangan ke-2 r 1 : 0,7 cm dan r2 : 0,6 cm. Pada pengamatan ketiga, ulangan pertama adalah r1 : 2,2 cm, dan r 2 : 1,1 cm, sedangkan ulangan ke-2 r 1 : 0,7 cm dan r 2 : 0,9 cm. Selanjutnya setelah dilakukan perhitungan persentase penghambat, didapatkan data bahwa persentase penghambat rata rata pengamatan pertama adalah sebesar 13,3%, pengamatan ke dua 63,3%, dan pengamatan ketiga 61,1%. Hal ini menunjukan bahwa jamur Trichoderma dapat menghambat pertumbuhan Curvularia sp


IV.             KESIMPULAN


Adapun kesimpulan yang diperoleh dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1.    Jamur Trichoderma sp memiliki sifat antagonis terhadap Curvularia sp.
2.    Jamur Trichoderma berwarna hijau, dan curvularia berwarna kecoklatan.
3.  Jamur Trichoderma dapat menghambat pertumbuhan Curvularia sp




DAFTAR PUSTAKA


Baker KF, Cook RJ. 1974. Biology Control of Plant Pathogens. San Fransisco: W.H. Freeman and Co.
Dennis, C. and Webster, J. 1971. Antagonistic properties of species groups of Trichoderma . Production of non volatile antibiotics.  Transactions British Mycological Society 57 (1):25-39.

Muelen, U., S. Struck., E. Schulke and E. A. Harith. 1979. A review on the nutritive value and toxic aspects of leucaena leucocephala. Trop Anim Prod 4(2): 113-126.

Sinaga, M.S. 1989. Potensi Gliocladium spp sebagai agen pengendalian hayati      beberapa cendawan patogenik tumbuhan yang bersifat soil borne. Laporan penelitian SPP/DPP.

Singh. 2001. Studies on Sclerotium Formation in  Curvularia Species. Vol (3) : 154-159.


0 comments:

Post a Comment

 
Envy White Rose Blogger Template by Ipietoon Blogger Template