(Makalah Pengendalian Hama Tanaman)
Oleh
Indah Dewi Saputri
1414121109
JURUSAN
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
LAMPUNG
2015
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Berbicara
tentang upaya untuk meningkatkan hasil produksi, baik pada tanaman pangan,
hortikultura ataupun perkebunan, tidak akan lepas dari pengendalian hama
sebagai organisme pengganggu tanaman yang dapat mengurangi kualitas maupun
kuantitas hasil panen. Maka dari itu penelitian mengenai pengendalian hama
masih terus dilakukan sampai saat ini. Akhir-akhir ini Indonesia telah
melakukan upaya dalam meningkatkan produksi tanaman padi yang merupakan tanaman
pangan utama di Indonesia sebagai upaya untuk mengimbangi kebutuhan konsumsi
beras yang semakin meningkat.
Hama dan
penyakit padi merupakan salah satu cekaman biotik yang menyebabkan senjang
hasil antara potensi hasil dan hasil aktual, dan juga menyebabkan produksi
tidak stabil. Di Asia Tenggara hasil padi rata-rata 3,3 ton/ha, padahal hasil
yang bisa dicapai 5,6 ton/ha. Di Indonesia, potensi hasil varietas padi yang
dilepas berkisar antara 5-9 ton/ha ( Suprihanto, 2006), sementara hasil
nasional baru mencapai rata-rata 4,32 ton/ha (BPS, 2001).
Luas
serangan hama dan penyakit padi berdasarkan kompilasi dari statistik pertanian
IV (SP IV 2006) oleh Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, dalam kurun waktu
lima tahun terakhir adalah tikus 152.638 ha/tahun, penggerek batang 89.048 ha/tahun,
wereng coklat 26.542 ha/tahun, penyakit hawar daun bakteri 28.808 ha/tahun,
tungro 13.327 ha/tahun, dan blas 9674 ha/tahun. Estimasi kehilangan hasil padi
oleh hama dan penyakit utama mencapai 212.948 t GKP/musim tanam. Oleh sebab
itu, keenam hama dan penyakit penting ini perlu mendapatkan prioritas
penanganan. Kehilangan hasil tersebut jauh lebih rendah
dari
estimasi hasil survey di daerah tropis
Asia yang memperkirakan mencapai 37% (IRRI, 2002).
1.2
Tujuan
Adapun
tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Mengetahui
hama wereng coklat sebagai hama penting tanaman padi
2. Mengetahui
pengendaliannya.
II.
PEMBAHASAN
2.1 Wereng Coklat (Nilaparvata lugens)
Wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal) adalah salah satu
hama utama tanaman padi di Indonesia. Berdasarkan catatan yang ada wereng
coklat diketahui sudah menyerang tanaman padi sejak tahun 1931 pada lahan sawah
di daerah Dramaga Bogor. Serangan wereng coklat secara luas terjadi pada tahun
1976/1977, dimana hampir seluruh wilayah
Indonesia dilaporkan terjadi serangan hama ini. Selanjutnya dilaporkan
pada tahun 1982/1983 terjadi lagi ledakan wereng coklat disertai dengan
munculnya wereng coklat biotipe 3 dan biotipe Sumatra Utara
Wereng coklat
merupakan hama tanaman padi yang paling berbahaya dibandingkan dengan hama
lainnya. Hal itu disebabkan wereng coklat mempunyai sifat plastis, yaitu mudah
beradaptasi pada keadaan atau kondisi lingkungan baru. Disamping itu wereng
coklat juga merupakan vektor (penular) virus penyakit kerdil rumput (grassy
stunt) dan kerdil hampa (ragged stunt). Di Indonesia Wereng Coklat tersebar
luas hampir di seluruh kepulauan, kecuali di daerah Maluku dan Papua.
Klasifikasi:
Ordo : Homoptera
Sub Ordo : Auchenorrhyncha
Famili : Delphacidae
Genus : Nilaparvata
Species : Nilaparvata luges Stal
Wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal) adalah serangga
penghisap cairan tanaman yang berwarna kecoklatan. Panjang tubuh 2 - 4,4 mm.
Serangga dewasa mempunyai 2 bentuk, yaitu bersayap pendek (brakhiptera)
dan bersayap panjang
(makroptera).
Serangga makroptera mempunyai kemampuan untuk terbang, sehingga
dapat bermigrasi cukup jauh. Wereng coklat adalah serangga monofag, inangnya
terbatas pada padi dan padi liar (Oryza
parennis dan Oryza spontanea).
Wereng Coklat berkembang biak secara seksual, siklus hidupnya relatif pendek. Masa
peneluran 3-4 hari untuk wereng bersayap pendek (brakhiptera) dan
3-8 hari untuk bersayap panjang (makroptera). Tingkat
perkembangan wereng betina dapat dibagi ke dalam masa peneluran 2-8 hari, masa
bertelur 9-23 hari. Masa peneluran dapat berlangsung dari beberapa jam sampai 3
hari. Sedangkan masa pra-dewasa adalah 19-23 hari. Telur diletakkan berkelompok
dalam pangkal pelepah daun, tetapi bila populasi tinggi telur diletakkan pada
ujung pelepah daun dan tulang
Jumlah telur
yang diletakkan serangga dewasa sangat beragam, dalam satu kelompok antara 3-21
butir. Seekor wereng betina selama hidupnya menghasilkan telur antara 270 902
butir yang terdiri atas 76-142 kelompok. Telur menetas antara 7-11 hari dengan
rata-rata 9 hari. Metamorfosis wereng coklat sederhana atau bertingkat
(hetero-metabola). Serangga muda yang menetas dari telur disebut nimfa,
makanannya sama dengan induknya. Nimfa mengalami pergantian kulit (instar),
rata-rata untuk menyelesaikan stadium nimfa adalah 12,8 hari. Lamanya waktu
untuk menyelesaikan stadium nimfa beragam tergantung Nimfa dapat berkembang
menjadi dua bentuk wereng dewasa. Bentuk pertama adalah bersayap panjang
(makroptera) dengan sayap belakang normal, bentuk kedua adalah bersayap kerdil
(brakhiptera) dengan sayap belakang tidak normal. Umumnya wereng brakhiptera
bertubuh lebih besar, mempunyai tungkai dan peletak telur lebih panjang. Kemunculan
makroptera lebih banyak pada tanaman tua daripada tanaman muda, dan lebih
banyak pada tanaman setengah rusak daripada tanaman sehat.
Pada tahap
permulaan wereng datang pada pertanaman padi yang sudah mulai tumbuh yaitu pada
umur 15 hari setelah tanam atau pada umur 10-20 hari setelah tanam. Di daerah
beriklim sedang, pada awalnya populasi wereng coklat rendah, kemudian
berkembang dengan cepat. Perkembangan populasi wereng juga tergantung pada
inangnya (varietas) padi yang cocok untuk perkembangannya. Dilapangan wereng
coklat bergerak dari tanaman satu ke tanaman lainnya. Pergerakan dilakukan oleh
wereng makroptera. Gerakan penyebaran ini menunjukkan adanya wereng coklat yang
meninggalkan tanaman tua atau menyebar pada akhir generasi ke-3 menuju tanaman
muda. Sebenarnya wereng coklat sudah mulai menyebar pada generasi ke-2 dan
mencapai puncaknya pada generasi ke-3.
Kerusakan
tanaman yang ditimbulkan akibat serangan wereng coklat bisa serius. Serangan 1
dan 4 ekor wereng coklat per batang pada periode anakan selama 30 hari dapat
menurunkan hasil 35% dan 77%. Serangan 1 dan 4 ekor wereng coklat perbatang
pada masa bunting selama 30 hari dapat menurunkan hasil berturut-turut 20 % dan
37%. Serangan 4 ekor wereng coklat per batang pada masa pemasakan buah selama
30 hari dapat menurunkan hasil sebesar 28%. Apabila populasi tinggi, maka
gejala kerusakan yang terlihat di lapangan, yaitu warna daun dan batang tanaman
berubah menjadi kuning, kemudian berubah menjadi berwarna coklat jerami, dan
akhirnya seluruh tanaman bagaikan disiram air panas berwarna kuning coklat dan
mengering. Beberapa fak tor pendukung yang menyebabkan terjadinya serangan
wereng coklat antara lain :
1. Kondisi
lingkungan cuaca dimana musim kemarau tetapi masih turun hujan
2. Ketahanan
varietas dimana dominasi suatu varietas tahan dalam jangka waktu lama
(ledakan biotipe
1 karena penanaman VUTW-1, biotipe 2 penanaman VUTW-2)
3. Pola tanam
padi-padi-padi (faktor ketersediaan air)
4. Keberadaan
musuh alami (parasit, predator dan patogen)
5 Penggunaan
pestisida kurang bijaksana karena tidak memenuhi kaidah 6 tepat (tepat jenis,
sasaran, waktu, dosis, cara dan tempat)
Pengendalian:
A. Cara bercocok Tanam
Cara
bercocok tanam yang dianjurkan adalah: tanam serentak dalam satu wilayah,
pergiliran tanaman, penggunaan varietas tahan dan sanitasi. Pada daerah yang
kekurangan air dan bertanam padi hanya dapat dilakukan satu kali yaitu pada
musim hujan, maka pergiliran tanaman dapat berjalan dengan sendirinya. Akan
tetapi didaerah yang basah atau beririgasi teknis bertanam padi dapat dilakukan
sepanjang tahun, sehingga pergiliran tanaman sulit dilakukan dan petani
cenderung untuk bertanam padi secara terus menerus. Sehingga perlu ditekankan
pergiliran tanaman dengan tanaman lain setelah tanaman padi.
Pada
musim hujan sebaiknya ditanam varietas tahan terhadap wereng coklat, seperti
Mekongga, Inpari 1, Inpari 2, Inpari 3, dan Inpari 13. Selanjutnya pengaturan
jarak tanam, yaitu tanaman ditanam dalam barisan yang teratur dengan jarak
tanam sesuai dengan kondisi agroekosistem setempat agar dapat yang dianjurkan untuk
memperlancar gerakan angin dan cahaya matahari masuk ke dalam pertanaman. Hal
ini dapat mengubah iklim mikro yang cocok untuk menekan perkembangan wereng
coklat.
B. Pergiliran Varietas Tahan
Varietas
yang dianjurkan untuk ditanam saat ini adalah Inpari1, Inpari 2, Inpari 3, dan
Inpari 13 secara bergiliran. Varietas-varietas tersebut memiliki ketahanan
terhadap wereng coklat biotipe 2 dan 3. Namun apabila salah satu varietas
tersebut ditanam secara terus menerus sepanjang tahun pada satu wilayah, maka
varietas tersebut akan menjadi rentan (contoh Varietas Ciherang).
C. Pengendalian Biologi
Pengendalian
biologi dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan musuh alami. Musuh alami yang
dapat mengendalikan hama wereng coklat adalah parasitoid, predator dan patogen.
Parasitoid telur seperti Anagrus
flaveolus waterhouse,
A. Optabilis Perkins, A. Perforator Perkins, Mymar tabrobanicum, Polynema spp., Olygosita, spp., dan Gonatocerus spp. Parasitoid ini dapat memparasitasi telur wereng
coklat 45- 87%.
Parasitoid nimfa dan wereng dewasa seperti Elenchus, spp., dan Haplogonatopus
orientalis. Predator wereng coklat seperti Cytorrhinus lividivennis, Microvelia douglasi, Ophionea indica, dan Paedorus fuscipes,
laba-laba Lycosa pseudoannulata (Wolf spider), Tetragnatha
sp. (four spider), Clubiona javonicola (sack spider), Araneus inustus (orb spider), Calitrichia formosana, Oxyopes javanus, dan Argiope catenulata.
Patogen seperti Enthomopthora sp. Salah satu
penyebab terjadinya penambahan populasi hama wereng coklat adalah kematian musuh alami akibat
penggunaan insektisida berspektrum luas. Dengan demikian harus ada upaya agar musuh alami
menetap atau menjadi efektif dalam mengendalikan hama. Penggunaan musuh alami, walaupun tidak
dilakukan dengan inundasi (penambahan populasi ke lapangan), dapat juga dilakukan dengan
meningkatkan peranan
musuh alami yang sudah ada dilapangan. Peningkatan peranan musuh alami dilakukan dengan monitoring untuk
menentukan parasitasi dan predatasinya. Oleh karena itu pada saat aplikasa insektisida harus sudah
diperhitungkan banyaknya musuh alami di pertanaman.
Beberapa
hal yang dapat dilakukan untuk membantu perkembangan musuh alami, antara lain:
1.
Menggunakan insektisida secara bijaksana, yaitu pada saat populasi hama sudah
mencapai ambang ekonomi
2.
Lebih baik digunakan insektisida butiran (granul) yang sistemik untuk
mengurangi terbunuhnya musuh alami
3.
Selesai panen perlu adanya habitat alternatif tempat musuh alami untuk
berkembang biak.
Apabila
dikendalikan dengan insektisida, maka diusahakan agar jangan menggunakan insektisida
yang mengandung bahan aktif Cypermethrin, karena akan menimbulkan resurgensi
dan resistensi wereng coklat. Beberapa jenis pestisida yang dapat digunakan pada
saat ini diantaranya adalah yang berbahan akti: Fipronil, Tiamektosam, dan Imidakloprid.
Penggaruh samping penggunaan insektisida yang tidak tepat dan dilakukan secara terus
menerus dapat mengakibatkan resistensi, resurjensi dan kematian musuh alami.
Oleh karena itu sebelum dilakukan pengendalian insektisida, harus dilakukan
monitoring secara dini dan keputusan pengendalian harus menerapkan perhitungan berdasarkan
musuh alami (BPTP, 2010).
III.
.KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang
dapat diambil adalah bahwa Nilaparvata
lugens atau wereng coklat adalah hama penting karena dapat menurunkan
kualitas dan kuantitas hasil panen, dan termasuk sangat merusak. Untuk
mengendalikan hama wereng coklat dapat digunakan pengendalian secara kultur
teknis ataupun secara kimiawi seperti disebutkan pada pembahasan.
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2001. Statistik Indonesia. Jakarta
BPTP.
2010. Hama Wereng Coklat (Nilaparvata
lugens) dan pengendaliannya. Jawa Barat: Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan Pertanian.
IRRI.
2002. Rice Almanak. IRRI, Los Banos,
Laguna, Philipines
Suprihanto,B;
DKK. 2006. Deskripsi Varietas Padi. Balai
Besar Tanaman Padi. 78 p
0 comments:
Post a Comment